...
Malam itu terasa sangat aneh. Langit begitu gelap, bulan dan bintang sama sekali tak bersinar, dan angin menusuk hingga ke tulang. Di rumah kecil itu, seorang anak perempuan berusia tujuh tahun tertidur dengan tenang di kamarnya. Meski di tengah-tengah orang tuanya terdengar berdebat dengan sengit, dia memilih untuk tetap tidur, mengabaikan segala kebisingan yang ada. Baginya, selama pertengkaran mereka tidak mengganggunya, itu bukanlah masalah.
Namun, di tengah tidurnya, dia terganggu oleh suara rintihan pelan yang berasal dari kamar orangtuanya. Awalnya, dia mencoba mengabaikannya dan kembali tidur, tapi rintihan itu semakin menjadi-jadi, berubah menjadi jeritan yang memilukan dan minta tolong. Dia bangun dengan terkejut dan mendengarkan dengan cemas.
"Sampai sejauh mana pertengkaran mereka kali ini?" gumamnya sambil mencoba menenangkan diri. Namun, ketika rintihan berubah menjadi jeritan, dia langsung terbangun dan berdebar-debar.
Dia bangkit dari tempat tidurnya dan melangkahkan kakinya ke luar kamar. Suara itu semakin terdengar jelas ketika ia mendekati pintu kamar orangtuanya. Ia menatap ke arah pintu kamar kedua orangtuanya yang sedikit terbuka, terlihat penerangan di kamar itu sangat minim hanya ada cahaya lampu yang redup.
Ia mendorong pintu yang ada di depannya hingga terbuka lebar.
Pemandangan yang tersaji di depannya benar-benar membuatnya terkejut bukan main. Di dalam terlihat ibunya yang terbaring menghadap kearahnya dengan bersimbah darah, beberapa bagian tubuh ibunya sudah terkoyak seperti baru saja digigit binatang buas. Tidak hanya itu, di sebelah ibunya terdapat ayahnya yang terlihat sedang memakan sesuatu dengan sangat lahap dengan posisi membelakangi dirinya.
Anak itu hanya bisa terdiam di tempatnya berdiri, pandangannya tertuju pada ibunya yang sudah terbaring lemas setengah sadar.
Tatapan matanya bertemu dengan mata ibunya yang kini sudah kehilangan cahaya kehidupannya. Ia bisa melihat ibunya menggumamkan kata 'lari!' tapi kakinya terlalu lemas untuk di gerakan hingga berakhir dengan dia yang terduduk lemas di ambang pintu.Lama ia terduduk hingga akhirnya ayahnya mulai menyadari keberadaannya. Ia melihat ayahnya dengan perlahan membalikkan badannya. Dia tidak seperti ayahnya yang dikenalnya. Sosok yang kini sedang berhadapan dengannya memiliki mata yang semerah darah, taring yang besar juga tajam yang sudah dimandikan darah yang sudah pasti darah ibunya, tubuh sosok itu juga lebih besar dari tubuh ayahnya yang biasa dengan cakarnya tajam menggenggam lengan ibunya yang sudah terputus.
Sosok itu menatap kearahnya dengan tatapan penuh amarah dan mulai mendekatinya dengan langkah yang cepat. Anak itu hanya bisa terduduk dan menutup matanya dengan kuat, napasnya seperti tertahan. Ia ingin berteriak tapi tidak bisa, lidahnya terasa kaku. Keringatnya mulai mengucur deras dari dahinya.
Ia menutup matanya cukup lama tapi tidak ada yang terjadi hingga ia mendengar suara seseorang yang sayup-sayup terdengar memanggil namanya.
"Kei! Kei! Kei!"
"KEIRA!"
Keira terbangun dengan terkejut, tubuhnya berkeringat dingin. Ia memijat pelan dahinya yang terasa pening. Ia melirik ke sampingnya menatap Talia yang terlihat bingung.
"Apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan nada kesal.
"Membangunkanmu, tentu saja. Cepat mandi dan sarapan, kita sudah hampir terlambat," jawab Talia lalu pergi meninggalkan Keira sendiri di kamarnya.
Keira terdiam sejenak untuk menenangkan dirinya sendiri lalu memutuskan untuk mandi.
┅
"Bagaimana? Apa anak itu sudah bangun?" tanya Neysa ketika melihat Talia yang baru saja duduk di kursi meja makan.
"Sudah, sekarang mungkin dia sedang mandi sebentar lagi juga pasti akan muncul, kita tunggu saja" jawab Talia lalu memakan sarapannya yang sudah disiapkan Neysa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yelkrana Saga : Tracing the Trails of Eternal Warfare
FantasyDalam dunia Yelkrana, keajaiban dan kegelapan saling bersaing untuk menguasai takdir. Di antara gemerlapnya sihir dan bayang-bayang kegelapan, manusia dan monster berjuang untuk menegakkan supremasi mereka. Konflik abadi antara kedua kekuatan ini me...