06 • Ciri Serial Killer

53 7 166
                                    

"Mohit! Mohit!" panggil Ayesha sambil setengah berlari keluar dari ruangannya. "Di mana Mohit?"

"Pak Mohit pergi menangkap calon tersangka, Bu," jawab Rajiv.

"Calon tersangka?" Ayesha memastikan.

Polisi penjaga rumah bernama Rajiv itu mengangguk-angguk ke samping. "Hasil dari interogasinya pada wanita tadi, Pak Mohit mencurigai satu orang sebagai tersangka," jelasnya.

"Baiklah."

Ayesha kembali ke ruangannya. Tangannya masih menggenggam erat ponsel Mohit yang ia sita. Beberapa saat lalu, telepon masuk ke ponsel itu dari nomor yang sudah ditandai sebagai pembunuh. Namun, sial. Ayesha tidak tahu karena posisinya ponsel itu sedang diisi daya. Dia langsung mencoba menghubungi lagi nomor itu ketika tahu, tapi nomor itu sudah kembali tidak aktif. Dia kehilangan jejak lagi.

Di saat yang bersamaan di lain tempat, semua karyawan diam memandang Mohit tanpa menjawab pertanyaan yang pria itu lontarkan. Mungkin saja mereka semua masih terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba.

"Ada apa ini?" tanya Samaira yang mulai melangkah ke tengah para karyawannya yang berkumpul.

Mohit mendekati wanita itu. "Bu, kami ingin memanggil Shaad Mathur," ujarnya.

"Memanggil Shaad? Untuk apa?"

"Kami hanya ingin meminta pernyataannya karena dia kekasih dari mendiang Krisha Arora," jelas Mohit. "Bisa kau tunjukkan yang mana Shaad Mathur?"

"Tunggu dulu, apa kasus Krisha dibuka kembali? Untuk apa kau memerlukan pernyataan Shaad?" cecar Samaira.

Mohit menghela napas panjang. "Begini, kau pasti sudah mendengar berita soal pembunuhan calon pengantin, kan? Kami sekarang menyelidiki kasus itu."

"Jadi maksudmu, apa kau mau menuduh Shaad terlibat dalam kejadian itu?" tanya Samaira tetapi dengan nada menuduh.

"Tidak, Bu. Kami hanya ingin sedikit menginterogasinya dan meminta beberapa pernyataannya. Sekarang bisa kau tunjukkan Shaad yang mana?"

Samaira menggeleng dan justru terlihat kesal. "Mana surat perintahnya?"

Mohit mengerjap beberapa kali. "Surat perintah apa?"

"Kau ingin menangkap Shaad, kan? Aku baru akan membiarkanmu membawa Shaad setelah kau menunjukkan surat perintah penangkapannya," kata Samaira.

"Bu, saya hanya izin membawanya sebentar untuk diinterogasi, bukan menangkap. Ini sungguh tidak memerlukan waktu lama apalagi surat perintah," jelas Mohit.

Samaira tetap menggeleng dan kekeh dengan keputusannya. "Tidak. Kau harus menunjukkan surat itu dulu, karena sekarang masih jamnya Shaad bekerja."

Mohit menarik napas panjang dan menghembuskannya sesabar mungkin. Memang dasar, semua wanita tak bisa dibantah. "Baiklah, kami batal membawa Shaad. Interogasinya kami lakukan di sini saja. Bagaimana?"

Samaira terdiam selama beberapa saat, baru kemudian mengiyakan dengan mimik wajah yang sangat terpaksa. Ia kemudian memanggil Shaad. Shaad keluar dari kerumunan dan mendekat pada Mohit.

"Saya Shaad," ucap pria itu datar seperti biasa.

Mohit memandang Shaad dari ujung kaki sampai ujung rambut. Ketika pandangannya sudah sampai ke rambut, ia menurunkan tatapannya kembali ke wajah Shaad. Ternyata dia Preeti versi laki-laki, wajahnya sangat datar dan tatapannya sangat tajam, batinnya.

"Interogasinya di ruanganku," perintah Samaira.

Mohit bersama Shaad dan Samaira pun pergi ke ruangan Samaira. Bos dari Shaad itu sepertinya sangat menyayangi Shaad, hingga seakan tak mau meninggalkan Shaad seorang diri.

The Brides Killer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang