02 • Daftar Tersangka

72 7 156
                                    

Mohit bersama Gaurav kembali ke kantor polisi dan langsung menemui ahli IT yang dipekerjakan di sana. Nomor yang tadi menelponnya akan ia lacak milik siapa, sekaligus juga mencari siapa itu Mishti Sharma.

Bunty, sang ahli IT sedang melakukan tugasnya sejak beberapa menit lalu. Sedang Mohit menelpon kenalannya yang bekerja di pemerintahan untuk mencari data diri Mishti Sharma.

"Pak, nomor itu terdaftar milik seorang gadis bernama Krisha Arora," ujar Bunty setelah menyelesaikan tugasnya.

"Krisha Arora? Seorang gadis?" ulang Raghav memastikan.

Bunty mengerjap beberapa kali. Pemuda berambut keriting itu membenarkan letak kacamatanya dan kembali menatap laptop di hadapannya, lantas mengangguk. "Iya, di sini terdaftar nama pemilik nomor itu adalah Krisha Arora."

"Tapi Pak Mohit bilang yang menelpon seorang pria," pikir Raghav.

Mohit menghentikan kegiatannya menelpon dan menghampiri Bunty. "Kita selidiki soal itu nanti. Pertama katakan dulu, di mana lokasi si penelpon itu?"

Bunty menggeleng sambil menggaruk rambut ikalnya yang panjang. "Lokasi terakhirnya tak bisa dilacak. Kemungkinan besar penelpon itu tak mengaktifkan lokasinya, atau dia sedang menyalakan mode pesawat, atau mungkin melepas kartu sim itu dan mematikan daya ponselnya," jelasnya mendetail.

"Lalu sekarang bagaimana?"

Bunty menggeleng. Raghav diam saja menyaksikan, tetapi keningnya berkerut seperti tengah berpikir.

"Pak, Pak!"

Suara teriakan itu mengalihkan perhatian ketiganya. Salah seorang polisi berlarian menghampiri mereka bertiga dengan wajah paniknya.

"Rajiv, ada apa?" tanya Mohit.

"T-terjadi pembunuhan lagi," jawab Rajiv dengan napas terengah-engah.

"Apa?!" pekik Mohit dan Raghav refleks.

Rajiv mengangguk dengan yakinnya. "Kejadiannya baru saja. Korbannya seorang calon pengantin, namanya Mishti Sharma, yang akan menikah tiga hari lagi."

Penjelasan itu sukses membuat mulut Mohit terbuka lebar. Bagaimana tidak? Sekitar satu jam lalu dia mendapat telpon itu, dan kini, apa yang ia dengar di telepon benar-benar terjadi.

Mohit menggelengkan kepala, menyadarkan dirinya dari keterkejutan itu. "Kita ke sana sekarang," putusnya.

***

Shaad menghentikan mobilnya setelah kembali memasuki area parkir kantor. Sebelum keluar, ia memastikan dulu dirinya tak terlihat mencurigakan. Pakaiannya dari ujung rambut sampai ke ujung kaki sama dengan ketika ia pergi.

Drrrrttt

Ponsel yang Shaad letakkan di dashboard bergetar-getar. Panggilan dari nomor itu masuk kembali.

"Good job, Shaad. I'm proud of you." Kata-kata yang sama persis dengan seminggu lalu kini ia dengar lagi. Namun dia tak membalas basa-basi itu.

"Sekarang katakan, siapa 'dia'?"

"Arre yaar," Terdengar gelak tawa dari ujung sana, "baru dua korban, dan kau sudah menagihku? Ayolah, Bro, tugasmu masih banyak."

Shaad menggeram marah, tetapi pada akhirnya tak bisa melakukan apa-apa sebab seseorang di seberang sana sudah memutus sambungannya.

"Sebenarnya ingin sekali kulenyapkan kau, Shaan," geramnya tertahan.

Pria bertubuh tinggi yang terkenal dengan wajah datarnya itu mengatur napas. Dia harus terlihat baik-baik saja di depan semua orang. Tidak ada yang boleh mencurigainya sama sekali.

The Brides Killer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang