1.3 Saling bersinggungan, tapi gak sadar

18 2 0
                                    

Kehidupan mahasiswa akhir bisa disebut sebagai last saga dalam permainan kampus yang sangat menyita pikiran. Baik itu menyelesaikan skripsweet—bahasanya perlu diperhalus kalau kata Lanang, biar terdengar romantis. Padahal aslinya pait—ini kata Liam. Tadi sampai mana ya? Yugi berpikir ulang dan mulai membicarakan bagaimana kehidupan mahasiswa akhir kuliah yang dikejar deadline—baik itu skripsweet, kapan sidang, hingga kapan nikah—ini sih yang sering ditanyakan pada mahasiswi perempuan kayak Anggi.

Seperti saat ini, dimana laki-laki berkemeja abu-abu itu menunggu cemas di depan ruang dosennya yang sedang berbincang bersama mahasiswa akhir lainnya. Tapi berbeda satu tingkat di atas Yugi. Alias Kakak tingkat yang sudah di ujung tanduk—kalau kata judul buku Tere Liye yang dibaca Lara.

Sebentar, ini kenapa tiba-tiba muncul nama Lara?

"Gi, masuk tuh," Bang Agus, namanya, menyadarkan Yugi yang tiba-tiba teringat mantan dan selalu jadi cinta terindahnya waktu SMA. Laki-laki itu berdiri dan mengangguk.

"Aman, Bang?"

Agus tersenyum lebar. "Doain gue gak tipes ya, abis ini."

"Bangg!" kali ini Yugi merengek seperti ditinggal Ayahnya untuk masuk ke dalam ruang dokter gigi. Daridulu, entah mengapa cowok itu emang paling was-was waktu mau masuk ke ruangan dokter gigi. Ibunya sering menyebut dokter gigi itu jahat akibat sering mencabut gigi anak kecil yang suka makan permen.

Makanya Yugi lebih suka menghisap rokok daripada permen.

Betulan random sekali pikiran perjaka berumur 22 tahun ini. Random dan menyedihkan.

"Halo, Yugi," Pak Will menyapa, nama lengkapnya William Baskoro Gultom. Panggilannya Pak Will dan sering disambung sama mahasiswa freak menjadi Pak Will you marry me?

"Siang, Pak," Yugi berdiri di depan meja dosbingnya itu, menunggu Pak Will yang mempersilakannya duduk.

Pria berumur hampir genap 40 tahun itu pun tertawa kecil. "Mau berdiri sampai kapan, Gi?"

"Oh, iya, Pak," Yugi langsung menarik kursi di depannya, duduk dengan nyaman sambil memberikan laptop yang telah menampilkan dokumen dari skripsinya. Sekarang sudah bab pembahasan dan doakan Yugi tidak ada revisi yang ke—lima kali?

Enam sepertinya. Laki-laki satu ini mulai pikun.

"Nah, gini dong Gii," Pak Will tampak puas membaca bab pembahasan Yugi yang lebih detail, mendalam, tapi tidak bertele-tele. Setiap pustakanya juga sudah Pustaka terbaru alih-alih pakai tahun 90-an lagi. "Kamu tuh, kenapa gini aja susah—sebentar," pria itu berhenti di bab kesimpulan. Agaknya dia terlihat ... lelah?

"Gi, ini kesimpulan skripsi atau makalah tugas kuliah?"

Mendapat pertanyaan seperti itu, Yugi jelas duduk tegap sambil melihat layar laptopnya. "Ini skripsi saya kok, Pak."

Pak Will mengangguk pelan. "Waktu mata kuliah Metode Ilmiah, nilai kamu apa, Gi?"

Laki-laki itu tampak berpikir keras, mengingat salah satu matkul di semester 6 yang dia ambil satu setengah tahun lalu. Menjawab. "B plus, Pak."

"B plus, kok, gak bisa bikin kesimpulan."

"Eh?"

Pria paro baya di depannya mengela napas pendek. "Buat ulang, minggu depan ketemu saya lagi. Kau tanyakan pada teman, teman, kamu tuh. Si Brian kan sudah sidang. Tanya sama dia."

Larahati di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang