22: Kim Seokjin

0 0 0
                                    

Aku sakit. Menyedihkan.

Minggu lalu saat pulang dari Australia aku rebah begitu saja di hadapan Yeoreum. Aku sakit berhari-hari hingga sempat mimisan juga. Aku sudah merepotkan Yeoreum seminggu ini, dan aku jadi merasa sungkan pada Yeoreum, meskipun dia mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Beberapa hari yang lalu dokter Park mengonfirmasi bahwa aku terkena tifus. Hasil tes darahku menunjukkan hal itu, persis seperti dugaannya. Dokter Park sudah memberiku obat-obatan yang khusus, sehingga hari ini badanku sudah terasa lebih baik, dan aku sudah mulai bisa bergerak.

Pagi ini Yeoreum terlihat aneh. Seperti ada hal yang ingin ia katakan namun dipendam. Hari ini kami makan bersama, tapi dia lebih banyak memperhatikan makanannya.

"Kau kenapa? Sakit?" tanyaku dan Yeoreum menatapku sekilas kemudian menggelengkan kepalanya.

"Kau terlihat lelah. Aku kan sudah lebih baik, jadi minggu ini kau pergi saja ke Ulsan. Tidak usah mengkhawatirkanku." ujarku dan Yeoreum menatapku. "Ada apa? ada sesuatu di wajahku?" tanyaku karena Yeoreum menatapku cukup lama, hingga akhirnya ia menunduk dan menghela napas.

"Pak Kim... ayahku sudah sadar."

Mendengar hal itu, kini aku yang menatap Yeoreum lamat. Aku senang, ayah Yeoreum sadar. Namun, kenapa Yeoreum sepertinya... ah, karena aku, ya?

"Yeoreum, lihat aku." kataku dan Yeoreum mengangkat kepalanya. "Kau tidak perlu khawatir. Sekarang kemasi barangmu, dan pergi ke Ulsan. Bagaimanapun kau harus segera bertemu dengan ayahmu." ujarku dan Yeoreum hanya diam.

"Aku sudah baik-baik saja. Aku bisa memanggil Taehyung mengurusku di sini. Meskipun kami tidak terlalu ramah satu sama lain, tapi dia orang yang baik." ujarku berusaha membuat Yeoreum mengerti kalau aku tak-apa-apa. Perhatian Yeoreum selama aku sakit itu sudah cukup. Saat ini, ayah Yeoreum lebih penting. Dan kalau ayah Yeoreum bisa pulih, Yeoreum tidak perlu lagi melakukan hal-hal yang tidak disukainya. Contohnya, memaksakan diri untuk terus bersamaku.

Yeoreum mengangguk mengerti, dan mengucapkan terima kasih. Bohong kalau aku bilang aku baik-baik saja. Tapi aku tahu, aku tidak mempunyai hak untuk memintanya tinggal saat ini. Ayahnya lebih membutuhkan Yeoreum saat ini. Mataku tak henti memandang Yeoreum hingga ia menghilang di balik pintu. Tak ingin terlalu terlarut dengan perasaan, aku pun memilih untuk kembali tidur.

Aku terbangun, dan kamarku sudah gelap gulita. Matahari sudah tenggelam sejam yang lalu, dan aku bergerak menyalakan lampu. Yeoreum juga pasti... sudah sampai di Ulsan saat ini. Aku meraih gelas di nakas, kemudian keluar untuk mengisi air minum di dapur. Kerongkonganku kering kerontang akibat tertidur. Aku mengambil ponsel dan menelpon Yeoreum, hanya ingin sekedar mengetahui bagaimana keadaannya. Tapi belum juga nada sambung berbunyi, aku dikejutkan oleh sosok seseorang di dapur.

"Pak Kim..." panggilnya dan aku langsung mengatur napas. Hampir saja tadi aku teriak.

"Aigoo... Yeoreum-ah... kau masih disini?!" ujarku dan Yeoreum mengangguk. Aku berjalan ke dispenser dan mengisi air minum, kemudian duduk di salah satu kursi. "Kau bisa ketinggalan kereta kalau tidak pergi sekarang." kataku dan meminum airku hingga tandas untuk meredakan rasa terkejut.

"Aku tidak jadi pergi." ucap Yeoreum kemudian.

"Kenapa?"tanyaku lagi. Entah mengapa aku sangat ingin tahu alasannya.

"Kalau dipikir-pikir lagi, ayah sudah punya ibu di sana. Menunggu 2-3 hari untuk ke Ulsan juga tidak apa-apa. Bapak kan sendiri di sini. Aku tidak bisa meninggalkan orang sakit sendirian." ucapnya dan hatiku menghangat. Aku sangat ingin memeluk Yeoreum saat ini namun kutahan.

"Benarkah? Kau memang selalu seperti ini atau hanya kepadaku?" tanyaku ingin memastikan, dan Yeoreum dengan cepat mengelak, "A-aku juga akan seperti ini ke yang lain. Bukankah kalau sakit semua orang tidak ingin sendiri? Waktu itu di rumah sakit aku juga menjaga Jaesung." mendengar ucapannya barusan, hatiku terasa terhempas ke dasar. Ternyata dia baik kepada semua orang.

Real: VSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang