11 • Korban Kedelapan

50 6 79
                                    

Mohit dan Ayesha langsung putar balik dan kembali pergi menuju rumah Simran Kaur. Mengabaikan gadis bernama Shivya Krishnan yang kemungkinan hanya tipuan dari pembunuh itu.

Tak sampai 30 menit karena mengebut dengan kecepatan di atas rata-rata, mereka sampai kembali ke rumah berlantai dua yang kini sangat ramai tersebut.

Keduanya turun dan membelah kerumunan. Ada yang aneh karena semua orang membentuk lingkaran mengerumuni sesuatu di depan sana. Sambil membuka jalan, Ayesha terheran-heran sampai keheranannya kemudian berubah menjadi pekikan keras saking terkejutnya.

Di sana, Simran yang dalam keadaan berlumuran darah dan baju yang basah berada di pangkuan Ayahnya yang menangis. Ayesha dan Mohit menutup mulut mereka karena benar-benar shock.

"Apa semua ini?! Kalian bilang semuanya akan baik-baik saja saat tim kalian menjaga, tapi ini? Simran-ku telah pergi! Penjahat itu masih beraksi bahkan saat kalian sudah berjaga!" murka Ayah Simran itu. Pria Punjabi bernama Kuljeet Singh.

Pria berperawakan tinggi, besar, dan gemuk itu bangkit dengan gusar. "KALIAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB! AKU INGIN SIMRAN-KU KEMBALI!" amuknya pada Mohit dan Ayesha yang tentu hanya bisa diam saja.

Untuk selanjutnya, pria itu ambruk dan menangis meraung-raung. Tak jauh dari sana, Ibu Simran juga masih pingsan. Mohit dan Ayesha tak bisa berbuat banyak selain menunggu mereka tenang terlebih dahulu sebelum melakukan tugas. Sementara ini, mereka memanggil tim forensik agar datang dan membawa jasad Simran ke rumah sakit untuk dilakukan autopsi.

"Tuan, bagaimana semua ini bisa terjadi? Bukankah Simran selalu dalam pengawasan?" tanya Ayesha hati-hati setelah keadaan sedikit tenang.

"Tadi ... anak buah kalian datang ke sini. Dia mau menemui Simran, katanya untuk memastikan keadaannya. Setelah aku mengantarnya, tiba-tiba lampu padam. Kami mencari penerangan dan kembali ke lantai atas. Saat itu tiba-tiba lampu kembali menyala, dan Simran ... sudah hilang," cerita Tuan Kuljeet dengan tatapan kosong dan suara lemahnya yang menahan tangis.

"Kami semua mencarinya ke semua tempat. Kami sudah takut luar biasa, tapi masih mencoba berpikir positif, meskipun itu tak berhasil dan kami tetap ketakutan. Lalu, kami tiba di danau dan melihat seseorang mengambang di sana. Kami mendekat menggunakan perahu, dan tahu ... ternyata itu Simran," lanjutnya. Pria itu kembali menangis tersedu-sedu, tak kuat dengan apa yang terjadi.

Mohit mendekat dan mengusap-usap punggung pria itu untuk setidaknya sedikit menyalurkan ketenangan. Sementara Ayesha tetap berdiri sambil berpikir, siapa pria berseragam polisi itu? Sudah jelas itu pasti si pembunuh, tapi siapa orangnya?

"Apa ada yang bisa menggambarkan ciri-ciri si pembunuh itu?" tanya Ayesha pada semua orang. "Aku mohon, nanti tim kami akan membuat sketsanya untuk disebar, agar tak ada lagi korban lain," lanjutnya.

"Aku, Bu," sahut Kuljeet sembari mengusap air matanya dan berdiri.

"Sungguh, Tuan? Anda baik-baik saja dengan ini?" Ayesha memastikan.

"Sungguh. Aku tak ingin ada lagi ayah yang akan kehilangan putrinya, juga tak ingin ada putri yang harus meregang nyawa di hari bahagianya."

Ayesha sedikit terharu, apalagi melihat sorot kesungguhan di mata pria itu. "Baiklah, Tuan."

Matahari sedikit memunculkan dirinya di ufuk timur ketika rombongan polisi bersama tim forensik datang. Bukannya mereka yang lambat, tapi jarak yang ditempuh memanglah jauh. Ditambah lagi kejadiannya juga ketika hari hampir pagi.

Tim forensik segera membawa mayat Simran masuk ke mobil ambulance dan pergi, sedang beberapa polisi yang masih di sana memeriksa tempat kejadian. Mohit dan Ayesha ikut kembali karena harus menemani Ayah Simran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Brides Killer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang