Dengan kecepatan di atas rata-rata, Mohit berhasil sampai di kantor polisi dalam waktu yang hanya beberapa menit. Ayesha segera berlari masuk untuk melacak asal panggilan itu, sedang Mohit tentu saja harus memarkir mobilnya terlebih dahulu.
"Bunty, cepat lacak panggilan ini!" perintah Ayesha tiba-tiba, membuat Bunty yang tengah makan gorengan hampir tersedak.
Pria berkacamata tebal itu mengangguk dan segera meletakkan samosa-nya kembali ke piring, berkutat di layar laptop demi menemukan apa yang Ayesha perintahkan untuk dicari.
Butuh waktu untuk itu. Ayesha setia menunggu di sebelahnya bersama Mohit. Hasilnya bahkan belum ketemu ketika telepon di kantor polisi itu berdering. Rajiv yang berhadapan dengan benda itu pun langsung mengangkatnya.
"Halo?"
Tiga detik setelah kata itu terucap dari mulut Rajiv, ekspresi pria kurus berkumis tebal itu langsung berubah. Ia menatap Mohit dan Ayesha yang seolah sudah tahu siapa yang menelpon dan ada kejadian apa.
Rajiv meletakkan kembali telepon itu dan mendekat pada kedua atasannya. "Pak, Bu, terjadi pembunuhan lagi. Calon pengantin yang akan menikah dua hari lagi, namanya Mira Ahmed, dia tinggal di pinggiran kota."
Mohit dan Ayesha tak tahu harus terkejut atau malah biasa saja. Bagaimanapun juga, mereka lebih dulu tahu soal itu, hanya saja tak bisa langsung datang ke tempat kejadian karena tak tahu lokasinya.
"Ketemu!" seru Bunty tiba-tiba.
Satu kata itu membuat raut lega dan senyuman terpancar di wajah Mohit juga Ayesha.
"Di mana?" tanya keduanya tak sabar.
"Telepon umum daerah utara, dekat hutan."
"Kirim lokasinya pada kami." Mohit dan Ayesha langsung berlarian keluar setelah mengatakan itu. Namun, Ayesha kembali tak sampai tiga detik, "Kalian datang ke tempat korban baru itu dan periksa tempat kejadian," titahnya. Ada Raghav dan Tambe yang masih berada di sini.
"Tambe, kau yang pergi ke sana, ya? Aku masih harus mencoba menghubungi Zafar Ali Khan," kata Raghav.
Tanpa protes, Tambe mengerahkan beberapa orang untuk pergi bersamanya ke rumah Mira Ahmed. Sementara Raghav, dia sedari tadi berusaha menelpon ke nomor Zafar yang diberikan Zareen, tapi hasilnya nomor itu terus tidak aktif.
Selain itu, akun instagram Sonali yang ia cari sejak kemarin juga tidak ketemu. Entah Zareen berbohong atau bagaimana, yang pasti adalah tidak ada akun bernama princesssonali.
Di sisi lain, Mohit dan Ayesha sudah berada dalam perjalanan. Sekali lagi, Mohit menyetir dengan kecepatan di atas rata-rata. Lagi pula dia memakai mobil polisi, jadi sedikit agak bebas.
Tiga puluh menit kemudian, mereka berdua sampai di lokasi yang dimaksud Bunty. Dan benar, ada kotak telepon umum di sana. Kedua polisi itu pun segera turun dan berlari kecil ke sana.
Sepi. Kata itu yang pertama menggambarkan tempat ini. Wajar sebenarnya, karena ini pinggir hutan. Hanya ada suara-suara binatang dan burung atau kupu-kupu yang beterbangan.
"Pembunuh itu pasti sudah pergi," decak Ayesha kesal.
Mohit tak menanggapi dan lebih memilih mengawasi sekitar. Ia menyipitkan mata saat melihat seorang gadis berdiri di balik pohon besar. Gadis itu bercelana panjang berwarna hitam dan kemeja berwarna putih. Ia juga membawa tas ransel kecil berwarna hitam di punggungnya. Mohit pun segera berlari ke sana. Ayesha yang mengetahui itu pelan-pelan mengikuti.
"Angkat tangan!" seru Mohit.
Gadis itu secara refleks mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sambil berbalik. Mohit dan Ayesha langsung mengernyit melihat gadis yang wajahnya tak asing itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Brides Killer
Mystery / Thriller[Villain Series #2] --- Malam mencekam itu belum berakhir. Pembunuhan seorang calon pengantin membuat Mohit terpaksa dikembalikan ke pekerjaannya setelah sempat diberhentikan. Pembunuh ini selalu dan hanya mengincar calon pengantin yang akan menika...