Masih di tempat yang sama. Jeonghan tengah berdiri dalam diam, tepat di dekat sebuah telepon umum. Telepon yang sangat Jeonghan yakini, pernah tersentuh tangan sang adik, Mingyu saat terakhir menghubungi dirinya. Ia tak pernah berfikir untuk menyinggahi tempat lain, selain tempat tersebut.
Udara teramat dingin malam itu. Bahkan, terlihat di setiap hembusan nafas seorang Jeonghan yang terlihat mengepul di udara. Wajahnya tak dapat sekalipun meninggalkan sebuah raut cemas sejak kejadian menghilangnya, kedua adik yang begitu disayanginya. Jelas saja..
Selang beberapa menit menjelang, sorot lampu terang menghampirinya, juga suara mesin yang mendekat ke arahnya.
Benar! Itu adalah sebuah mobil yang berhenti tepat di belakang mobil miliknya.
Jeonghan tertarik untuk melihat, hingga, cahaya meredup, bersamaan dengan seseorang yang keluar dari mobil tersebut. Ia keluarkan kedua tangannya dari balik jaket hitam yang sejak tadi membungkus tubuhnya. Dan terakhir, ia menyambut seseorang tersebut, dengan sebuah bungkukan sopan.
"Maaf. Apa anda sudah lama menunggu?"
Jeonghan tersenyum. Sosok di depannya sama sekali tak menyeramkan.
"Tidak. Akupun baru beberpa menit lalu tiba disini," jawabnya dengan tenang, sambil sedikit melirik ke arah jam tangan miliknya.
"Choi Seungcheol," ujar sosok itu, mengulurkan tangannya ke arah Jeonghan, yang tentu saja disambut baik oleh Jeonghan sambil membalas, dengan mengucap namanya, "Jeonghan," ucapnya.
Seungcheol memutar kepalanya, mencoba melihat keadaan sekitarnya. "Umh, kita akan bicara disini?" tanyanya, sambil menatap Jeonghan dengan ragu.
"Owh!" Jeonghan menyadari hal tersebut. "Tidak," bantahnya.
"Aku hanya ingin menunjukkan, terakhir kali adikku menghubungiku adalah lewat sebuah telepon umum. Aku sangat yakin, dia memakai telepon ini, karena? Tak ada telepon umum lain selain ini. Saya sudah mencari di sepanjang jalanan ini."
Satu helaan nafas keluar, dari sosok yang baru saja ditemui Jeonghan tersebut. "Aku mengerti, tapi? Sebaiknya kita bicara di tempat lain, bagaimana?" tanyanya.
...
Suara detak jam terdengar jelas, karena tak ada suara lain yang dapat menyainginya. Ruangan yang sangat sepi dan sangat gelap, dimana seolah tak ada satupun mahluk yang ingin menghuninya.
Kumuh! Namun ruangan, dengan pintu yang sedikit terbuka itu, menjadi saksi saat seseorang, melewatinya. seseorang, dengan satu tubuh membebani bahunya.
Tubuh yang terlampau lemas, karena tak dalam keadaan sadar. Tubuh itu terkulai disana, entah bernyawa ataukah tidak. Entah bernafas atau tidak. itu adalah Mingyu..
Mingyu yang diboyong, entah menuju ruangan mana, di antara banyak ruangan di lorong itu. Lorong gelap yang bahkan usai mengantar sesosok mayat, yang Mingyu pikir, adalah sosok kawan barunya, Joshua.
Lantas Seokmin?
"Mingyu hyung! Jangan! Aku tak mau!" bocah kecil itu terus meronta, dan menjerit keras saat tangan kekar yang entah milik siapa Seokmin tak tahu, membawanya ke lantai yang lain, dan sempat menuruni anak tangga.
"Ssst!" Seokmin terdiam sambil menatap pria yang membawanya tersebut. "Diamlah, anak manis! Hyung tak akan menyakitimu."
Dengan suara serak Seokmin menjawab "Hyung siapa? Aku ingin bertemu Mingyu hyung."
Pria itu tersenyum lantas mengusap rambut Seokmin. "Jadi namanya, Mingyu?"
Seokmin mengangguk, lantas meraih lengan sosok baru tersebut. Dengan isak dan penuh harap, ia berujar "aku ingin bertemu dengannya. Kumohon!"
Namun sosok itu menggeleng pelan. "Tidak bisa," ungkapnya, lantas mendorong kecil tubuh Seokmin ke dalam sebuah ruangan, lagi.
Entah ada berapa banyak ruangan di tempat tersebut? Karena Seokmin kembali di bawa pada satu ruangan yang terlihat lebih nyaman. Yang terpenting adalah, ruangan yang setidaknya, memiliki cahaya yang cukup.
"Ini dimana?" kembali Seokmin bersuara dalam getarnya, serta melihat sekitarnya.
"Ini ruanganku. Tenanglah, kau ingin minum?"
Seokmin mengedipkan matanya yang basah karena air mata yang belum sempat mengering disana. Ia lantas mengangguk kecil, membuat sosok itu beranjak pada sudut ruangan, dimana terdapat air minum disana. Dan saat itulah, Seokmin membagi arah pandangnya, pada sebuah meja kerja, dimana sebuah nama terpampang disana.
"Hwang Minhyun?" ungkapnya membuat sosok tadi melihat ke arahnya.
Seokmin tak bergeming, lantas kembali bertanya, "itu namamu, hyung?"
"Hm.."
"Apa kau orang baik?"
Pemuda bermarga Hwang itu mendekati Seokmin sambil menyodorkan segelas air putih. "Apa aku terlihat jahat?" tanyanya.
Seokmin menggeleng, bersamaan dengan air putih yang tengah ia teguk.
"Kau ingin bertemu hyungmu? Tapi hyungmu sepertinya sudah pulang."
Seokmin lantas terdiam, meletakkan gelas di tangannya di atas meja. "Bohong!" tukasnya dengan tegas.
"Itu benar.."
"BOHONG! Kau bohong!" jerit Seokmin tak sabar. "Dia tak akan meninggalkanku sendirian disini! Kau bohong!"
Minhyun, segera memeluk Seokmin. "Kau tak usah takut. Hyung bisa menjagamu disini.."
"Aku ingin pulang!" ucap Seokmin, bersamaan dengan petir menyambar di luar sana. Petir yang datang, bersamaan dengan satu seringaian yang nampak pada bibir Minhyun, juga, tak lupa ia berucap "tapi belum saatnya kau pulang, anak manis. Kau, akan pulang jika waktumu tiba.."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Bubble Gum ✔
Teen FictionBROTHERSHIP AREA Berharap hidupnya dapat semanis permen karet. Seokmin berusaha menemukan kasih sayang kakaknya dengan bujukan banyak permen karet. Berhasilkah? ®MinaHhaeElf