"Aku salah memaknai kehidupan. Nyatanya, hidup ini lebih dari sebuah prasangka manusia."
***
Bukit Bintang.
Kala itu, Ardinita dan Ipul pergi berdua ke bukit bintang. Letaknya tidak jauh dari kampus mereka. Kira-kira, 45 menit sampai; dengan catatan kalau jalanan tidak ramai, apalagi macet.
Ardinita mengiyakan ajakan Ipul lantaran dia ingin melepas penat, apalagi gadis ini habis jatuh sakit akibat banyak pikiran dan perasaannya yang tertekan.
"Din, badanmu udah enakan, 'kan?" tanya Ipul sambil menyeruput kopi hangat pesanannya.Ardinita mengangguk, tersenyum. Dia merasa tubuhnya sudah membaik. Bukan hanya tubuh, melainkan hati pun kembali seperti sedia kala.
"Udah. Alhamdulillah."
Ipul tersenyum. Dia pun merasa lega ketika teman satu indekosnya sehat kembali. Ada perasaan khawatir terbesit di hati ketika tahu kabar Ardinita sedang tidak baik-baik saja.
"Beneran?"
"Bener, Pul. Kenapa, toh? Eh, maaf nggak panggil, Kak, hehe," ujar Ardinita keceplosan. Dia meringis, malu.
"Apaan, sih, Din. Emang biasanya panggil 'Kak'? Nggak, 'kan? Dasar," kekeh Ipul.
Beberapa menit kemudian, keduanya fokus memandangi kerlap-kerlip lampu dari Bukit Gombel. Ada sesuatu yang membuat mereka merekahkan senyuman dalam diam. Entah apa itu, yang jelas perasaan Ardinita makin membaik seiring berjalannya waktu.
Gadis itu tidak pernah mengira pertemuannya dengan Alaska Band akan sejauh ini. Dimulai dari ketidaksengajaan mereka ngekos dan bertemu Ardinita dalam keadaan ambigu. Namun, lambat laun perjalanan di antara mereka dipenuhi momen unik dan penuh cerita yang berkesan di hati.
Soal coki dan masa lalu, perlahan Ardinita mulai melupakan seiring berjalannya waktu. Baginya, masa depan lebih penting sekarang. Sebab, menangisi yang lalu takkan mengubah apa pun, malah membuat jalanmu mundur berujung menyerah.
"Menurutmu arti keluarga itu apa, sih, Din?"
Untuk kedua kalinya, Ardinita mendapat pertanyaan yang sama. Awalnya, dia bingung harus menjawab apa kalau ditanya perihal keluarga. Namun, kali ini dia berkeyakinan kalau semua keraguan akan tergantikan dengan secercah harapan di masa depan.
"Keluarga adalah rumah. Tempat kembali di kala resah dan gundah meskipun mereka menyebalkan, tapi kehadirannya selalu dinanti." Ardinita menjawab dengan tegas. Bukan dia melupakan masalah apa yang terjadi, tetapi mungkin jawabannya ini menjadi sumber penyemangat bagi si penanya. Karena ada banyak hal positif yang bisa diutarakan daripada hal negatif.
Ipul tertegun, kemudian tersenyum. Hatinya terketuk untuk menerima sebuah nasihat.
"Makasih, Din. Udah sedikit nyemangatin aku. Jujur, aku sendiri bingung soal arti rumah yang sebenarnya, tapi ya namanya juga hidup, nggak selalu mulus jalannya, 'kan?"
Ardinita mengangguk. "Betul, Pul. Kalau lurus kayak jalan tol, nggak ada serunya malah kebanyakan bosen nanti, 'kan?"
Bukit bintang sebagai saksi keduanya berbincang penuh makna. Terutama untuk Ardinita yang merasakan segala perbedaan dari diri dan keadaan. Yang jelas, tujuannya masih sama, cita-citanya harus tergapai meskipun dilanda hala rintang.
***
"Hola semuanya! Masih pada semangat? Ya, beginilah kondisi Semarang ketika siang bolong, panasnya nggak main-main. Untung kita ada di mall penuh AC, ya, hahahaha. Oke kalau begitu, Langsung saja, kita sambut penampilan dari Alaska Band. Kontestan nomor 3."
Suara MC terdengar memecah keramaian. Tepuk tangan meriah penonton menyusul begitu lima orang pemuda tampan menaiki panggung kompetisi band antar kampus di mall ciputra Semarang. Kelimanya merasakan debaran cukup menggemparkan. Perasaan senang, haru, dan bahagia menjadi satu. Setelah sekian lama mereka manggung belum pernah merasakan kompetisi sesungguhnya. Perjuangannua pun tidak main-main. Berbagai hala rintang mereka lewati dan semuanya berakhir bahagia kemudian.
Jemmy berdiri paling depan. Dia menyambut para penonton selagi anggota lain menyamakan melodi yang akan dimainkan.
"Halo, selamat siang. Semoga semua yang ada di sini selalu bahagia, ya! Kira-kira ada yang bisa nebak, nggak? Kita mau nyanyiin lagu apa? Galau, seru, atau sedih?"
Belum ada yang menjawab, sampai beberapa detik kemudian, seorang gadis remaja berambut blonde yang berdiri di depan panggung berteriak. "Lagu yang bahagia pokoknya!" Dia semringah. Jemmy pun terkekeh. Tebakan gadis itu benar. Alaska Band akan membawakan lagu penuh kebahagiaan. Mengingat kondisi mereka yang penuh lika-liku harus dinikmati dan jangan sampai kesedihan membuat semuanya hampa.
"Baik. Daripada berlama-lama, kita akan membawakan lagu berjudul Kisah Bahagia Ngomong-ngomong, lagu ini adalah karangan kita sendiri, mengisahkan soal remaja yang bingung menentukan arah hidup, tetapi berkat penerimannya terhadap situasi dan kondisi, akhirnya remaja itu berhasil menaklulan dunia."
Tepukan terdengar lagi.
Lagu dimulai dengan petikan gitar melodi dan ketukan drum rendah. Diikuti suara piano perlahan masuk ke awal lirik.
Aku tak tahu, tujuan hidupku.
Aku tak tahu, arah pulangku.
Namun, aku tak bisa menyerah begitu saja.
Aku, aku, harus berjalan meraih cita-cita.Suara Jemmy yang serak-serak basah membuat beberapa penonton terutama jejeran remaja histeris dan semuanya berlomba untuk merekam momen Alaska Band menampilkan persembahan lagu yang apik dan memorable.
Di tengah lagu yang mulai naik intonasinya, semuanya bersorak-sorai ketika Jemmy melambaikan tangan ke atas. Dia mengajak semua menikmati suasana kegembiraan. Dalam hati pemuda itu terbesit sebuah nama. Andai saja seseorang yang dia harap ikut menonton sekarang, pasti lebih seru, tapi dia sudah mulai PKL di luar kota.
Namun, tidak masalah bagi Jemmy. Dia hanya berharap kebaikan untuk Ardinita agar selalu bahagia dan melepaskan luka yang selama ini dia pendam begitu lama.
Dan, lambat laun menemukan keluarga sekaligus rumah yang nyaman, tempatnya mengadu, berkeluh kesah, dan bersandar.
"Kamu harus bahagia, Din," ucap Jemmy dalam hati selagi menyanyikan lirik yang pas untuk sahabat masa kecilnya dulu.
Kau harus bahagia.
Kau harus gembira.
Kau pantas menjadi luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOS 127 ✔️ [END]
Fiksi RemajaLangit, senja, dan Coki adalah karibnya. Menikmati kesendirian sudah menjadi rutinitas Ardinita Alamanda. Terlepas dari semua hiruk pikuk duniawi yang pernah mampir tanpa ada keinginan untuk membuatnya bahagia. Berkat Coki, hidupnya yang semula sep...