"Akh!"
Jeonghan meringis saat tiba-tiba ia menabrak seseorang yang tak sengaja berpapasan dengannya.
"Maaf.." Ucapnya sambil sedikit membungkukkan tubuhnya, mengingat dalam hal ini, dirinya yang menabrak. Selain, ia sangat sadar ialah yang tak berhati-hati, atau lebih tepatnya sedang dalam keadaan yang kacau.
"Tak apa,"
Balas orang tersebut, hingga berlalu dari Jeonghan dan memasuki gerbang kumuh yang tinggi, dan entah mengantar orang tersebut pada rumah seperti apa? Karena nyatanya gerbang yang terlalu tinggi itu, menutup semuanya, disamping, untuk apa pula Jeonghan memikirkan hal tersebut? Maka ia kembali berjalan lunglai dimana mobil miliknya, berada tak jauh darinya.
Selang beberapa menit, Jeonghan telah kembali berada dalam mobilnya. Ia antukkan kepalanya pada stir mobilnya. Menutup sebagian mukanya yang keruh itu. Dan dengan suara tertahan, ia bergumam "dimana kalian?" dalam lirihnya.
...
Sementara itu, masih di tempat yang sama, Mingyu tak bisa menyembunyikan wajahnya yang begitu cemas kala mendapati sang adik terisak dalam dekapannya.
Anak seusia Seokmin, menangis serta merengek di kala sakit, adalah hal wajar. Selain itu, "demamnya tinggi!" Ucap Mingyu begitu saja.
"Hiks," Seokmin terus menggeliat tak nyaman dalam tidurnya. Ia begitu menggigil, dengan wajah yang sudah seputih kertas.
"Ia kedinginan.." keluh Mingyu sambil terus menggosok kedua telapak tangan Seokmin.
Padahal, kemeja miliknya yang besar itu, sudah menutup sebagian tubuh Seokmin. Juga, Joshua yang rela memberikan jaket lusuhnya, sama sekali tak memperbaiki keadaan.
"Kita tunggu hingga pagi. Mereka akan datang membawa makanan." Ucap Joshua, mencoba menenangkan Mingyu, yang nyatanya? Sama sekali tak dapat menenangkan dirinya sendiri.
"Tapi Seokmin tak bisa menunggu, Shua!" Raung Mingyu.
"Pulang! Hiks.." Selain itu, isakan Seokmin terdengar lirih dan berhasil mengorek sedikit demi sedikit rasa tenang di hati Mingyu. "Hyung.."
Mingyu menahan nafasnya, untuk selanjutnya, ia berbisik pelan di telinga Seokmin, "kau ingin ku gendong, Seok?".
Seokmin membuka matanya dan mencoba meraih wajah Mingyu dengan kedua bola matanya yang terasa panas itu. Ia pandang Mingyu lama, dan berakhir dengan satu anggukan di kepalanya.
Mingyu tersenyum di antara cemasnya. Dibantu Joshua, ia menggendong Seokmin di punggungnya, lantas berjalan-jalan, bermaksud mengayun tubuh Seokmin dalam gendongannya, di dalam ruangan sempit itu.
"Beberapa jam lagi, pagi tiba. Mereka akan datang. Mintalah bantuan mereka."
"Aku bahkan tak yakin, bisa meminta bantuan pada penjahat seperti mereka!" cecar Mingyu, lalu melirik Joshua yang tengah mengamati jam di tangannya.
Entahlah, Mingyu baru menyadari, terdapat jam tangan di tangan Joshua. "Memangnya ini jam berapa?" tanyanya.
"Ini jam dua pagi.."
Bahkan Mingyu tak dapat melihat ke arah luar, karena tak ada jendela sedikitpun disana. "Masih terlalu malam," rutuknya pelan. Bagaimana bisa ia bersikap biasa sementara, nafas Seokmin saja, terasa sangat memburu, menyentuh kulit lehernya.
Dengan satu gerakan, Mingyu membenarkan posisi Seokmin dalam gendongannya. "Seokmin, kau dengar hyung?" Tanya Mingyu yang yakin, bahwa Seokmin, bahkan tak bisa tertidur dengan tenang.
"Ngghh.." satu jawaban Seokmin berikan dengan sebuah rintihan tertahan. Bahkan peluh yang ada, semakin banyak membasahi kain yang melekat di tubuhnya.
"Kau harus bertahan, Seok. Kau akan menurut padaku, bukan?" ungkap Mingyu sambil menahan tangisnya. Pertahanannya runtuh, melihat keadaan sang adik yang terlihat begitu menderita.
"Hmm," jawab Seokmin seadanya.
Ia sungguh terlihat lemas, bahkan tak sanggup berpegangan erat pada leher Mingyu, hingga tangannya hanya terkulai disana, di kedua bahu Mingyu, bersamaan dengan kepala yang tertidur nyaman di salah satu bahu Mingyu tersebut.
"Kita akan pulang.." Ucap Mingyu lagi, dengan suara yang bergetar.
"Iya, hyung.."
Kala itu, akhirnya Joshua kalah oleh rasa kantuknya. Ia tertidur sementara Mingyu masih sibuk menahan tangisnya. "Maafkan hyung, ya?"
"Ya.." semakin pelan suara yang keluar dari mulut Seokmin, akhirnya membuat Mingyu menangis.
"Kau berjanji, akan membelikanku permen karet yang banyak, bukan?"
"Hm.."
"Hyung akan memaafkanmu, setelah kita pulang, dan kau sembuh," tutur Mingyu, sambil berusaha menarik tangisnya, juga kembali membenarkan posisi Seokmin di punggungnya.
"Benarkah?"
Mingyu semakin kehilangan katanya. Ia hanya dapat mengangguk dengan air mata yang akhirnya keluar. Ia terisak pilu pada akhirnya..
"Kau tak membenciku lagi?"
Mingyu kembali hanya mengangguk.
"Sebut namaku, hyung.."
Satu lirikan Mingyu berikan pada Seokmin, yang tengah tersenyum di antara sakitnya. Tersenyum di antara wajah pucat, juga gumpalan keringat yang mengganggu kadar manis di wajahnya.
"Seokmin.." Panggil Mingyu dengan serak. "Seokminnie..." terus dan terus, dipanggilnya nama adik kecilnya tersebut, hingga dapat dirasanya, dengkuran halus dari mulut Seokmin, yang setidaknya, membuat hatinya tenang.
...
Pagipun tiba..
"Kemarin sore, dia menelponku dan mengatakan dia ada di jalan ini. Tapi setelah saya kemari, ia tak ada. Mungkin ia juga mencari adik kami." Terang Jeonghan tak sabar saat tak sengaja, ia bertemu dengan petugas kepolisian yang melewati tempatnya berada.
Setelah itu, ia mengeluarkan satu lembar fhoto dari balik mantelnya. "Ini fhoto mereka. Saya yakin mereka hilang meski ini, belum 24 jam. Kuharap kalian dapat membantuku!"
Kedua polisi yang mendapat laporan mendadak dari Jeonghan itupun, segera mengamati fhoto yang ditunjukkan oleh Jeonghan. "Kami akan berusaha."
"Kumohon!" Desak Jeonghan penuh harap.
"Tenanglah, kami akan membantumu."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Bubble Gum ✔
Teen FictionBROTHERSHIP AREA Berharap hidupnya dapat semanis permen karet. Seokmin berusaha menemukan kasih sayang kakaknya dengan bujukan banyak permen karet. Berhasilkah? ®MinaHhaeElf