Luva berjalan menuju parkiran dengan kaki yang sedikit masih terasa sakit, sahabatnya sudah pulang sebenarnya tadi Ilana dan Alora mengajak dirinya untuk pulang bersama, tapi Luva menolak dengan halus ajakan mereka lagipula Luva rasa kakinya sudah membaik daripada tadi dan tidak perlu ada yang harus di khawatirkan.
Luva berjalan menuju parkiran dengan menenteng jaket hitam milik Samuel, disaat yang bersamaan Luva melihat Samuel yang menuju parkiran.
"SAMUEL!" teriak Luva membuat Samuel berhenti dan menatap kearah sumber suara. Samuel menaikan alisnya sebelah menatap Luva, lantas Luva langsung buru-buru menghampiri Samuel.
Samuel tanpa basa-basi langsung membawa jaket miliknya yang ada ditangan Luva, Luva yang tengah memegangnya erat pun lantas langsung terdorong semakin mendekat kearah Samuel membuat jarak mereka semakin tipis.
"Sam---"
"Lo gak perlu nyuci ini buat gue," ucap Samuel menarik jaketnya yang justru membuat jarak dari mereka semakin tipis, bahkan Luva bisa menghirup aroma mint segar yang keluar dari mulut Samuel.
Luva berdehem dia lantas langsung menjauh dan menarik jaket Samuel."Gak, pokoknya harus gue yang nyuci." ucap Luva.
"Gak usah."
"Gue aja."
"Gak usah."
"Gue aja."
"Ya udah terserah." ucap Samuel sambil melepaskan tangannya dari jaket membuat Luva yang tak seimbang itu hampir saja terjatuh jika tidak Samuel yang menarik jaketnya kembali berharap Luva akan seimbang dengan posisinya namun nyatanya salah, Luva malah menubruk dada bidang milik Samuel membuat Samuel lantas kehilangan keseimbangan dan akhirnya mereka terjatuh dengan Luva berada diatas Samuel.
Samuel refleks langsung memegang lutut Luva agar tidak menyentuh tanah, Luva membuka matanya dia tersenyum manis menatap Samuel, tolonglah Luva saat ini sangat merasa bersalah sama Samuel apalagi pagi tadi sudah dia merepotkan Samuel, di mulai menolongnya, memberi pertolongan pertama, mengobatinya, jaketnya ia pinjam, sampai baju olahraga yang ia pakai sekarang pun diambilkan oleh Samuel tadi sedangkan laki-laki itu bahkan tidak salin sama sekali dan kelihatannya sudah kering, Luva yakin kalau Samuel ngaso di atas rooftop sekolah.
"Berdiri," ucap datar Samuel membuat Luva lantas langsung berdiri, beberapa siswa-siswi yang berlalu lalang melihat kearah mereka tidak ada yang tertawa apalagi tatapan Samuel bak laser menghunus mata mereka satu persatu.
"Maaf, Sam. And thank you for everything today." ucap Luva sambil meremas jaket Samuel, Samuel berdehem menanggapi ucapan dari Luva.
"Hmm? Doang?" tanya Luva menatap Samuel.
"Terus? Gue harus bereaksi apa? Salto gitu?atau 'sama-sama Luva'." ucap Samuel malas. Kata-kata terakhir yang ucapakan oleh Samuel lah yang ingin Luva dengar tapi bukan dengan nada datar yang membuatnya kesal.
"Rese banget sih lo," ucap Luva dan memilih pergi meninggalkan Samuel menuju motornya lebih baik dia pergi daripada harus berurusan dengan Samuel tapi sebelum pergi Luva menginjak kaki Samuel, biarlah dia disebut tak tahu diri oleh Samuel.
•••
Luva mengendari motornya dengan santai, sambil menikmati perjalanan kota yang nampaknya tidak terlalu ramai. Luva tersenyum tipis saat melihat anak kecil yang tersenyum kearahnya di lampu merah. Luva melirik kearah spion motornya sejenak lalu kembali kearah depan saat melihat lampu lalu lintas sudah berwarna hijau.
Luva kembali menggas motor miliknya, sesekali dia melirik kearah spion yang lagi-lagi dia melihat sosok yang sama pada saat di lampu merah, baju serba hitam dan motor ninja berwarna hijau.
Apa mereka berada di jalur yang sama? Atau apa sedari tadi orang itu mengikut Luva. Luva sama sekali tidak bisa melihat wajahnya karena terhalang helm full face yang digunakan pria itu. Luva berbelok 3 kali dan ternyata orang itu masih mengikutinya, Luva dengan cepat memutar arah motornya menuju jalan kerumahnya, motor yang ada dibelakang yang tadi mengikuti Luva lantas langsung mengerem dadakan.
Luva pura-pura tidak lihat dia langsung menancap gasnya menuju rumah, berati dia sedang berada diposisi tidak aman saat ini. Luva terus menggas motornya menuju rumah saat dia sudah memasuki komplek perumahan, Luva masih menancap gas motornya dengan kecepatan tinggi bahkan saat berada didepan rumahnya Luva terus mengklakson dengan tidak sabar, biasanya Luva selalu menunggu Pak Benny menunggu membuka gerbang untuknya tapi sekarang, Luva merasa tidak sabar dia terlalu takut.
Pak Benny pun lantas langsung membukakan pintu gerbang itu, Luva langsung saja masuk kedalam rumahnya tanpa mengucapakan terima kasih kepada Pak Benny seperti biasa atau tersenyum manis membuat Pak Benny pun heran seketika.
Luva memarkirkan motornya disamping mobil milik Lionel, Luva masuk kedalam rumahnya dengan wajah pucat serta kaki yang terlihat sedikit pincang dari biasanya.
"Kenapa lo sering telat pulang akhir ini?" tanya Lionel melihat Luva datar, wajah Luva nampak ketakutan dan Lionel bisa lihat itu. Luva meneguk ludahnya sendiri, bukan takut terhadap Lionel tapi takut kejadian tadi terulang lagi.
Luva juga menatap Lionel dari atas sampai bawah yang sepertinya sudah rapi dan jangan lupakan sebuah paper bag warna pink yang Lionel pegang dan sudah Luva yakini pasti isinya perhiasan yang mereka beli semalam. Lionel juga nampak rapi, dan ya sepertinya dia akan bertemu Celena hari ini.
"Luva, gue lagi bicara sama lo, tatap gue." ucap Lionel dengan dengan suara beratnya masih menatap Luva datar.
"Dan jaket siapa yang lo pake? Terus kenapa lo bisa pake baju olahraga? Walaupun gue gak satu sekolah sama lo, tapi gue tahu jadwal pelajaran lo, Cyrielle." ucap Lionel lantas membuat Luva mendongak menatap Lionel.
"G---gue, capek mau ke kamar dulu, have fun Nel!" ucap Luva sambil kembali berjalan membuat Lionel mengerutkan keningnya saat tata cara berjalan Luva tidak seperti biasanya, dia terlihat sedikit pincang.
"Apalagi sama kaki lo?" tanya Lionel berbalik badan menatap sepenuhnya kearah Luva.
"Oh, ini c-cuma kram doang." balas Luva membuat Lionel menaikan alisnya sebelah.
"Gue gak bohong, serius." ucap Luva, dia jujur dan tidak berbohong.
"Oke, kalau gitu. Istirahat." ucap Lionel berjalan kearah Luva mengecup singkat pelipis Luva, Luva hanya mengangguk samar, Lionel itu tipikal kakak yang kadang nyebelin kadang juga bisa romantis tapi kebanyakan nyebelin.
Setelah melihat kepergian Lionel, Luva pun lantas langsung pergi menuju kamarnya dengan pikiran yang kalut.
Luva terdiam diri dikamarnya, siapa yang mengikutinya? Siapa? Perasaan Luva tidak pernah mencari masalah dengan siapapun, apa itu anak buah dari Max? Tapi untuk apa dia mengikutinya? Tidak masuk akal.
Luva membaringkan tubuhnya diatas kasur king size miliknya, kasurnya sangat besar mewah dan empuk, apalagi kamar Luva yang sangat besar, Luva juga mempunyai walk-in closet.
Luva menarik napasnya lalu menghembuskan napasnya dengan perlahan."Siapa sih? Atau mungkin cuma orang iseng?" tanya Luva.
Apa ini juga berhubungan dengan musuh dari Lionel? Musuh bebuyutan Lionel itu hanya Max. Apa mungkin ada yang lain? Tapi untuk apa mereka melibatkan Luva yang jelas tidak tahu apa-apa.
"Apa gue kasih tahu sama Lionel, ya?" monolognya, Luva bimbang dia juga takut malah terjadi adu jotos yang kesekian kalinya, dan dia juga merasa tidak yakin kalau Max yang menyuruh orang itu untuk mengikutinya. Kenapa? Untuk apa Max menyuruh orang untuk mengikutinya? Lagipula selama ini Luva dan Max masih berhubungan baik dalam status hanya teman tapi tidak dengan Ava, gadis itu selalu tidak suka jika melihat Luva, contohnya aja kemarin.
"Gak mungkin Max, tapi siapa lagi kalau bukan dia?" tanyanya pada dirinya sendiri.
TBC
Instagram:_dinniy
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Paradise || ON GOING
RastgeleTHIS STORY IS ONLY FICTION, JUST IMAGINE, SO HAVE FUN GUYS!! Luva tidak menyangka bahwa putusnya dia dengan Max akan membawa banyak perubahan dalam hidupnya. Instagram:_dinniy