Yoongi menatap koper yang ia seret perlahan lalu memandang punggung Luna yang berada di depan sambil bercengkrama dengan sosok mungil manis yang dikatakan Mama ingin bertemu dirinya. Yoongi masih berusaha mencerna semua cerita Mama soal rencana 'pemakaman' bohongan yang diminta Jimin karna takut kepergiannya menyakiti teman-teman dekatnya.
Diantara seluruh makhluk di dunia kenapa Jimin memilih dirinya? Apa karna ciuman yang mereka lakukan di jembatan dekat kafe kucing? Sumpah Yoongi tidak sengaja melakukannya sebab wajah manis Jimin yang tengah tersenyum ditimpa sinar lembut mentari membuatnya bergetar.
Yoongi berhenti saat merasakan tangan mungil menyentuh lengannya. Ia menoleh mendapati 3 orang menatapnya bertanya.
"Lewat sini."
Yoongi mengangguk. Ia terlalu banyak melamun hingga tidak memperhatikan sekitar. Bersyukur Jimin menahan lengannya kalau tidak ia bisa ikut rombongan tur di depan sana. Luna melakukan check-in untuk mereka.
"Saya memesan 4 kamar," ucap Luna sambil menyerahkan 4 kartu. "Kamar kita berdekatan jadi aman saja. Kau okey sendirian, Jimin?"
Yang ditanya mengangguk. Rambutnya ikut bergerak membuat dirinya terlihat menggemaskan. Yoongi bahkan tak sadar meremat kuat pegangan kopernya saat menatap benda merekah yang ia tahu benar rasanya manis dan lembut.
"Kalau begitu, ayo!"
Mereka akan menginap di salah satu hotel di kota Edinburgh. Luna tengah sibuk menelpon seseorang daritadi jadi Yoongi tidak berani menganggu. Jam makan malam telah selesai dan mereka juga kembali ke kamar masing-masing.
Yoongi menatap langit malam melalui jendela kamar. Udara dingin di luar membuatnya tidak membuka jendela. Menatap bagaimana bintang mengerlip dengan binar biru membuatnya terdiam. Yoongi dipenuhi pertanyaan.
"Yoongi?" Yang dipanggil menoleh. Disana Jimin berdiri dalam balutan piyama satin dengan gambar anak bebek. Senyumnya manis.
"Kau baru selesai mandi?" tanya Yoongi saat menyadari rambut Jimin sedikit lepek.
"Hum. Kau belum?" Yoongi menggeleng.
Jimin mendudukkan dirinya di pinggir kasur. Keduanya bertatapan dalam diam. Yoongi ikut duduk di samping Jimin. Tanpa aba-aba membawa wajah Jimin mendekat lalu mempertemukan bibir keduanya.
Jimin melenguh lembut saat bibirnya digigit. Yoongi bahkan sudah melepaskan tiga kancing piyama Jimin, menariknya turun hingga memperlihatkan bahu mulus lelaki itu.
"Yoongi.. ahh.." desah Jimin saat bibir Yoongi mengecup kupu-kupu kedua bahunya.
"Kita apa?" tanya Yoongi tiba-tiba.
Jimin terdiam. Keduanya hanya bertatapan hingga tawa Yoongi memecah keheningan. Tangannya memperbaiki piyama Jimin.
"Apa hanya aku yang terlalu berharap? Kau hanya menganggap ku terapis bukan? Kau pasti berpikir begitu Jimin saat mengetahui bahwa psikiater mu adalah ibuku. Benar?"
Jimin masih terdiam. Wajah Yoongi berubah sendu. Di kecupnya sekali bibir Jimin.
"Tidurlah. Kau pasti kelelahan." Yoongi membawa Jimin ke dalam selimut. Membuat lelaki manis itu senyaman mungkin.
"Tidak."
"Hah?" Gerakan Yoongi terhenti.
Jimin beranjak dari baringnya. "Aku tidak menganggap Yoongi terapis. Nara mengatakan semuanya. Tentang kau dan inisiatifmu bahkan Papa bisa menghubungi Nara adalah berkatmu. Kau melakukan semuanya, Yoongi. Semuanya. Hanya untukku? Apa aku boleh berharap? Semua yang kita lakukan serta ciuman di jembatan kala itu. Boleh aku berharap bahwa kau mencintaiku?"
Yoongi terkesiap. Mereka hening sesaat hingga isak tangis Jimin membuat Yoongi tersadar.
"Aku hanya membutuhkanmu saat ini. Itu yang dikatakan mereka di kepalaku. Mereka membutuhkanmu. Bahkan 'sesuatu' di dalam diriku juga mengatakannya. Aku bergantung padamu, Yoongi. Satu-satunya yang kutakutkan saat meninggalkan kota adalah dimana aku akan menjauh darimu. Aku mencintaimu," ucap Jimin diiringi isak tangisnya.
Perlahan Jimin menyentuh tangan Yoongi. "Izinkan perasaan ini tumbuh, Yoongi. Kau bisa mendorongku menjauh tapi kumohon biarkan aku memiliki perasaan ini. Kali ini saja."
Yoongi meremat tangan Jimin. Membawa tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. Hatinya hampir meledak saat melihat Jimin menangis memohon dirinya. Seberapa berharga dia hingga ditangisi?
"Jangan memohon, Jimin. Bahkan tidak diminta sekalipun aku akan di sisimu. Bahkan jika kau benar-benar pergi aku akan di sana, di surga bersamamu. Kita bisa bangun rumah kita bersama. Aku mencintaimu, Jimin."
Jimin terbelalak. Air mata semakin deras membasahi pipinya. Di dalam pelukan Yoongi, ia bisa merasakan dirinya dicintai.
***
Perlahan Jimin membaiki bahkan Jimin kecil sudah bisa berceloteh ria bersama Papa. Luna benar-benar psikiater yang luar biasa dalam waktu 2 tahun dibantu Yoongi walau mereka sempat terluka saat awal Jimin kecil bertemu Papa namun semua membuahkan hasil. Jimin berdamai dengan Jimin kecil serta Papa.
"Mereka akan membeli rumah di sini," ucap Luna saat menyeduh teh untuk Papa.
"Siapa? Kau dan Namjoon?" Papa menatap Luna.
Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari namun mereka masih betah duduk di dapur menikmati musim dingin mendekati Natal. Bahkan tadi siang mereka sudah berbelanja untuk persiapan Natal.
"Oh! Terima kasih, Papa. Aku hampir lupa Namjoon akan kemari. Tak apa dia tinggal di sini?" Luna bertanya dengan nada riang. Rindu adik lelaki kesayangannya serta sudah terbiasa bermanja ria dengan Papa Bear karna ia dari kecil di tinggalkan oleh sosok Ayah. Bahkan Luna berencana menikahkan Papa Bear dengan Mamanya.
"Tentu, Luna. Lalu siapa yang akan membeli rumah?" tanya Papa lembut.
Luna terkikik layaknya gadis penggosip. Ia sangat jahil walau ia hampir menginjak kepala 3. "Tentu Jiminnie dan Yoongi, Papa."
Papa ber-oh-ria. Luna tertawa kecil. Mereka kembali menyeruput teh.
"Papa oke dengan perihal itu?"
"Tentu. Apapun akan Papa lakukan demi Jimin, Luna. Hanya dia yang Papa punya di dunia ini. Papa akan membalas semua kesalahan yang pernah Papa buat di masa lalu. Semua luka dan air mata yang Jimin kecil rasakan tentu lebih mengerikan daripada Papa ditinggal oleh Jimin."
Luna tersenyum lembut sambil menyentuh tangan Papa yang keriput. "Papa adalah Papa yang luar biasa! Namjoon pasti sangat bahagia bisa bermain catur ataupun teka-teki silang bersama Papa di halaman nanti."
Papa tertawa, tangannya mengelus rambut Luna.
***
Double up again jangan lupa komen biar En semangat💙💙💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Anxiety | YoonMin [✓]
FanfictionBagaimana rasanya dijauhi karna memiliki penyakit mental? YOONMIN AREA "Aku mencintaimu" "Jimin bunuh diri" WARNING AREA THIS IS STORY ABOUT BOYSLOVE AND 100% FICTION