Naraya

996 125 60
                                    




Nara memegangi tangan dingin malaika yang tidak sadarkan diri diatas ranjang pasien, matanya memandang kosong dinding yang ada dihadapannya.

Pikiran delta itu terus berputar, mengingat kembali isi tulisan diatas kertas yang digenggam erat oleh malaika sesaat sebelum penyakit jantung wanita itu kambuh.

Sebuah tes DNA, tes DNA yang menunjukkan hubungan darah antara Naraya dan Malaika. 50% kemiripan DNA, 50% yang menunjukkan hubungan darah yang dekat, dia dan malaika bersaudara. Malaika adalah saudara kandung Naraya.

Naraya tidak pernah mempertanyakan hal ini sebelumnya, tidak pada bibi yang sudah membesarkannya, tidak juga pada dirinya sendiri. Naraya tidak pernah mengingat apapun tentang dirinya sebelum berusia 7 tahun. Tidak tentang orangtuanya, tidak juga tentang masa kanaknya, semua ingatan naraya dimulai sejak dia tinggal bersama bibinya, menjalani masa kecil dengan kasih sayang seadanya dari satu-satunya sosok orangtua yang dia ketahui, tanpa ada kerabat lain, ikatan lain.

Naraya tidak pernah mempertanyakan kenapa dia hanya memiliki bibinya sebagai keluarga selama ini, yang dia rasakan hanyalah rasa syukur karena dirinya yang yatim piatu ini masih memiliki seseorang yang mau merawatnya. Dia tidak pernah menanyakan keberadaan orangtuanya, karena pertanyaan itu hanya akan membuat suasana hati bibinya memburuk, dan Naraya tidak tega jika wanita yang sudah bersusah payah membesarkannya itu harus bersedih karena pertanyaannya. Jadi Nara tidak pernah lagi bertanya tentang orangtuanya, dan perlahan melupakan sosok dua orang yang tidak diingatnya itu.

Jika dipikirkan sekarang, jalan pikiran Naraya saat itu terlalu singkat. Terlalu memperdulikan perasaan orang lain, sehingga mengabaikan dirinya sendiri.

Jika dipikirkan, naraya memang seperti itu sejak dulu. Terlalu memperdulikan bibinya sehingga tidak tega mencaritahu siapa dirinya sebenarnya. Terlalu perduli pada mantan kekasihnya sehingga dimanfaatkan dan dijerumuskan pada kejaran para rentenir yang mengantarkannya pada posisi ini, dan saat ini sekali lagi Naraya kembali lebih memikirkan orang lain, Malaika yang terbaring tidak sadarkan diri dibandingkan dirinya sendiri, iba pada wanita itu, hanya karena kemungkinan mereka berdua bersaudara, melupakan apa yang sudah amalaika lakukan padanya, pada tubuh dan perasaannya.

Wanita ini yang sudah secara tidak langsung memaksa Naraya menyerahkan tubuhnya pada Zachary, suaminya sendiri, tapi wanita ini juga kemungkinan adalah kakaknya sendiri, dan naraya tidak bisa mengabaikannya.

Jemari dingin yang ada didalam genggaman Naraya perlahan bergerak, sebelum mata malaika perlahan terbuka. Pandangan wanita itu terlihat kabur dan kebingungan beberapa saat sebelum akhirnya kedua matanya bertemu dengan manik gelap milik Naraya.

Mereka saling berpandangan beberapa saat, sebelum titik-titik air mata berjatuhan dari kelopak mata Malaika, bibir wanita itu bergerak, seakan ingin mengatakan sesuatu,  tetapi Naraya dengan cepat menggelengkan kepalanya, dan memencet tombol khusus untuk memanggil dokter.

“Sebaiknya kakak jangan berbicara dulu. Biar dokter memeriksa keadaan kakak.” Ujar Naraya dengan suara serak, matanya memerah menahan perasaannya, entah itu rasa sakit atau gelisah. Panggilan kakak untuk Malaika keluar begitu saja dari belahan bibirnya, entah karena permintaan wanita itu yang terus meminta Nara memanggilnya kakak, atau karena Naraya mulai mengharapkan jika Malaika benar adalah kakak kandungnya.

Naraya baru saja akan melepaskan genggaman tangannya pada jemari Malaika ketika wanita itu mengeratkan tautan jemari mereka, dan menggelengkan kepalanya perlahan, dengan tatapan memohon agar Naraya tidak melepaskan genggamannya.

Beberapa saat kemudian, Malaika yang sudah menjalani beberapa tes dinyatakan berada dalam keadaan  rentan, kondisi jantungnya kembali melemah karena terlalu terguncang.

Malaika menerima berita yang dibawa dokter itu dengan wajah yang tenang, sedangkan Naraya merasakan sedikit sakit pada jantungnya sendiri, mendengar waktu Malaika yang semakin singkat.

Beberapa saat kemudian, ruang rawat itu kembali sepi dan hanya diisi oleh malaika yang terbaring lemah, dan naraya yang terdiam, memandangi malaika.

"Nara...." panggil Malaika, lirih.

"Ya?"

"Bisakah kamu berjanji padaku?"

Semalam Bersama Mr. PrukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang