AUTHOR POV
"TIIIIIINN!!!!"
Sebuah mobil Fortuner berhenti didepan Prilly. Kaca terbuka dan Anton tersenyum manis padanya.
"Gw jemput lo, ayo naik!!"
Prilly bingung seketika. Menatap Ali bergantian menatap Anton.
"Maaf ya, gw harus pulang!"
Anton turun dari mobil, membuka pintu mobil dan mendorong Prilly masuk kedalam mobilnya. Menatap Ali sejenak tersenyum sinis dan berlalu menuju pintu kemudi. Ali hanya menarik nafas menghembuskannya pelan. Meremas rambutnya yang sudah tanpa penutup.
#######
Ali pov
Apa yang terjadi pada Prilly? Kulihat dia sedang gundah. Kenapa aku tak bisa menjadi penghilang rasa gundah dihatinya. Aku justru menambahnya dengan kesalahan.
Azkia memelukku mengatakan lagi kalau dia mencintaiku. Apa aku salah jika tak bisa membalas perasaannya? Aku memang pernah berkata mencoba membuka hati untuknya tapi tetap tak bisa. Apa aku salah?
"Udah Li, lo bukan siapa-siapa gw, gw gak berhak atas lo, jangan pedulikan gw lagi, gw gak papa, oke?"
Kalimatnya membuat aku terpikir,aku bukan siapa-siapanya, itu benar. Dia gak berhak atasku jika aku bukan siapa-siapanya itu juga benar. Terus kalau sudah begitu apa aku harus tidak pedulikan dia lagi?
'Kamu salah, Prilly. Tidak apa-apa katamu? Pasti kamu apa-apa kalau tidak kenapa kamu menangis?'
Fortuner itu sudah pernah aku lihat terparkir didepan rumah Prilly. Jangan pikir aku akan menyerah hanya karena aku tak memiliki Fortuner walaupun tadinya iya.
Semalaman aku berpikir keras apa yang terjadi dengan perasaanku melihat rumahnya yang mewah dan mobil bergelimpangan disana. Tak dipungkiri aku minder seketika. Honda Beat yang aku pakai tak sebanding dengan Fortuner bahkan Avanza ayahpun jauh dibawahnya.
Aku yakin Prilly tak membutuhkan itu, kalau tidak kenapa dia harus mau susah-susah tak minta antar jemput driver? Kenapa dia lebih suka naik ojek? Mau diajak naik bis? Menikmati saat naik motor?
Aku memiliki hatinya aku yakin. Seperti dia yang telah membawa hatiku ketika tak bertemu karena kami punya acara masing-masing. Aku hanya merasa ini terlalu cepat untuk diungkapkan. Aku tak bermaksut menggantung apalagi memberi harapan palsu. Aku ingin membiarkannya merasa nyaman dulu bersamaku tanpa merusaknya dengan status dan komitmen.
Tapi melihat Pria itu yang dengan angkuhnya membawa Prilly pergi bersama Fortunernya membuat aku merasa panas dibakar cemburu dan takut. Kalimat lo bukan siapa-siapa gw itu begitu menakutkan kurasa. Kalau kami bukan siapa-siapa antara satu dengan lainnya itu berarti Prilly bebas memilih. Apakah aku rela bila Prilly lebih memilih si Fortuner??
Kalau Prilly mencintainya kurasa aku harus tau diri, tapi jika Prilly tak mencintainya dan hanya terpaksa memilihnya karena aku bukan siapa-siapanya itu adalah tantangan buatku. Jika hanya terpaksa berarti kami harus melepaskan kebahagiaan.
"Ibu sudah bilang jangan membatasi dirimu, kalau memang kamu rasa sudah menemukan tempat ternyamanmu kamu harus memperjuangkannya!"
Pesan ibu terngiang-ngiang ditelingaku.
Aku penasaran mendekati Prilly bukan karena aku tahu latar belakangnya tapi karena dia misterius dengan earphone ditelinganya dan matanya yang hanya menatap buku tak pernah intens bertatapan dengan orang lain. Dia seperti menyimpan sesuatu didasar hatinya,dan aku harus bisa menyelaminya.
Aku sudah berada dalam bis dengan pikiran menerawang kepada Prilly. Tak lama aku naik hujan turun tiba-tiba mengguyur jalanan. Aku dapat tempat duduk tapi kuberikan pada seorang pria setengah baya yang terbatuk bergelantungan dibis. Penampilannya yang eksklusif sebenarnya tak pantas naik bis. Aku masih muda pasti aku lebih kuat darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is On
RomanceDia selalu bersandar ditembok depan pintu kelas dengan earphone dan buku ditangannya...aku selalu membatin melihatnya karena dia seperti tidak peduli orang-orang disekitarnya....Dan pendapatku tentangnya berubah ketika aku mengetahui dia adalah seor...