Titik lelah

7 3 2
                                    

"lo g cape re?" akhirnya setelah satu minggu usaha tere memutus komunikasi, bella bisa mengatakannya langsung .

Gadis itu berdecak jengah melihat tere yg tak berkembang, masih sama seperti hari pertama ditinggalkan gavi.

Sudah 3 bulan berlalu semenjak kejadian tersebut. Bukan apa apa, bella benar2 tak tahan melihat bagaimana berat badan gadis itu menurun drastis,pola makan yg tak teratur dan senyum yg menghilang. Terkadang gadis itu akan melamun terlalu lama.

Bella tak tahan, ia ingin melihat tere yg ia kenal pertama kali, gadis yg sok kalem padahal bar bar. Gadis yg tertawa tanpa beban. Gadis yg akan menggeplak kepalanya karena keseringan gk ngerjain pr. Kemana gadis itu.

Buku yg jatuh berserakan bbrp menit yg lalu msih ditempatnya . Bella jengah. Gadis itu menangis meningalkan tere yg menatapnya kosong?.
"sumpah gav gue benci sama lo, balikin temen gue, balikin senyum tere anjing" bella terisak dipelataran taman belakang sekolah. Ia merasa gagal menjadi sahabat gadis itu. Ia tau tere kehilangan dan berduka tapi rasanya tere sangat egois karena tak bisa melihat bella dan yg lain seperti biasanya.

Husein dan farel menatap bella yg memukul dadanya pelan. Keduanya menghampiri gadis yg jatuh terduduk itu.

"udah bel" farel menghentikan gerakan gadis itu. Gadis itu terisak.

"gue cape rel, gue mau sahabat gue balik kek dulu, gue harus nyalahin siapa!!?" gadis itu berteriak prustasi .

Farel dan acen menatap bella prihatin, tak tau harus bereaksi seperti apa. husein berjongkok didepan bella, memeluk gadis itu sambil mengelus rambutnya pelan. Ia tak tau apa yg ia lakukan benar atau tidak,setidaknya itu cara terbaik untuk menenangkan seseorang pikirnya. Suasana hening, ketiganya terdiam. Farel ikut Duduk menatap lambaian angin dengan gemerisik dedaunan yg berisik.

"tere blm ke pemakaman gavi ya?" farel bertanya setelah bella mulai agak tenang.

Bella menggeleng. Gadis itu belum menginjakkan kakinya disana.
Rasanya belenggu kematian gavi berpengaruh sebesar itu untuk hidup tere.
.
.
Pergerakan tangan seseorang yg ikut membantunya meraih buku2 yg berserakan membuat gadis itu mendongak, tatapan keduanya beradu untuk sesaat sebelum tere memutuskan kontak mata.

Lelaki dengan postur tubuh tegap dengan seragam yg sama seperti yg tere kenakan itu hanya tersenyum simpul, ia mengambil semua buku yg berserakan lalu masuk ke perpus, hendak mengembalikannya ke rak tempat semula. Tere mengikutinya karena dia jg harus menaruh semua buku2 yg ia pegang.

Berdiri bersebelahan membuat bau farfum lelaki itu tercium dgn jelas, tere sedikit tersentak membuat atensi lelaki disampingnya memperhatikan reaksi gadis disampingnya. Cukup lama hening lelaki itu mengangguk singkat sebagai tanda pamit.

Tere berbalik hendak memanggil tetapi lelaki itu sudah tak terlihat batang hidungnya.

"dia siapa " tere bergumam. Ia segera berlari , otaknya menyuruhnya mengejar lelaki itu. Banyaknya turunan Undakan tangga tak membuatnya terganggu , ia harus menemukan lelaki yg tadi.

Langkah kaki jenjang,postur tubuh tegap ,pandangan kedepan.

Tunggu!

Langkah kakinya terhenti ketika tangan mungil seseorang mencegatnya tanpa permisi. Lelaki itu berbalik menatap siapa dalangnya.

Gadis yg terlihat hampir kehabisan napas karena berlari itu menatap lurus ke netra mata lawan bicaranya.
"kenapa ya?" arsen bertanya. Lelaki jangkung itu terlihat bingung. melihat responnya tere segera melepas genggamannya. Ia sedikit bergetar. ah apa yg dia harapkan.

"ah maaf maaf aku salah orang, permisi" tere segera pergi. Menyisakan seulas senyum disana.

"kenapa dia terlihat seperti gavi?"
.

19 APRILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang