Mohit dan Ayesha sekarang dalam perjalanan ke rumah Shaad. Mungkin saja di sana ada CCTV yang bisa memberi petunjuk kapan Shaad berangkat ke kantor. Apa benar-benar terlambat seperti yang pria itu katakan atau tidak.
"Selain mencari informasi tentang Shaad, kita juga harus mencari Sonali," kata Ayesha.
Mohit menghela napas panjang dan berdecak. "Masih mau menyalahkannya? Gadis malang itu bahkan tak tahu ada di mana."
"Hanya mencaritahu kesehariannya lewat para tetangganya," tutur Ayesha.
Mohit tak menjawab lagi. Tak lama kemudian, mereka tiba di alamat yang dimaksud. Rumah itu tertutup rapat, mungkin karena Shaad sekarang bekerja dan tidak ada orang lain di dalamnya.
Kedua polisi itu turun. Mereka berjalan menghampiri salah seorang tetangga Shaad yang kebetulan tengah menyiram tanaman di depan. Rumah orang itu persis berada di seberang rumah Shaad.
"Permisi, Pak," ucap Mohit dan Ayesha pada pria paruh baya itu.
"Iya. Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria tua berkepala botak dan berkacamata itu sembari menata kacamatanya.
"Anda mengenal pemilik rumah di seberang rumah Anda ini?" Ayesha mulai bertanya.
"Iya, sangat kenal. Dia Shaad. Anaknya baik dan hidupnya lurus-lurus saja. Memang wajahnya pelit ekspresi, tapi sebenarnya dia sangat baik," terang pria itu bahkan sebelum Ayesha dan Mohit meminta penjelasan.
Ayesha dan Mohit manggut-manggut. "Lalu, kegiatannya setiap hari? Apa Anda tahu dia ke mana saja, Pak?"
"Pagi bekerja, pulang malam, kadang-kadang lembur. Dia itu pria yang rajin."
Sekarang Ayesha dan Mohit saling tatap. Jadi benar yang Shaad katakan.
"Dan tadi pagi, apa Anda tahu dia berangkat jam berapa?"
Pria itu terlihat berpikir. "Wah, kalau itu aku tidak tahu. Tidak terlalu memperhatikan juga," jawabnya. "Kalau boleh tahu, kalian berdua ini siapa, ya?"
"Kami dari kepolisian, Pak. Saya Ayesha, dan ini rekan saya, Mohit," jawab Ayesha. Mereka berdua memang tak memakai seragam, jadi sangat wajar kalau pria itu tak tahu.
Pria itu awalnya terkejut, tapi langsung terlihat biasa saja. "Hmm ... kalian mencari-cari Shaad untuk apa? Apa dia sudah melakukan sesuatu?"
Ayesha menggeleng dan tersenyum. "Tidak ada, Pak. Ah, iya, apa ada CCTV yang menghadap sampai ke rumah Shaad?"
"Maaf, Bu Polisi. Rumahku tidak ada CCTV-nya, tapi rumah di sebelah situ ada," jawab sang pria sembari menunjuk ke rumah yang terletak persis di sebelah rumah Shaad.
"Baiklah, Pak. Terima kasih banyak atas informasinya. Kami permisi."
Ayesha dan Mohit sekarang menuju ke rumah yang dimaksud pria tadi. Rumahnya juga tertutup, tapi begitu diketuk sebanyak tiga kali, penghuninya langsung muncul.
Mereka bertanya pada wanita penghuni rumah itu, pertanyaan yang sama yang mereka ajukan pada pria tadi. Jawaban yang didapat pun sama. Shaad adalah pria baik meski wajahnya seperti penjahat, dia selalu berangkat bekerja di pagi hari dan pulang malamnya, dia bukan pria yang kebanyakan tingkah atau suka berulah, hidupnya monoton dan datar sekali. Selain itu, mereka mendapatkan rekaman CCTV berupa kapan Shaad berangkat bekerja.
Lalu lanjut ke tetangga ketiga, jawabannya pun tak jauh beda. Hanya saja tetangga satu ini agak sensitif karena katanya Shaad tidak pernah tersenyum saat menyapanya; dia berkata Shaad pria yang tak ramah. Mohit dan Ayesha memaklumi. Tetangga satu ini adalah nenek-nenek, mungkin saja dia menginginkan versi orang paling ramah dalam diri Shaad.
![](https://img.wattpad.com/cover/231150373-288-k18726.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Brides Killer
Mystery / Thriller[Villain Series #2] --- Malam mencekam itu belum berakhir. Pembunuhan seorang calon pengantin membuat Mohit terpaksa dikembalikan ke pekerjaannya setelah sempat diberhentikan. Pembunuh ini selalu dan hanya mengincar calon pengantin yang akan menika...