Mingyu melempar jauh pisau lipat yang ada di tangannya, ia lalu bangkit berdiri. "Harus kau lunasi jika kau tidak ingin aku menjual organmu." ucapnya pada pria yang bersimpuh di hadapannya, wajahnya penuh dengan darah karena benturan di kepalanya.
Pria Kim itu berbalik dan berjalan keluar dari ruang bawah tanah tersebut, yang lokasinya tepat di bawah kebun belakang rumah. Ia menaiki tangga dan keluar di sebuah pintu kayu di area dapur. Mingyu berjalan menuju ruang tamu. "Dia tidak mau keluar?" tanyanya pada Seokmin yang ada di ruang tamu.
Seokmin menggeleng kecil. "Tidak mau, dia terlalu takut padamu Mingyu." jawabnya.
Keduanya membicarakan Wonwoo, Mingyu menyuruh Seokmin untuk membawa Wonwoo keluar dari kamar dan mereka bisa makan siang bersama, tapi sepertinya pria Jeon itu sama sekali tidak mau bahkan pintu kamar itu sudah tak di kunci lagi.
Mingyu lalu berjalan meninggalkan Seokmin menuju kamar Wonwoo, ia membuka pintunya dan menatap Wonwoo yang duduk bersandar di sisi ranjang, memeluk erat kedua lututnya. "Wonwoo." panggilnya dan pria itu mendongak sedikit, menatap Mingyu dengan takut. "Pergi ke ruang makan sekarang dan setelah aku mandi kita makan siang bersama." tegasnya dan ia pergi dari sana.
Wonwoo mengerjapkan kedua matanya, ia menelan ludahnya dengan kasar karena melihat bercak darah di kaos putih yang Mingyu gunakan. Ia lalu berdiri, menghembuskan napasnya panjang mencoba untuk menenangkan diri.
Sejak Mingyu memaksanya untuk menonton persetubuhan Mingyu dengan Eunwoo dua hari lalu, Wonwoo menjadi diam, ia bahkan tak berani menatap Mingyu dan hanya menunduk saat pria itu masuk ke kamarnya. Ia benar-benar ngeri jika Mingyu memaksanya untuk melihat hal tidak senonoh itu hingga membuatnya menangis bahkan terus mengingat kejadian malam itu.
Wonwoo melangkah keluar dari kamar, ia menatap sekeliling dan berjalan ke arah dapur di mana ruang makan juga ada di sana. Di ruang tamu, ada Seokmin di sana, ia menatap pria Lee itu selama beberapa saat sebelum ia melanjutkan jalannya menuju ruang makan.
Begitu masuk, ia mendapati beberapa pelayan yang sedang menyiapkan makan siang. Wonwoo menarik kursi dan mendudukkan diri di sana, ia terdiam sembari menunggu Mingyu, menunggu para pelayan menyelesaikan pekerjaan mereka. Di atas meja, terdapat cukup banyak jenis lauk.
Wonwoo terus terdiam hingga akhirnya ia mendengar suara langkah kaki yang ia tahu adalah Mingyu. Pria Kim itu mendudukkan diri di seberang Wonwoo, menatap Wonwoo yang menundukkan kepalanya dengan wajah murung dan takutnya. "Wonwoo." panggilnya.
Wonwoo mendongak sedikit, menatap Mingyu tapi tidak sepenuhnya menatap Mingyu, ia malah menatap pakaian yang Mingyu gunakan.
Mingyu menghela napasnya, pria di seberangnya sama sekali tak mau di ajak bicara. Ia kemudian meraih satu potongan ikan yang tak cukup besar dan menaruhnya di piring Wonwoo. Sebuah hidangan maeuntang. "Kau bisa makan ikan kan?" tanyanya dan Wonwoo mengangguk kecil untuk menanggapi. "Makanlah." ucapnya kemudian.
Wonwoo mulai memakannya, ia juga diberi beberapa makanan pendamping oleh Mingyu di atas piringnya. Hanya denting antara sendok dan piring yang mengisi keheningan di ruang makan tersebut.
Pria Jeon itu makan dalam diam, ia sama sekali tidak bisa menikmati makanan yang ada di hadapannya, yang terpenting adalah ia harus makan daripada ada korban lagi karena ulahnya.
Mingyu yang juga sedang makan memperhatikan Wonwoo. "Apa kau memikirkan kejadian malam itu?" tanyanya dan Wonwoo terdiam. Mingyu menghela napasnya panjang dan minum. "Kau--" kalimatnya terhenti saat Wonwoo tiba-tiba terbatuk. "Wonwoo!" serunya dan ia bangkit.
Wonwoo terus terbatuk, ia tersedak dan memegangi lehernya. Mingyu mendekat dan meraih segelas air putih di hadapan Wonwoo dan membantu meminumkannya pada Wonwoo. Pria Jeon itu mendongak, mata merahnya menatap Mingyu. "..duri.." lirihnya sembari memegang lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist
FanfictionMINWON • COMPLETED - book version of 'antagonist' at Mingyu × Wonwoo Orang bilang bahwa jatuh cinta pandangan pertama itu menyenangkan, tapi bagaimana jika jatuh cinta karena kasihan? Bukankah itu akan menjadi sebuah pintu perasaan yang benar-benar...