Bab II

495 43 2
                                    

Seokjin menatap pintu kelas dengan tajam. Tangannya menggebrak meja. Seluruh siswa di kelas menatapnya takut. Seokjin terkenal sangat ramah dan sabar jika ia sudah mengamuk berarti tanda bahaya.

"Brengsek! Kalian lihat ulah sialan kalian! Jimin sudah absen seminggu! Setan! Kalian pikir dia yang mau begitu, bangsat!" maki Seokjin pada seluruh isi kelas.

Namjoon berdiri menahan Seokjin yang ditakutkan menerjang orang-orang di sana. "Tenangkan dirimu, Jinnie."

Seokjin duduk hingga ketukan di pintu membuatnya kembali bangkit lalu berlari menghampiri sosok dengan rambut yang tak lagi blonde.

"Kau mengecatnya?" Seokjin mengusap rambut Jimin.

Jimin mengangguk. "Suasana baru."

Seokjin tersenyum. Ia akan kembali menatap tajam jika bukan Jimin. "Ayo duduk."

Meja di sudut selalu diisi 6 pria yang sudah terkenal memang selalu bersama. Hobi bersama Jungkook membawa pesanan mereka.

"Jadi? Bisa cerita kemana kau menghilang, Jimin?" tanya Taehyung pelan.

Jimin yang baru menyuap menjadi terhenti.

"Biarkan dia makan dulu, Tae!" bentak Seokjin.

"Aku hanya bertanya. Aku juga ingin tau. Aku hanya merasa kau tidak percaya kami karna hanya bercerita pada Seokjin," ucap Taehyung.

Jimin mengerjap. Kenapa tidak terpikir? Ah, ia jahat sekali.

"Brengsek, Tae! Aku yang akan cerita! Jangan paksa Jimin! Bukan keinginannya untuk bercerita padaku namun setidaknya salah satu diantara kita paham walau aku tidak tau keseluruhannya! Paham?!" Seokjin hampir melempar sendok pada Taehyung namun Jungkook gesit menahan.

"Aku cuma tanya!" Taehyung ikut menaikkan nada.

"Tutup mulutmu, sialan!" Namjoon membentak. Taehyung bungkam dan Seokjin kembali ke posisi. "Biarkan Jimin memilih waktunya. Kalian juga jika ada masalah pasti akan memikirkannya lebih dulu sebelum bercerita. Tidak semua masalah harus diceritakan."

Semua bungkam bahkan siswa yang berada disekitar meja mereka ikut diam. Namjoon melanjutkan makannya. Jimin bangkit membuat Taehyung ikut bangkit.

"Biarkan dia pergi," ucap Seokjin. Taehyung duduk kembali menatap nanar kepergian Jimin.

"Jangan minta maaf pada kami. Kau sudah dewasa pikirkan sendiri."

***

Jimin menghela napas. Di sini ia di atap. Angin berhembus kencang. Kakinya melangkah pelan menuju pagar pembatas. Melewatinya. Berdiri di sana dengan wajah putus asa. Jimin- ah bukan Jimin kecil.

"Kalau aku jadi kau tidak akan kulakukan."

Jimin melemas dan segera ditangkap. "Kau gila?!"

Jimin menggeleng. "Kakiku lemas."

Yoongi membawa Jimin sejauh mungkin dari pagar. Ia memeriksa kaki Jimin dan mengurutnya pelan. Sebuah roti dan susu ia serahkan pada Jimin.

"Makanlah agar tidak lemas." Jimin mengangguk.

"Kau suka susu stroberi?" Yoongi menatap Jimin yang fokus.

"Suka."

"Sungguh? Seingatku kau lebih suka susu coklat."

"Hah?" Jimin mengerjap. Hanya Papa yang tau soal kegilaannya pada susu coklat. Sejak kapan Yoongi tau? Apa dia begitu perhatian pada Jimin? Atau Jimin ngelindur hingga menyebutkan susu coklat? Oke, ambil opsi terakhir.

Anxiety | YoonMin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang