Sekolah menengah atas Seoyeodan mengalami duka cita mendalam. Seokjin menangis tersedu. Lelaki itu sudah menangis dari kemarin bahkan saat ini ia masih bisa menangis. Namjoon disisi Seokjin tak bisa menahan diri untuk menangis. Bahkan Hobi tidak mau ikut menyerahkan mawar putih kepada foto yang ditaruh di aula sekolah.
Jungkook meletakkan mawarnya kemudian berjongkok disana sambil mengatupkan tangan. Air matanya mengalir dengan bibir yang menggumamkan doa kepada yang telah pergi.
Bahkan Taehyung tak mampu mendekat. Ia di ujung sana menangis tanpa suara. Tubuhnya lelah menangis namun rasanya sesak.
Tadi pagi kepala sekolah mengumumkan bahwa Park Jimin melakukan aksi bunuh diri di rumah sakit Seoyeodan. Lalu setelahnya sekolah memasang foto Jimin di aula sekolah dengan karangan bunga.
Seluruh siswa-siswi tentu terkejut luar biasa. Bahkan geng 6 kawanan itu tak mampu menahan sesak mereka.
"Kau bilang cuma koma! Kenapa bohong, sialan!" Seokjin menjerit putus asa.
Namjoon mengusap bahu Seokjin. Saat itu mereka berlima mendapatkan pesan dari Papa Bear bahwa Jimin koma di rumah sakit, namun paginya disini di aula sekolah ada foto Jimin dengan karangan bunga.
"Kau brengsek! Kau bilang akan sembuh! Kita akan jadi idol, Jimin! Kita akan trainee sama-sama! Tolong kembali!" Seokjin meronta-ronta di pelukan Namjoon. Tenggorokannya sakit karna terus berteriak.
Jungkook bahkan masih khusyuk berdoa. Hingga Jungkook ambruk tak sadarkan diri bersamaan dengan Seokjin yang pingsan. Taehyung berlari menghampiri Jungkook dan segera menggendongnya begitupun Namjoon.
***
Keadaan rumah Jimin dipenuhi pelayat. Papa Bear duduk bersimpuh di sisi foto Jimin. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun. Matanya bengkak dengan pipi merah.
Luna ada di sudut ruangan berdiri tenang dengan tangan saling berpangku. Kepalanya menunduk saat pelayat memasuki rumah duka. Papa menerima semua ucapan bela sungkawa dengan tabah. Bahkan Luna sampai tersentak saat Seokjin berlari menghambur ke dalam pelukan Papa. Namjoon muncul disana dalam balutan jas hitam saat melirik kakaknya.
Ada Hobi berserta Jungkook dan Taehyung yang datang dengan sebuket mawar putih. Luna mengerjap, mereka terlihat sangat terluka kehilangan Jimin. Apakah ini cukup?
Papa bergantian memeluk mereka. Mengucapkan kata semangat agar berhenti menangisi Jimin. Seokjin tidak pernah berhenti menangis. Bahkan saat sudah pingsan berkali-kali dan bangun kembali dia akan tetap menangis.
"Relakan Jimin, Nak," ucap Papa lembut sambil mengusap rambut Seokjin.
Seokjin menggeleng. Ia tak mampu bersuara saat ini hatinya ngilu membayangkan Papa yang akan terus dibayangi wajah manis putranya. Papa akan sendirian menjalani hidup diantara bayang Jimin.
"Papa harus pindah," ucap Hobi ikut bersimpuh di depan Papa.
"Sejauh mungkin, Pa," tambah Jungkook.
Papa menggeleng. Mereka tahu rumah ini adalah rumah kenangan bersama Jimin, namun jika Papa terus dihantui perasaan sedih itu akan membuatnya terluka.
"Kumohon, Pa." Taehyung meraih tangan Papa lembut.
Papa menangis. Terdengar sangat pilu dan membuat mereka ikut menangis bahkan Luna di sana juga menangis. Membayangkan jika Jimin sungguh pergi tentu sangat melukai hati Papa.
"Tolong jaga tempat ini agar kita bisa bertemu Jimin walau hanya sebatas bayangnya."
***
Suasana hening dengan sebuah televisi menyala menampilkan keadaan rumah duka beserta aula sekolah. Bunyi pendingin ruangan memenuhi keheningan. Nara duduk di kursi kerja sambil memandangi televisi. Tangannya terbalut akibat patah saat jatuh bersama Jimin.
Mata Nara beralih pada sosok yang duduk dengan kaki mengayun di ranjang. Matanya tak lepas dari televisi seakan mencari sesuatu.
"Mereka teman yang baik. Sekarang sudah?" Nara menatap lamat Jimin.
Ya. Kejadian bunuh diri Jimin bersama Nara hanya membuat keduanya patah tangan dan kaki. Jimin masih hidup, tapi membuat skenario bahwa dirinya mati karna ia ingin bukti bahwa dirinya sangat disayangi. Disana banyak orang yang datang bahkan menangis.
"Bukankah waktunya pergi?" Jimin melompat turun dari ranjang mendekati televisi.
Nara mengangguk. Mereka terpaksa memindahkan Jimin ke luar negeri untuk pengobatan yang lebih efisien. Luna akan menemani Jimin dan Papa.
"Nara."
Nara menatap Jimin yang menyentuh televisi.
"Dimana Yoongi?"
***
Keadaan kembali seperti semula. Kembali bersekolah. Kembali makan siang di kantin. Kembali pulang ke rumah menaiki bis. Namun sesuatu terasa kosong. Sosok manis dengan suara halus tidak lagi tertawa dan berbincang dengan mereka.
Seokjin menjadi sosok yang paling kehilangan. Dirinya menjadi lebih pendiam dan banyak melamun. Bahkan Seokjin akan terhenti di aula untuk menatap tempat yang dulunya ditaruh foto Jimin.
Namjoon dan yang lain akan berusaha menghibur Seokjin agar kembali ceria. Namun terasa sia-sia. Seokjin seakan kehilangan jiwanya. Bahkan tak jarang ia akan menangis.
Saat memasuki bis Seokjin menuju kursi paling belakang dekat jendela yang dimana menjadi spot favoritnya bersama Jimin. Seokjin terkadang berhenti di depan rumah Jimin seakan bisa melihat Jimin yang tengah duduk di tangga teras menunggu Seokjin.
Hari-hari terasa semakin berat saat hari kelulusan. Seokjin tak mampu mendengar absen saat ia merasa nama Jimin tidak disebutkan lagi disana.
"Kim Seokjin!" Seokjin bangkit untuk menuju panggung menerima ijazah kelulusan.
Senyumnya mengembang kecil saat fotografer mulai menjepret mereka sebagai dokumentasi. Kepala sekolah meremat lembut bahu Seokjin seakan menguatkan. Seluruh guru tau Seokjin setiap hari menangis di aula.
"Kau selesai, Nak," ucap kepala sekolah bangga.
Seokjin mengangguk lemah. Ia turun dari panggung. Saat itu ia di panggil BK karna terus menangis di aula hingga saat ditanya oleh guru konseling ia mengatakan akan segera lulus dan menjadi psikolog. Seokjin akan menyelamatkan siapapun orang di dunia ini yang tengah terluka seperti Jimin.
"Kim Namjoon!"
Namjoon melangkah pelan menuju panggung. Senyumnya merekah sopan. Kepala sekolah tersenyum bangga karna Namjoon menjadi siswa nomor satu di kota dengan nilai lulus terbaik.
"Jadilah orang sukses, Nak." Namjoon mengangguk lalu turun dari panggung. Senyumnya tipis menerima ucapan selamat dari siswa-siswi yang ia lewati.
'Kita akan menyembuhkan. Segera susul aku ke luar negeri.'
Namjoon meremas ijazahnya. Dia akan buktikan pada Seokjin bahwa Jimin bahagia.
"Jung Hoseok!"
Hobi melangkah menuju panggung. Menerima ijazah, di foto, dan segera turun dari panggung. Senyumnya mengembang saat Jungkook bertepuk tangan kencang. Namun ia mengulum senyum saat melirik barisan mereka yang kurang satu orang.
"Kelulusan ini untukmu, Jimin," batin Hobi saat mengangkat ijazahnya.
"Kim Taehyung!" "Jeon Jungkook!"
Mereka menaiki panggung bersama karena seminggu sebelum kelulusan keduanya masuk trainee untuk boygrup di kota. Keduanya akan mewujudkan cita-cita Jimin sebagai idol yang bernyanyi dan menari untuk penggemar.
"Selamat, Nak." Kepala sekolah tersenyum bangga. Taehyung dan Jungkook paling banyak di foto bahkan staf agensi ada di sana.
"Kumohon bahagialah." Sosok dengan jaket kelabu mengintip dari pintu masuk. Senyumnya mengembang saat melihat wajah ceria Jungkook dan senyum Taehyung.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Anxiety | YoonMin [✓]
FanfictionBagaimana rasanya dijauhi karna memiliki penyakit mental? YOONMIN AREA "Aku mencintaimu" "Jimin bunuh diri" WARNING AREA THIS IS STORY ABOUT BOYSLOVE AND 100% FICTION