★☆
Khaifa merasakan dadanya sesak dan sempat batuk berulang kali. Matanya perlahan mengintip, menangkap seberkas cahaya matahari. Tampak seorang wanita sedang mengintip ke luar jendela.
"Akhirnya udah bangun," sapa wanita itu. Khaifa hanya mengangguk pelan. Wanita itu mendekat, mengembalikan jaket Khaifa yang dipakaikan kepadanya tadi malam.
"Makasih, ya," ucapnya. "Yori."
"Ah, sama-sama. Aku Ifa."
Khaifa coba memfokuskan penglihatan dan suaranya. Kepalanya masih terasa pusing.
"Kita di mana?"
"Aku juga belum tahu," Yori menatap sekitar lalu menunjuk ke arah pintu. "Di luar sana adanya pohon semua. Pastinya ini di hutan."
"Kamu kabur dari mereka juga?" Yori penasaran.
"Iya," jawab Khaifa pelan, ketika sadar akan maksud wanita itu. Keduanya bertatapan dengan haru, seperti hendak menangis.
"Aku kabur empat hari lalu," ujar Yori.
Khaifa ikut bersedih melihat kondisi Yori yang berantakan. "Kamu... mau nikah juga?"
Yori perlahan menangis. "Harusnya hari ini..."
◎
Javan menutup pagar sebuah rumah yang menjulang cukup tinggi. Memisahkan mereka dari dunia luar. Turki yang baru sampai segera melepas helmnya. Dilihatnya satu kendaraan lagi selain mobil Javan. Sebuah motor matic.
"Udah pada dateng itu mereka?"
"Baru pada sampe."
Javan dan Turki masuk ke dalam. Ke sebuah rumah besar nan megah. Melewati pilar besar di teras, seketika disambut ruang tengah dengan siling yang cukup tinggi. Terdapat lantai mezzanine dengan interior memukau khas keluarga old money. Ruang tengah yang lapang dan menyenangkan untuk berkumpul.
"Halo, Kak!"
"Halo, halo, halo!"
Senyum Turki merekah melihat dua perempuan itu. Nara dan Zee. Dari sana pula langsung terlihat halaman belakang yang cukup luas berbatas sliding door kaca yang estetik. Dilihatnya sebuah kasur lipat biru tua pada terasan taman. Seseorang berbaring di sana.
"Itu dia langsung tewas begitu?" tanya Turki.
"Semalem abis pulang dari kantor polisi, katanya lanjut begadang sampai siang. Agak tolol memang," ujar Javan.
Adalah Gata, pria bujang tiga puluh tahun yang sedang ingin menikmati hidup, namun ternyata masih harus terlibat dengan banyak hal random akhir-akhir ini. Ia tertidur pulas usai datang bersama Javan sekitar jam lima sore.
"Rumahnya bagus banget, Kak!" Nara berseru. "Dapet aja."
"Privilege punya temen pengusaha kaya," sahut Turki dengan bangga.
Rumah itu adalah milik keluarga suami Sheika. Turki berinisiatif meminjamnya satu malam untuk dijadikan tempat menerima paket skincare dari aplikasi. Tadinya rumah tersebut adalah sebuah Guest House untuk kebanyakan backpacker bule yang sedang berada di Jakarta Selatan. Semenjak ditutup karena pandemi Covid 19, rumah ini masih kosong dan belum tahu akan difungsikan lagi sebagai apa. Kabarnya akan segera dijual.
"Rumah ini bener-bener terawat, Cuy. Nggak ditinggalin tapi tetap bersih. Nggak ada debu-debunya," ujar Turki sambil mengelap pegangan tangga dengan jarinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Move It
Science FictionGata adalah pria bujang tiga puluh tahun yang hanya ingin menikmati hidup usai redupnya karir dan percintaan. Namun pertemuan dengan Nara, si perempuan muda yang mengaku bisa sulap, membuatnya kembali harus menjalani gejolak kehidupan yang berbeda. ...