1.13 Tidak ada jawaban yang pasti

9 3 0
                                    

Pagi itu Ishak sedang asik menikmati waktu libur di Sabtu pagi setelah menerima paksaan lari keliling komplek oleh dua Kakak kembarnya, yang sekarang ikutin tepar di halaman rumah. Mereka selesai menghabiskan piring dari mie ayam masing-masing kemudian kekenyangan. Beneran bukan karena mereka lelah lari pagi, tapi karena perut sudah penuh dan sekarang rasanya Ishak pengin terus seperti ini sampai siang hari.

Setidaknya itu yang Ishak pikirkan sebelumnya. Iya, sebelum kedapatan miss call sebanyak 10 kali lebih kala cowok itu sedang bersiap tidur sampai zuhur.

Kalau bertanya siapa yang meneleponnya, Ishak merasa percuma. Karena tanpa bertanya pun, cowok itu tahu siapa gadis yang dengan mudah merusak hari liburnya.

Rinai.

"Hoi, apa?"

Suara Ishak terdengar malas dan tolong Tuhan, biarkan Rinai peka hari ini!

"Main, yuk. Bang Jaka yang ngajak."

"Alasan sampah apalagi, Nai? Gue tahu lo cuman pengen isengin gue doang, buat hari gue jadi penuh kelelahan."

"Loh, jadi gue bikin lo lelah? Fine, I don't want your help again."

Sambungan telepon itu terputus dan Ishak merasa gamang selama beberapa menit. Sebelum dia menemukan telepon masuk lain, kini dari Bang Jaka, Abang-nya Rinai.

"You guys have a fight, Sak?" pria itu lebih dulu bertanya sebelum Ishak menyapanya dengan salam sambil bertanya kabar. Mereka sudah tidak bertemu hampir 1 bulan lamanya, mengingat Jaka sekarang sudah dapat bekerja di salah satu perusahaan start up.

Ishak mengedikkan bahu, walaupun tahu Jaka tidak dapat melihatnya. "Tanya aja sama Rinai, Bang."

Terdengar tawa kecil dari pria satu itu sebelum membalas. "Rinai suruh tanya kamu, lho."

"Ck, sialan," cowok itu mengginggit bibir bawahnya, terdengar ragu. "Jadi Bang Jaka ngajak main?"

"Yah, kita udah lama gak ketemu kan? Abang mau traktir, nih."

Ishak tersenyum. "Gajian, ya?"

Mendapati tawa ringan lagi dari pria yang usianya sudah mencapai 23 tahun itu, pun membuat Ishak jadi dikelilingi rasa bersalah. "Telepon Rinai, deh. Balikan kalian tuh, udah cocok juga, kan."

"Cocok apaan?" Ishak terdengar jengkel kalau mendengar Jaka atau ketiga sahabatnya di sekolah menyebut hubungan dirinya dengan Rinai mengarah ke sana. Ke sesuatu yang tidak pernah dia berani pikirkan meskipun ingin.

Hubungan yang tampak manis seperti kembang gula, seperti Kak Jiji dan Mas Sam.

"Minta maaf, ya. Setengah jam lagi, aku sama Rinai jemput kamu di rumah."

Sambungan telepon itu terputus setelahnya, menyisakan Ishak yang tampak kebingungan harus menelepon Rinai atau tidak. Namun di pikirannya saat ini malah buru-buru mandi seperti bebek lalu 10 menit kemudian sudah rapi dengan celana chino dan kaus abu-abu polos serta tambahan outer kemeja abu-abu flannel tipis.

Ponselnya masih gamang tak ada notifikasi masuk, membuat Ishak kembali dikelilingi perasaan bingung sebelum akhirnya dia benar-benar menelepon Rinai.

"Sori, lo bisa manfaatin gue kapanpun, Nai. I always free for you."

***

Rasanya Lara malu sekali mendapati Jaka hari ini, siang hari, dalam keadaan wajah yang kacau. Apalagi di depan dua orang remaja yang sepertinya pernah Lara temui. Namun gadis itu lupa bertemu mereka di mana?

Larahati di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang