07

361 6 3
                                    

JAUH JODOH
Eps 07

Biyan menghampiri Feri yang menunggu di dalam mobil.

"Hmmm, jadi gini. Pada dasarnya beliau tidak masalah jika kita semua berdamai dengan masa lalu. Tapi .. tapi Bunda gak mau ketemu dengan A .. Abi." Biyan merasa aneh menyebut abi sekaligus merasa senang.

Feri manggut-manggut, "Hana tidak melarang kamu ketemu saya kan?"

"Enggak kok. Dianggapnya aku sudah cukup besar untuk memilih jalan." Biyan berkata pelan sambil mencuri pandang memperhatikan wajah ayah kandungnya yang terlihat masih sangat muda.

"Alhamdulillah. Saya berjanji, Biyan. Saya berjanji akan membayar semua kesalahan dan menggantikan semua kerugian material yang telah dilewati walau tidak akan bisa mengganti kerugian moril. Untuk bagian itu saya hanya bisa minta maaf. Kamu mau kan memaafkan saya, Biyan?" Feri bertanya sudah yang kelima kalinya semenjak bertemu putra kandungnya.

"Insyaa Allah. Betul juga kata bunda, semua sudah di belakang. Marah juga gak akan merubah keadaan. Qodarullah wamasya'afa'al. Ya sudah ya. Abi pulang saja. Jazaakallah khairan." secara halus Biyan mengusir.

Feri berpamitan lalu mulai menjalankan mobilnya meninggalkan area parkir. Biyan sejenak memperhatikan mobil tersebut menjauh.

Sepanjang jalan pulang dari Cianjur mereka saling bertukar cerita walau tidak lagi menyinggung masalah pemerkosaan. Begitu banyak kerinduan yang tertahan tidak sabar terluapkan. Biyan lebih banyak menjawab pertanyaan ketimbang bertanya. Feri yang baru saja berumur 40 tahun menginterogasi segala hal.

Feri memuji dan terus memuji. Menyebut syukur kepada Allah mendengar semua cerita yang diungkapkan putra yang baru dipertemukan.

"Berarti sebentar lagi insyaa Allah saya akan mendapat cucu? Ya Allah .. saya akan mendapat cucu? Saya sudah jadi kakek, haha." Begitu respon Feri ketika mendengar Biyan baru saja menikah.

"Istriku bukan mahrom Abi. Putriku pun bukan mahram Abi." ucap Biyan tanpa bermaksud nyinyir lebih kepada ungkapan kesedihan.

"Gak apa-gak apa. Alhamdulillah kita orang Sunda tidak ada marga-margaan. Jadi tidak perlu ribet dengan nama. Walau bukan mahrom tetap saja kamu dan putri saya gak bisa nikah karena sedarah. Kalau kamu memiliki putra tetap saja tidak akan bisa menikah dengan putri saya karena statusnya bibi. Jadi tetap harus ada kejelasan salsilah. Ya Allah seru ya kita bisa ngobrol nyambung gini? Kamu sudah ngaji jadinya kita satu frequensi. Kamu suka mendengarkan ustadz siapa? Kemarin ada tabligh akbar syeikh ..."

Biyan teringat lagi dengan kalimat-kalimat yang diucapkan ayah kandungnya.

Beginikah rasanya punya bapak?

"Abi." Biyan mengucapkannya.

"Abiiii!" Biyan berteriak.

Biyan lantas tertawa lalu berjalan pulang. Tidak sabar ingin bercerita kepada istrinya yang kalau nyebur got rela berenang.

*

Feri memutarkan mobilnya kembali. Setelah memastikan Biyan tidak terlihat, Feri memarkirkan mobil tepat depan gerbang agar bisa menutupi pandangan. Sambil celingak-celinguk bak jambret, Feri memasuki gerbang. Dilihatnya motor yang bannya kempes. Setelah itu berjalan menuju pintu. Ketika akan mengetuk terdengar suara lirih tangisan. Feri melihat sekitar, sepi. Setelah itu ditempelkan kupingnya ke pintu. Ha? Hana lagi nangis ya?

Feri buru-buru mengetok pintu diiringi salam. Tidak terdengar jawaban namun suara tangis terhenti.

"Assalamualaikum, Hana?" Feri memanggil. Tidak ada respon.

"Hana? Saya tahu kamu ada di dalam. Saya bisa mendengar suara kamu menangis. Hana? Hana, saya Feri ..."

"Pergi!" terdengar hardikan dari balik pintu.

JAUH JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang