Religi - Romance
Dihari pernikahannya Clemira Alyana Zareen harus menahan malu kala calon mempelai pria yang akan menjadi teman hidupnya itu tidak datang disana, dimana yang seharusnya menjadi hari bahagia malah menjadi hari yang memalukan.
Namun s...
Tolong vote dan comment yang banyak biar terus lanjut ceritanya
Terimakasih yang selalu setia menunggu update cerita ini
•
•
•
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KARENA Zhafi tiba-tiba saja ada panggilan dari pondok, ia tak langsung pulang begitupun sang istri yang ikut suaminya pergi ke pondok pesantren An-Nafi'.
Sesampainya di sana, ummah Halimah tengah berdiri di teras ndalem untuk menyambut cucu bersama cucu menantunya yang sangat ia rindukan meskipun hanya beberapa hari mereka tidak bertemu.
"Assalamualaikum, uti." Zhafi mencium telapak tangan ummah Halimah.
"Uti, assalammualaikum," sapa Zareen juga langsung mencium tangan ummah Halimah.
"Waalaikumsalam, ayo masuk." Ummah berjalan terlebih dahulu dengan memeluk bahu Zareen disampingnya.
Masuk ke ndalem, terlihat sepi. Entah kemana ibu dan ayah mertuanya, karena ia tak melihat keberadaan mereka.
"Ummah Zira kemana ya uti? Kok ngga kelihatan?" tanya Zareen ketika duduk di sofa bersama ummah Halimah.
"Ibu dan ayah mertua mu tadi ke tempat Zuney lalu akan langsung pergi sowan ke pondok pesantren Darussalam, mangkanya toh Zhafi tadi ditelpon sama baba-nya." Ummah Halimah menjawab sekilas memandang Zhafi.
Zira dan Zema memang mampir ke tempat sang putri sebelum berangkat ke pesantren Darussalam, namun mereka datang ketika Zhafi dan sang istri telah pergi dulu jadi mereka tidak bertemu.
"Tadi saya juga mengajak Zareen ke sana uti, untuk memperkenalkan Zuney kepada istri saya," ungkap Zhafi.
"Bagaimana keadaan adik kamu, le?" tanya ummah Halimah.
"Alhamdulillah, sedikit ada perkembangan uti." Zhafi menjawab.
"Zareen yakin, tidak lama lagi Zuney akan kembali ke pondok. InsyaAllah." Gadis itu tersenyum menenangkan.
"Aamiin...semoga kita bisa kembali berkumpul, uti sangat merindukan cucu uti."
Zhafi melangkah menjauh dari sang istri juga neneknya untuk menerima telepon, karena tak ingin menganggu perbincangan mereka.
Kedua wanita dengan usia yang terpaut jauh itu, tampak begitu harmonis ketika mereka berbicara satu sama lain. Zareen sesekali tertawa, saat sang nenek menceritakan sesuatu hal kepadanya.
"MasyaAllah, suara ketawanya terdengar sampai depan. Lagi bicara-in apa sih?" Zhafi kembali duduk di sebelah sang istri setelah kembali dari menerima telpon tadi.