Jungkook sampai ditujuan. Tatapannya tajam dengan kepalan tangan yang kuat. Tempat tongkrongan yang dia sendiri tidak tau gambaran orang-orang disana seperti apa. Tidak ada rasa takut untuk menghadapi manusia yang bermain curang. Orang semacam itu adalah yang paling rendah dimatanya.
Begitu Jungkook melihat targetnya. Ia langsung melangkah cepat dan membogem pemuda yang seumuran dengannya itu hingga jatuh dari kursinya.
"Sialan!" Umpat lawan Jungkook yang mulai emosi.
"Itu untuk kecuranganmu kemarin" lalu tanpa basa-basi Jungkook menendang wajahnya dan menusukan pisau kecil pada punggung tangan pemuda itu hingga menembus telapak tangannya.
Teriakan kesakitan seketika membuat semua orang panik dan berhamburan menjauhi mereka berdua.
"Itu untuk penghinaan yang sudah kau lakukan pada kakakku!" Tegas Jungkook.
Sekali lagi, Jungkook menendang wajah lawannya hingga darah keluar dari tenggorokan dan wajahnya yang sudah babak belur.
"Kalau kau berani macam-macam dan berurusan lagi denganku, apalagi kakakku. Kau akan merasakan rasa sakit yang lebih dari ini!!" Jungkook dengan sengaja menginjak luka pada tangan pemuda itu hingga rasa sakit itu tidak tertahankan lagi. Ia juga menendang perut dan menendang pinggang lawannya.
Ini belum seberapa jika dibandingkan kemampuan Jungkook seperti biasanya. Karena luka pada tangannya itu Jungkook tidak bisa meninju atau menepis serangan. Ia hanya bisa mengandalkan serangan yang cepat dan langsung mematikan dengan kedua kakinya.
"Am-pun..." lirih lawannya dan Jungkook sudah merasa cukup. Mata bulatnya menerawang sekitar. Semua sorot mata yang ada disana memancarkan ketakutan dan ngeri yang membuat suasana yang tadinya santai menjadi penuh ketegangan.
Jungkook sudah menang dan itu sudah sangat cukup. Dia tau bahwa segerombolan orang-orang disekitarnya adalah pengecut.
***
Jungkook tidak langsung pulang atau pergi ke kampus. Ia tidak peduli dengan ijin kuliah atau hal yang sangat rumit saat ini. Dia hanya mau menenangkan diri dan ingin sendiri.
Jungkook hanya menatap sekeliling yang terlihat riuh sekaligus meriah dengan lampu yang warna-warni dan suara musik yang memacu untuk terus menari. Indra penciumannya mulai terusik dengan aroma rokok dan juga uap vape dimana-mana.
Jadi, seperti inilah dunia Jungkook sekarang. Terperangkap sunyi sendiri didalam rasa bersalah dan kemarahan pada dunia.
"Ini adalah keputusanku, Hyung!"
"Pendidikanmu yang paling penting, Kook-ah. Hyung bisa membayar semuanya!"
"Dengan apa? Hah! Biarkan aku membantumu, Hyung! Tolong..."
Yoongi tidak mendengarkan. Saat itu ia memilih pergi ke kota bersama sang ayah yang memastikan putra bungsunya baik-baik saja. Akan tetapi, kecelakaan naas terjadi. Kala itu Yoongi melihat sendiri diatas tubuhnya adalah mesin mobil dan juga bahunya yang sudah remuk.
Jungkook yang mengetahui kecelakaan itu hanya bisa merelakan waktu masa mudanya untuk membantu Yoongi ditengah kesulitan. Jungkook tidak apa jika harus mengorbankan mimpi dan cita-citanya.
Tetapi pengorbanan itu...
"AKU TIDAK BERGUNA UNTUK KELUARGAKU! AAAAARRRGH!!"
Yoongi justru jatuh semakin dalam pada kesedihannya dan Jungkook tidak bisa berbuat apa-apa. Jungkook takut, bingung, dan memilih menjauh dari kakaknya demi pengobatannya.
Dan sejak saat itu, Jungkook membenci segalanya. Semua tertuju pada Yoongi termasuk kasih sayang kedua orang tuanya. Dia hanya seperti mayat hidup di rumah yang jika tidak ada pun, tidak masalah.
Kesuksesan Yoongi akhirnya mulai terlihat dan disaat yang sama justru membuat Jungkook seperti tenggelam dalam lautan yang gelap tanpa batas. Jungkook semakin tidak terlihat dan hanya bisa berharap cahaya.
Kalau bukan karena rasa 'malu' ibunya, Jungkook memilih untuk tidak melanjutkan studinya.
Senyuman menyedihkan Jungkook terukir untuk dirinya sendiri. Dunianya dan dunia Yoongi terlalu berbeda meskipun mereka adalah saudara kandung. Gelap, gelap sekali. Hingga Jungkook tidak bisa lagi menemukan semangat selain melukis dan mengendarai sepeda motor ditengah malam.
Getar ponselnya mulai mengganggu ketenangan. Jungkook tidak melihat nama atau nomor yang memanggilnya tapi ia menjawab panggilan ponselnya.
"Min Jungkook"
"Nde" sahut Jungkook dengan heran namun ia tidak ingin terlalu panik.
"Kau masih ingat polisi yang menangani kecelakaanmu kemarin? Kim Namjoon"
"Oh, iya"
"Ya, ini aku. Sepertinya kasus kecelakaanmu akan ditutup jika kau tidak ingin mengajukan gugatan atau semacamnya"
"Dari awal aku tidak ingin memperpanjang masalah ini"
"Tapi kakakmu ingin memprosesnya secara hukum, Jungkook"
Barulah Jungkook memberikan jeda. Ia tidak mengerti dan alisnya terlihat sangat menukik karena keheranan.
"Min Yoongi datang kemarin dan memintaku untuk menyelidiki kasus kecelakaan itu. Tapi kami butuh kau sebagai korban dan kau sangat sulit dihubungi. Kau boleh melanjutkan ke proses hukum seperti kakakmu. Karena ini juga ada kaitannya dengan sindikat narkoba yang sedang kami usut"
Hubungan Namjoon dan Jungkook sebenarnya tidak sedekat itu. Namjoon hanya seorang polisi yang kebetulan membantu Jungkook yang sedang terluka saat itu. Dia juga merupakan orang yang mudah berteman dan Jungkook kebetulan sangat membutuhkan sosok seorang kakak disampingnya.
"Biar aku yang bicara padanya" singkat Jungkook yang langsung memutus panggilannya dengan Namjoon.
- the greatest-
KAMU SEDANG MEMBACA
The Greatest [yoonkook brothership] || END
ספרות חובביםJika waktu bisa menyembuhkan segalanya. Mengapa harus ada perpisahan yang meninggalkan luka lebih dalam? "Adikku tidak salah. Aku yang seharusnya tidak pernah ada didunia ini!" Ucap Min Yoongi "Dan, seharusnya aku sudah mati sejak dulu!" Ucap Min...