07 : timeless

245 31 0
                                    

I woke up from this reality-like dream
But got swallowed up by a nightmare-like day once again
But which is real?
In this world of mine that's without you
All I have are the dreams with you in them.
......
.
SELAMAT MEMBACA!
.
......

Jendral berlari dengan tergesa-gesa menyelusuri koridor rumah sakit, dibelakangnya keenam sahabatnya ikut berlari pontang-panting dengan wajah pias dan khawatir.

Dari kejauhan, dilihatnya seorang gadis berusia 20-an berdiri khawatir menunggu Jendral dengan jas putih kedokteran.

"Jen!"

Jendral berhenti, Ia menatap gadis dengan name tag Raline Fairuzia Itu dengan tatapan menuntut penjelasan.

"Bunda gue kenapa Lin!?"

"Dokter Richard lagi ambil tindakan." Gadis itu menatap Jendral dengan mata berkaca-kaca, "Dia bakalan baik-baik aja Jen."

"Baik gimana Lin?! Gue mau masuk!"

Raline menggeleng pelan dan memegang kedua bahu lelaki itu, "Gabisa Jen, tolong tunggu."

Jendral menggeleng kuat, "Dokter Raline, tolong, saya mau masuk."

"Tidak bisa dokter Jendral." Ujarnya gigih.

Tidak mendengarkan perkataan dokter cantik tersebut, Jendral menerobos masuk dan mengetuk-ngetuk kasar pintu kaca ruangan ICU didepannya.

Raline kalang kabut, "Jen tolong Jen, Jendral!" Ia berujar putus asa menoleh ke arah para sahabat lelaki itu yang sedari tadi hanya diam mencoba mencerna situasi.

Melihat itu, Liandra akhirnya memberanikan diri untuk menghampiri Jendral, Ia memegang bahu lelaki itu dari belakang agar sang pemilik mundur dari kaca.

"Jendral!"

"APAAN?! GUE MAU LIAT BUNDA GUE ANJING!!"

Liandra menghela nafasnya, "Iya nanti Jen, tunggu."

"PERSETAN! GUE BAKALAN NYELAMETIN BUNDA, GUE BAKALAN DONORIN HATI GUE KE BUNDA!! BIARIN GUE MASUK!!"

Lelaki itu menatap nyalang orang-orang di sekitarnya terutama Liandra dan Raline yang berusaha menghentikan tindakannya yang menerobos masuk. Para perawat yang berjaga disana juga hanya bisa menatap takut karena ini pertama kalinya mereka melihat sosok lain dari dokter Jendral yang biasa gemar bercanda dengan mereka.

Tidak ada juga yang berani memanggil satpam, karena setidaknya semua yang berada disana paham sekali perasaan lelaki itu.

Malven menghela nafas dan ikut maju menghampiri lelaki itu, Ia melayangkan tangannya untuk memberi satu bogeman di pipi sahabatnya tersebut.

Jendral tentu saja terkejut, Ia terjatuh dan menubruk dinding disebelahnya.

"JEN LIAT GUE?!" Malven menarik kerah baju lelaki itu dan berjongkok, "Tunggu disini sebentar, semua pasti bakalan baik-baik aja-Tante Arum bakalan baik-baik aja."

Jendral menatap Malven dengan nafas yang tersengal-sengal karena emosi yang menguasai dirinya, kini bahkan berbagai kemungkinan hinggap dikepalanya.

Banyak sekali hal yang mendominasi, bahkan tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk.

Jendral balik meraih kerah baju lelaki didepannya, "BAIK GIMANA MALV?! GUE INI DOKTER GUE GAK BISA DIBOHONGIN SAMA KATA-KATA ITU!"

"GUE PAHAM KEADAANNYA." Malven balas berteriak, "Tapi meski begitu, Lo harus percaya sama dokter Richard, lo harus percaya sama bunda lo."

Ia melepaskan cekalan tangannya pada kerah baju Jendral dan bangkit berdiri sebelum membantu lelaki itu untuk ikut berdiri.

"Mereka bakalan keluar kurang dari dua menit."

From Home [NCT DREAM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang