2.11 Hubungan pacaran di kantor

6 2 0
                                    

Sepanjang pagi itu, Lara mendapati dirinya berpikir cukup keras mengenai hubungannya saat ini bersama Jaka. Maksudnya, kira-kira sudah berjalan 2 minggu Lara dan Jaka pacarana sedangkan sikap mereka hampir tidak berubah di kantor. Namun hari ini, dirinya tiba-tiba bergabung dalam obrolan mengenai hubungan kandas antara manager dari tim Finance bersama salah satu staff HR.

"Kacau banget itu kerjanya si Arip!" seru Rahayu yang paling gencar kalau sudah menyangkut area gosip kantor. "Gue denger, denger, ya. Abis putus tuh, kerjaan Arip hampir bikin tim finance korupsi dana kantor anjir."

Edelin bergidik sambil menyeruput kopinya, dia membalas. "Parah ya, kalau udah urusan cinta mah?"

"Mana sekantor," tambah Kak Lani, menyuapkan ciki rasa jagung bakar ke mulutnya. Perempuan itu mencebikkan bibir sambil melanjutkan. "Gini, deh. Gue mah gak masalah lo pada ada yang pacaran sama temen kantor. Tapi, nih, tolong banget profesionalitasnya! Gimanapun, kerja ya kerja, pacaran ya pacaran. Beda porsi!"

Saat itu, tentu saja Rahayu menatap Lara yang menyimak sambil menghabiskan kopinya siang ini. Jaka sedang ada keperluan mengenai set video untuk content iklan mendatang, sehingga sekarang Lara kembali bergabung bersama para gadis dan mereka menyambutnya terbuka meskipun dengan kesan ejekan.

"Pacarnya sibuk ya, Ra?"

"Aduh, temennya gak ada lagi nih kayaknya. Kasian, dehh!"

Lara diam saja tanpa menjawab atau menjelaskan kembali hubungan mereka. Karena hubungan yang akhirnya pecah telor itu belum terungkap, meskipun tampaknya anggota tim DM sudah tidak peduli walaupun Lara dan Jaka berseru—saat itu—tentang mereka yang hanya berteman. Karena bagi mereka, bagaimana keduanya yang selalu punya agenda berdua tiap makan siang dan pulang hingga berangkat bareng sudah seperti sepasang kekasih saja.

"Lo gimana sama Jaka, Ra?" Edelin menyela hingga membuat Lara tersedak ayam krispinya yang sudah tersisa kulitnya saja. Perempuan itu mencoba untuk tenang sambil menjawab.

"Ya, gue harus jawab apa? Kan, kalian juga tau kalo gue—"

"Temen, iya, temen!" seru Kak Jena langsung. Dia menatap Lara dengan senyum yang bahkan tampaknya sudah lelah mendengarkan penjelasan perempuan satu itu. "Ra, kita udah gak bisa lagi diboongin lu berdua. Udah jelas dari awal ngantor, berduaan mulu kayak amplop dan perangko!"

Lara menaikkan alis, mencoba mencari siasat lagi untuk menjawab ucapan seniornya. "Um, gini loh, Kak. Kan kalian juga tau kalo pas wawancara terakhir—"

"Iya, iya, kalian kenalan dan boom! Ternyata sama-sama lolos!" seru Kak Lani, kali ini yang gencar mendorong Lara untuk mengungkapkan hubungan mereka yang sebenarnya. "Tapi, masa iya sampe ke mana-mana harus bareng?"

"Kalo ke kamar mandi, gue sendiri kok."

Edelin menggulirkan bola mata sambil berdecak. "Kalo itu sih, kita juga bakal kayak gitu Raa. Gak boleh berduaan di kamar mandi! Kecuali lo sewa hotel, hehehe."

"Edelin, heh, heh. Masih kecil juga!" Kak Jena tertawa dan tidak menyadari wajah kemerahan Lara yang bahkan tidak pernah memikirkan hal itu—sewa hotel buat apa coba? Main ludo?

Gadis yang menyemir rambutnya jadi ombre dengan warna tosca itu terkekeh. "Yailah, emang di hotel ngapain sih Kak Jen? Bukannya main PS?"

"Main apa, ya??"

"Hahahaha!"

Tawa perempuan-perempuan itu sama sekali tidak membuat Lara nyaman. Terkadang dia suka tidak masuk dengan obrolan perempuan dewasa, atau orang dewasa yang mengarah ke sesuatu yang sebenarnya sudah tidak tabu lagi. Kehidupan orang dewasa yang menurut sebagian orang adalah puncaknya untuk merasa bebas, sebelum mendapati kehidupan orangtua dengan harus memikirkan biaya persalinan anak hingga kuliahnya kelak.

Larahati di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang