the way

619 71 1
                                    

Dengan kelima jemari tangan kirinya Jungkook menyelesaikan lukisan yang sempat terbengkalai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan kelima jemari tangan kirinya Jungkook menyelesaikan lukisan yang sempat terbengkalai. Ia marah karena luka-lukanya ia tidak bisa berbuat banyak atau berfikir inspirasi yang lain. Untuk memegang kuas saja jari-jarinya masih gemetar.

Jungkook berjanji akan membalas semua yang sudah terjadi padanya.

Kursi dengan roda itu ia geser dengan sedikit mencondongkan badannya, membuka laptop dan mencari informasi sebanyak mungkin tentang pemuda yang iseng ingin membunuhnya. Jungkook membaca kata demi kata tentang mahasiswa itu dan bersiap menyusun rencana. Sudah bisa dipastikan esok hari akan menjadi kenangan paling berkesan untuk orang yang telah bermain-main dengannya.

Pintu kamarnya terketuk dan ternyata kakaknya yang meminta ijin untuk masuk kamarnya. Jungkook tidak memberikan jawaban. Ia hanya menyalakan sebagian lampu kamar yang mati dan kemudian duduk di kursi belajarnya lagi. Disaat yang sama Yoongi tersenyum sedikit sembari berjalan mendekat.

"Kook-ah, Hyung tau sebab kecelakaan ini tidak wajar. Hyung berhak tau apa yang terjadi padamu. Begitu juga sebaliknya"

Jungkook tidak memberikan reaksi apa-apa. Dengan hanya tatapan datar dan wajah yang tertuju pada kakaknya itu, Yoongi merasa diberikan kesempatan lagi untuk bicara.

"Kau punya Yoongi Hyung untuk bisa menghadapi semua kesulitanmu" ucap Yoongi lagi.

Jungkook memutar bola matanya dan menghela nafas. Ia jengah mendengar semua orang meyakinkan dirinya bahwa ia tidak sendirian.

Fakta yang sebenarnya Jungkook lewati sudah jelas berbeda. Disaat masa muda Jungkook yang terbengkalai dan harus bekerja Yoongi memilih bekerja keras dengan musik hingga ia memiliki depresi sampai sekarang. Depresi Yoongi justru mempersulit hidupnya. Keberadaan Yoongi sangat mengganggu Jungkook.

"Aku tau" singkat Jungkook yang tidak ingin memperpanjang percakapan dengan kakaknya.

"Kook-ah, Hyung tau dan bahkan semua orang juga pasti bisa melihat kau sedang menjauhi Hyung. Kenapa? Ada masalah apa sampai kau sedingin ini" Tanya Yoongi yang entah mengapa merasa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengetahui alasan Jungkook.

"Tidak" jawaban Jungkook yang singkat dan langsung terucap setelah Yoongi bertanya terdengar tidak bisa dipercaya.

"Karena Yoongi Hyung punya masalah mental?"

Kali ini Jungkook terdiam sebentar dan memilih melanjutkan lukisannya yang tertunda.

"Keberadaanmu dan depresiku itu tidak ada hubungannya, Jungkook. Kau tetap adikku yang harus aku jaga" lanjut Yoongi.

Jungkook menurunkan kuasnya dan menoleh pada Yoongi. "Bagaimana caranya?" Tanya Jungkook setelahnya yang membuat Yoongi terdiam sejenak.

"Hehe. Sudahlah. Aku tidak ingin lagi mendengar omongan yang kosong. Aku tau kau sibuk. Jika kau terlalu lama dikamarku, Eomma akan mencarimu" kesal Jungkook bahkan ia tidak lagi menggunakan 'Hyung' untuk memanggil Yoongi.

Yoongi menunduk dengan tersenyum sedikit. Jadi memang benar Jungkook tidak ingin bermasalah dengan ibu mereka karena Yoongi. Memang jika diingat lagi, setelah Yoongi jujur ia rutin konsul dan memiliki masalah, Jungkook berubah. Eomma juga berubah jauh lebih protektif padanya.

Tapi meskipun tau masalahnya, Yoongi tetap tidak tau harus memperbaiki darimana untuk menyembuhkan hati Jungkook.

"Aku saja yang pergi kalau begitu" ucap Jungkook yang tiba-tiba berdiri. Namun langkahnya terhenti saat Yoongi mengenggam pengan kanannya. Lagi-lagi kakaknya itu meremat bagian tubuh yang masih terluka.

"Aku lelah dan tidak ingin bicara soal apapun lagi denganmu. Urusanku biar aku yang menyelesaikannya sendiri!"

"Apapun yang kau lakukan. Kita akan tetap jadi saudara, Kook-ah!"

"Dan itulah yang membuatku benci!"

Kali ini selesai sudah percakapan antara kakak beradik ini. Mendengar kata benci keluar dengan mudah dari Jungkook membuat tenaga dan fikiran Yoongi terhenti sesaat.

Adiknya tidak seperti sekarang. Jungkook penuh kasih sayang dan selalu menyayangi keluarganya. Tapi sekarang tatapan itu sangat berbeda.

***

Keesokan harinya, Jungkook membuka ruang kerja Seokjin dengan tergesa-gesa bahkan sudah mengajukan pertanyaan sebelum kakinya berhenti didepan meja Seokjin.

"Kenapa Yoongi Hyung tiba-tiba mengajakku bicara, Hyung?", nafas Jungkook masih berusaha ia atur ketika menanyakannya.

"Dia itu kakakmu, Jung. Wajar lah" jawab Seokjin seadanya dan langsung berjalan menuju semua peralatan P3K miliknya.

"Ya, tapi--" kalimat Jungkook terpotong karena dia sendiri pun bingung harus bagaimana bersikap didepan kakaknya sendiri.

"Sini. Mana yang luka kemarin", Seokjin dengan mode Hyung tidak bisa dibantah. Jungkook dengan sukarela membuka jaket zippernya dan mengangkat lengan kaos pendek oversizenya.

"Sebiru ini, Jung?"

"Kemarin Yoongi Hyung tidak sengaja meremat dan menarik tanganku dua kali. Dia tidak tau aku terluka dimana"

Seokjin hanya fokus pada mengobati lengan Jungkook. Kediaman menguasai mereka berdua untuk sesaat hingga Jungkook menurunkan lengan kaosnya dan Seokjin duduk kembali di kursi kerjanya.

"Jung, kau tidak perlu bertanggung jawab atas apa yang menimpa Yoongi atau apapun yang terjadi sekarang. Yoongi sudah lebih baik. Dia sudah bisa mengendalikannya dan dia menemukan kebahagiaan saat pulang ke rumah dan melihatmu melukis. Melihat kamarmu yang penuh dengan kanvas penuh inspirasi adalah obat Yoongi yang sesungguhnya. Aku bisa pastikan itu, Jung"

Jungkook menghela nafas seadanya sebelum menjawab.

"Hidup Yoongi Hyung sudah sangat berat karena memiliki adik yang putus sekolah. Aku! Melihatnya setiap hari justru semakin membuatku mengingat semua penderitaannya. Eomma juga pasti tidak akan melupakannya"

"Dimana ibumu sekarang, Jung?"

"Biasalah. Eomma sibuk dengan bisnisnya"

"Kau punya banyak waktu. Bicaralah dengan kakakmu, Jung"

Jungkook menggeleng. "Aku lebih memilih untuk melindunginya tanpa terihat oleh Yoongi Hyung sendiri. Aku tidak mau lagi melihat Yoongi Hyung berada dalam depresinya"

Jungkook kemudian pamit pada Seokjin dan menyambar jaket zippernya begitu saja. Setelah pintu tertutup Seokjin hanya bisa bernafas jengah dengan dua saudara yang rumit itu. Ia benci berada ditengah-tengah Yoongi dan Jungkook. Andai dia bisa melakukan satu langkah berani, pasti Yoongi dan Jungkook bisa memperbaiki semua ini.



- the greatest-

The Greatest [yoonkook brothership] || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang