Bab IV

302 25 1
                                    

Kamar dengan nuansa gelap itu dipenuhi 5 orang dengan kegiatan berbeda. Mereka rencananya akan mengerjakan tugas besar dari salah satu pelajaran. Namjoon yang ditunjuk sebagai ketua akhirnya bertanggung jawab untuk memberikan kamarnya sebagai tempat mengerjakan tugas. Mereka sudah berkumpul kecuali Jimin yang bertepatan dengan waktunya terapi.

"Kapan akan mengerjakan?" tanya Hobi sambil melepaskan headphone dari telinganya.

"Entahlah. Seokjin masih khawatir dengan Jimin." Jungkook menunjuk Seokjin yang mondar-mandir di balkon.

"Kita semua seperti orang buta akan keadaan Jimin walau kita teman dekat namun mana ada teman dekat yang tidak tau keadaan temannya," ucap Hobi membuat atensi ketiga orang yang tersisa menatapnya.

"Tidak ada yang tau perasaan Jimin selain dirinya sendiri jadi kita jangan pernah menghakimi perasaannya," sahut Namjoon lanjut memejamkan mata.

"Namun tidak adil jika hanya Seokjin yang lebih tau 'sedikit' dari kita," timpal Jungkook.

Seokjin menghampiri mereka sambil melempar ponsel ke lantai. Beruntung ia melempar ke karpet bulu.

"Tidak ada yang tau 'sedikit' soal Jimin!"

"Santai, Jinnie," ucap Namjoon lembut. Tidak lucu ada baju hantam di kamarnya.

Jungkook menggeram. "Lalu?! Jimin tidak pernah cerita pada siapapun?! 'Apakah kita teman?' itu hanya kata belaka?! Teman mana yang tidak tau keadaan temannya?!"

Seokjin hampir meraih baju Jungkook jika Namjoon tidak menahannya.

"Apa kau tau rasanya punya penyakit mental?! Tau?! Tidak kan?! Kau tau rasanya melihat orangtuamu bunuh diri di depan matamu! Kau tau rasanya?! Brengsek! Jimin melakukan itu bukan tanpa sebab, sialan!"

Hobi menutup mulutnya. Jungkook yang tadinya berapi langsung sendu. Taehyung bahkan tak mampu berekspresi. Bahkan Namjoon yang memeluk Seokjin sampai termundur beberapa langkah.

"Dia menyimpan semuanya sendiri karna ini yang dia takutkan. Ini! Reaksi dan tatapan kalian akan berubah padanya! Tatapan jahil dan jenaka akan berubah menjadi tatapan kasihan! Setan! Jimin hanya butuh dukungan bukan di kasihani! Perlakukan dia seperti Jimin yang biasanya!" teriak Seokjin.

Jungkook menghambur ke pelukan Seokjin. Mengucapkan maaf berkali-kali sambil menangis. Mereka menangis bahkan Namjoon menangis dalam diam.

***

Jimin menghabiskan jam istirahat bersama Yoongi di atap. Mereka menyantap roti dan susu stroberi. Yoongi bahkan hampir mengorder gelato jeruk yang Jimin suka.

"Kau ada waktu untuk jalan-jalan?" tanya Yoongi. Ia melirik Jimin yang menatap awan penuh minat.

"Ada."

"Wow. Apa awan lebih menarik daripada aku? Seorang Min Yoongi?"

Jimin mengerjap lalu menatap Yoongi. Senyumnya terulas tipis. "Maaf. Aku hanya suka melihat awan bergerak lalu berubah bentuk."

"Hm." Yoongi ikut menatap awan namun ia lebih suka melihat wajah cerah Jimin yang melihat awan. Cantik.

"Aku punya kafe baru dengan nuansa yang lucu. Kamu suka kucing?" tanya Yoongi. Tangannya meraih tangan Jimin. Kecil sekali.

"Huh?" Jimin terkejut. Kenapa Yoongi menautkan jemari mereka? Jimin tidak sedang kambuh.

"Suka kucing?" tanya Yoongi lagi.

Jimin terdiam. Wajah Yoongi sepertinya terlalu dekat dengan wajahnya. Ia bisa merasakan deru napas Yoongi.

"Aku suka," jawab Jimin.

Anxiety | YoonMin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang