BAB 2

1.7K 82 0
                                    

"LUVA BURUAN LO LELET BANGET SIH!" kesal Lionel sambil mengetuk pintu kamar Luva dengan cepat tidak sabaran, Luva yang tengah tinggal membawa sling bag itu mendengus kesal buru-buru saja dia cepat keluar dari kamarnya dan saat membuka pintu kamarnya dia melihat tangan Lionel yang menggantung di udara.

"Sabar." kesal Luva lalu menutup pintunya. Lionel melirik penampilan Luva dari atas hingga bawah, gadis itu memakai dress selutut warna putih bunga-bunga dan dipadukan dengan cardigan warna ungu muda dan tas dengan warna senada dengan cardigan miliknya serta rambut yang ikat ala kuncir kuda dan sepatu warna putih miliknya.

"Rapi banget, pake baju tidur juga gue gak papa." ujar Lionel membuat Luva melotot tak suka.

"Gak usah ngaco, ayo buruan! Liat, udah jam delapan!" ucap Luva sambil mengangkat tangan Lionel yang memakai arloji mahal itu.

Lionel memutar bola matanya malas lalu membawa tangan adiknya untuk ia gandeng."Di sana jangan jauh-jauh sama gue." ucapnya dengan wajah datar menatap lurus ke depan sambil berjalan.

Luva memutar bola matanya malas."Gue udah gede, Lionel. Bukan anak kecil lagi." balas Luva malas.

"Tetep aja." balas Lionel tak suka sambil melirik sekilas kearah Luva.

Luva menghembuskan napasnya panjang sifat kakaknya yang nyebelin dan protektif ini memang tidak pernah berubah dari dulu, ah tidak dulu bahkan dia lebih overprotektif. Sekarang agak sedikit berkurang tapi tetap saja, Luva tidak suka. Dia bukan anak kecil, dia juga tahu baik dan salah.

Lionel membuka pintu mobil miliknya langsung saja Luva masuk kedalam tak lupa mengucapkan terima kasih yang hanya dibalas deheman oleh Lionel, Lionel memutari mobilnya lalu masuk kedalam dan mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota yang cukup ramai dan indah dipenuhi gemerlap lampu kota serta langit yang terlihat cerah.

Luva membuka kaca mobilnya dia menikmati udara yang menerpa wajah cantiknya."Indah banget," lirihnya menatap takjub keatas langit yang disuguhi bintang dan bulan. Luva melihat kearah jalan yang cukup ramai, Luva menikmati angin malam sambil menutup matanya. Sudah lama sekali Luva tidak berjalan-jalan malam seperti ini, terakhir saat dia meminta penjelasan tentang kenapa Max memutuskan dirinya pada saat itu.

Huft, lagi-lagi tentang Max. Kenapa tentang Max seolah tidak ada pernah habisnya di kehidupan Luva.

"Tutup kaca mobilnya Luva." ucap Lionel, Luva menurut dia menutup kaca mobil dan menatap Lionel dengan raut wajah sayu dan terlihat sedih.

"Nel," panggil Luva membuat Lionel menoleh sejenak menatap Luva lalu kembali menatap jalan.

Lionel berdehem."Apa?" tanya Lionel.

Tiba-tiba hening, Luva tidak bersuara membuat Lionel kembali menoleh kepada Luva tetapi Luva, gadis itu menatap kearah jalanan.

"Kenapa Luva?" tanya Lionel.

"Gak jadi." balas Luva.

Lionel hanya bisa menghembuskan napasnya panjang."Dasar cewek." ucapnya pelan.

•••

Lionel dan Luva masuk kedalam mall yang nampak sudah dipenuhi oleh orang-orang yang bahkan orang-orang yang mereka lewati menatap kearah mereka dengan tatapan kagum dan masih banyak lagi. Lionel mengedarkan pandangannya, tangan kekarnya menggandeng tangan Luva dan membawa gadis itu ke salah satu toko perhiasan mewah di sana.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu pekerja di sana.

Lionel mengangguk dia menatap Luva."Bantuin gue cariin kalung buat cewek gue, ya?" ucap Lionel tiba-tiba berubah lembut membuat Luva memutar bola matanya malas.

"Iya!" balas Luva terpaksa membuat Lionel tersenyum ceria. Langsung saja kedua kakak-beradik itu memilih kalung, lebih tepatnya Lionel lalu menanyakan kepada Luva bagus atau tidak.

"Ini bagus gak?" tanya Lionel.

"Bagus," jawab Luva jujur.

Lionel mengerutkan keningnya."Enggak ah, jelek." ucap Lionel membuat Luva mendengus begitu bahkan sudah hampir lima belas kali.

Luva dan Lionel menatap kalung yang sama.

"Coba yang itu, Mbak." ucap Lionel dan Luva bersamaan menunjuk kalung yang sama membuat kedua kakak-beradik itu saling menatap, Luva pun lantas langsung mengangguk.

"Yang itu aja, Mbak." ucap Lionel saat sudah menemukan kalung yang pas untuk pacarnya, kalung mas putih berliontin bulan sabit dengan beberapa berlian yang menempel sangat cocok untuk kekasihnya yang bernama Celena Atalune.

"Baik, Mas, Mbak, akan saya siapkan segera." ucap petugasnya. Tak lama pilihannya itu pun datang.

"Luva, lo juga mau pilih perhiasan?" tanya Lionel menawari sang adik walaupun Lionel tahu ada banyak perhiasan di kamar adiknya itu.

Luva menggelengkan kepalanya."Gue mau makan bakso, yu antar!" ucap Luva raut wajah Lionel berubah datar.

"Gak, gak usah makan yang seperti itu. Gak sehat!" balas Lionel sambil berjalan diikuti oleh Luva yang melotot tak terima. Berani sekali Lionel menghina makanan sejuta umat itu.

"Lo udah lupa, mau nurutin semua permintaan gue 'kan?" tanya Luva.

"Terkecuali makanan gak sehat," Lionel berhenti lalu menatap Luva."Lo mau apa? Mau tas branded? Perhiasan? Makan di restoran termahal? Gucci? Prada? Chanel? Louis Vuitton? Burberry? Dior? Hermes? Skincare? Novel At---"

"Sttt, gue gak mau. Gue maunya bakso!" ucap Luva.

"Gak, kalau lo tetep ngeyel mau itu, lebih baik kita pulang." ucap Lionel sambil menggandeng tangan gadis itu membuat Luva kesal.

"Ya udah, kita makan di restoran aja." ucap Luva membuat Lionel hanya membalasnya dengan anggukan samar sambil melangkahkan kakinya menuju keluar gedung mewah bertingkat ini.

Kebetulan sekali jarak dari mall dan restoran mewah itu tidak jauh hanya berjarak 1/2 Km. Ternyata pilihan Luva untuk pergi ke restoran itu salah saat menginjakkan kaki masuk kedalam dia melihat Max yang kini tengah menatapnya dan jangan lupakan pacarnya Ava Prathiba Pandhita. Ava yang awalnya terlihat tengah berbicara sesuatu kini terdiam melihat arah mata Max memandang, wajahnya yang awalnya berseri kini dalam sekejap langsung luntur seketika.

Luva menegang jantungnya berdetak tak karuan, matanya dan mata Max bertemu. Luva tersenyum canggung, Lionel yang melihat itu pun  lantas langsung membawa Luva menuju meja yang cukup jauh keberadaannya dari Max dan Ava.

Sedangkan ditempat yang sama, Max menatap Ava dan mengusap tangan Ava lembut. Max tahu kalau gadisnya ini tengah menahan cemburu.

"Sayang, aku hanya punya kamu, Luva cuma masa laluku." ucap Max dengan nada selembut mungkin, Max tahu kalau Ava itu pencemburu. Sedangkan Ava hanya mengangguk lesu, bagaimana Ava tidak cemburu sedangkan Luva adalah mantan pacar terlama dengan Max.

"Iya, aku tahu kok Max."

"Sekarang kita lanjut makan lagi," ucap Max sambil mengusap lembut pipi Ava membuat Ava tersipu malu.

TBC

Instagram:_dinniy

Hidden Paradise || ON GOING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang