12. Kebenaran Tentang Gerry

980 32 2
                                    

Sesuai dengan rencananya semalam, hari ini Dean akan pergi ke tempat dimana Alvi berada. Dean juga membawa asisten pribadinya. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam akhirnya Dean pun sampai di tempat tujuannya.

Disinilah Dean sekarang, di depan sebuah rumah yang ukurannya cukup besar dan tampak mewah. Dean langsung saja menekan bel yang ada di depan pagar rumah tersebut.

Ting... tong...

Beberapa menit kemudian, seorang pria keluar dari rumah dan menghampiri gerbang rumahnya. Pria itu cukup terkejut melihat siapa yang datang.

"Ah, ternyata kau. Silahkan masuk," ucap Alvi sambil membukakan gerbangnya.

Kemudian Dean masuk bersama dengan asistennya. Dean mengikuti langkah Alvi dari belakang.

"Silahkan duduk dulu, aku akan membuatkan mu minum," ucap Alvi yang kemudian hendak pergi ke dapur.

"Tidak perlu, aku tidak akan lama," ucap Dean yang menghentikan langkah Alvi.

Kemudian mereka bertiga duduk di sofa yang berada di ruangan tersebut. Mata Dean menelisik ke setiap sudut rumah, ia melihat kalau perabot dan interior yang ada di rumah ini memiliki nilai yang cukup tinggi. Entah bagaimana caranya Alvi mendapatkan ini semua Dean pun tak tau.

"Jadi ada perlu apa kau kesini? Setelah bertahun-tahun kau menghilang dan membiarkan adikmu kelaparan," ucap Alvi yang membuyarkan lamunan Dean.

"Dimana Devan?" tanya Dean dingin.

"Entahlah aku tidak tau."

"Bagaimana bisa kau tidak tau?" ucap Dean yang mulai emosi.

Kemudian terdengar helaan nafas yang panjang dari Alvi.

"Semenjak kau tak pernah menjenguk dan mengirim biaya untuk adikmu, istriku banting tulang setiap harinya untuk menghidupi adikmu. Dan setelah adikmu berusia lima belas tahun dia jatuh sakit dan meninggal. Setelah istriku meninggal aku bingung harus apa, hingga akhirnya aku memberhentikan sekolahnya dan menyuruhnya untuk bekerja," jelas Alvi.

Dean tampak sangat emosi mendengar adiknya yang di suruh bekerja. Jujur saja ia sangat menyayangi adiknya. Namun dulu rasa iri nya lebih tinggi dibandingkan dengan rasa sayangnya hingga terjadilah semuanya.

"Lalu dimana Devan sekarang," Tanya Dean yang menahan emosinya.

"Aku sudah menjualnya," ucap Alvi dengan santainya.

Dean yang emosi langsung mencengkram kerah baju Alvi dan hendak memukulnya namun tangannya ditahan oleh asistennya.

"Tuan tahan diri tuan," ucap Maxim yang menahan tangan Dean.

Kemudian Dean melepaskan cengkraman nya dengan kasar dan kembali duduk dan mengatur emosinya. Sedangkan Alvi kini sedang merapikan bajunya sambil menyeringai.

"Tenanglah tuan muda yang terhormat. Bukankah kau yang menelantarkan adikmu? Hmm? Aku sudah tidak punya biaya untuk menghidupinya jadi lebih baik aku menjualnya. Dia bisa melanjutkan hidupnya... Sedangkan aku mendapatkan keuntungan," ucap Alvi sambil tersenyum sinis.

Dean tampak tertampar dengan apa yang sudah diucapkan Alvi. Ia merasa sangat bersalah sekarang.

"Kau mengubah namanya kan? Siapa namanya sekarang?" Tanya Dean lirih.

"Namanya Gerry."

Deg

Jadi benar Gerry yang kemarin bertemu dengan mommy adalah Devan. Gumam Dean dalam hatinya.

"Kepada siapa kau menjualnya?" Ucap Dean yang matanya sudah berair.

"Aku menjualnya pada seorang pengusaha di pusat kota," Jawab Alvi.

STUCK WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang