"Gue mau cerita apa ke lo?" Tanya Jisung dengan nada pasrah. "Serius. 5 hari ini terasa berat semenjak lo di nyatakan kritis dan hampir pergi," lirih Jisung menundukkan kepala nya.
Terhitung sudah 5 hari Zhong Chenle koma. Kulit laki-laki itu yang pada dasarnya sudah putih terlihat semakin putih pucat bak patung porselen.
Chenle terlihat indah dan menyakitkan di saat yang bersamaan.
Rona wajah yang biasanya ceria dan berisik itu terasa sangat dingin dan sunyi. Chenle benar-benar menjadi patung.
Kondisi Chenle semakin hari semakin buruk. Peluru yang menembus dada Chenle menggores jantung laki-laki muda itu. Dokter terus melakukan pemantauan setiap 2 jam sekali. Bahkan, kemarin Chenle hampir saja pergi karena detak jantung nya berhenti.
Jika saja saat itu Haechan tidak menerobos masuk dan berteriak memanggil nama Chenle, mungkin... Chenle benar-benar pergi meninggalkan mereka.
"Gue gak mau di tinggal, Le. Tolong pahami," pinta Jisung benar-benar memohon. "Gue memang egois, mau lo tetap hidup di penuhi rasa sakit karena gue gak pernah bisa kehilangan lo dan siapapun itu,"
Jisung menarik napas panjang, guna mengurangi sesak di dada nya. "Jangan tinggalin gue ya, Le? Masa gue pergi ke sekolah sendirian terus harus dengarin si Daehwi bacot?" Ia berpikir sejenak. "Btw, si Daehwi histeris nanyain kabar lo mulu. Dia bilang lo gak boleh mati dulu karena cimol di kantin lagi ngeluarin varian baru. Lo harus traktir dia," lanjut Jisung seraya terkekeh kecil.
Tangan Jisung bergerak memegang tangan Chenle. Ia meringis ketika menyadari sedingin apa tubuh Chenle saat ini. "Dingin banget, Le." Lirih Jisung. "Lo kan gak suka dingin-dingin. Cepat bangun ya? Gue beliin selimut tebal, setebal dompet nya Mas Jeno yang kadang medit."
Biarkan Jisung mencurahkan semua yang ingin ia katakan meskipun harus di bumbui dengan hinaan. Jisung lelah karena beberapa hari ini, ia terus terjaga untuk melihat kondisi Chenle. Renjun sudah lebih baik dan ia di urus oleh Jeno dan Mark.
Sedangkan Haechan...
Dia sedikit terguncang karena Chenle yang saat itu hampir pergi. Mark memutuskan untuk memanggil Tante Yoona ke Prancis dan memberikan Haechan pengobatan terhadap mental nya.
Lantas, Jisung mengingat satu orang lagi. Na Jaemin. Mengingat si Kakak yang entah dimana batang hidung nya, pikiran Jisung kembali terbagi. Jisung hanya tahu jika Jaemin pergi untuk menenangkan diri. Tapi, ini sudah 5 hari dan Jaemin benar-benar hilang entah kemana.
Jisung tidak sehandal Jaemin dalam urusan lacak-melacak. Meminta tolong kepada Heeseung pun, lokasi Jaemin tidak dapat di temukan. Jaemin benar-benar pergi dengan baik dan entah berada dimana.
"Le... Kak Nana pergi..." Jisung kembali menangis karena keadaan yang begitu kacau. "Kak Nana pergi, gak tahu kemana," sambung nya dengan nada bergetar.
"Gege selalu nangis diam-diam karena merasa bersalah sama lo. Bangun, Le. Gue ngeri lihat Gege nangis kayak gitu karena biasanya lebih sering lihat Gege mencak-mencak." Jisung menarik napas pelan. "Lo gak ingat Daegal?"
"Bayi lo yang bentukan anjing itu pasti lagi sedih. Kalau lo mati, dia pasti nyari babu baru. Lo be..."
"Jangan."
Jisung terdiam dengan mata membulat. Ia memandang ke arah sekitar dengan pandangan ngeri.
"Daegal tetap bayi gue,"
"BAJINGAN?!" Jisung berteriak nyaring. Bayangkan suara seberat Jisung berteriak, aduhai sekali suara nya.
Jisung menghapus-hapus air mata nya yang terus menetes. Dengan tergesa-gesa, ia berlari ke luar dan berteriak...
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] 7D² (Dream & Death) || NCT DREAM
FanfictionRumah. Hanya cerita tentang tujuh bocah yang mencari rumah untuk sekedar tempat berbagi senyuman dan canda tawa (300523) #45 in criminal (010623) #808 in friendship (260623) #1 in renjun (010723) #3 in jeno (030723) #2 in nctdream (080723) #1 in nct...