09

35 4 2
                                    

𝐁𝐀𝐏𝐀𝐊𝐊𝐔 𝐃𝐔𝐃𝐀 𝐊𝐄𝐑𝐄
Eps 09

Hari itu Ustadz Haikal mendatangi rumah Hana bersama Asnawi. Biyan yang menyambut sengaja datang dari Cianjur untuk menjadi wasilah.

Biyan berusaha menyembunyikan rasa kesal semata-mata menghormati Ustadz Haikal.

"Afwan, Ustadz, Bunda hanya mau bertemu dengan Ustadz saja." ucap Biyan di depan pintu.

Ustadz Haikal menoleh ke Asnawi.

"Afwan, Bang Biyan, ada beberapa hal yang mau saya jelaskan ke Teteh Hana." Asnawi tidak bersedia.

"Gua .. eh aku cuma wasilah, hanya menyampaikan keinginan bunda." jawab Biyan berusaha sopan.

"Ya Ibni, turuti saja dulu permintaan dari Ummu Biyan." Ustadz Haikal membujuk putra sambungnya.

Asnawi termangu sesaat lalu berkata, "Semoga Allah memudahkan Abi, aamiin."

Asnawi lantas keluar gerbang.

"Afwan ya Ustadz .. Biyan .. Biyan tidak mengerti .. tapi .." Biyan tercekat, pantaskah mempertanyakan orang tua di hadapannya yang masih dianggapnya seorang guru?

"Maafkan Abi, ya ibni." Ustadz  Haikal meminta maaf.

Biyan tersentak, dirinya masih dianggap anak. "Ayo Ustadz, kita bertemu di ruang tengah saja agar lebih privacy."

Ustadz Haikal mengikuti Biyan memasuki ruangan yang terdapat meja makan. Ruangan itu tertutup memakai ac. Hana yang berpakaian hitam lengkap dengan cadar berdiri menyambut memberi salam duluan. Ustadz Haikal menjawab salam tanpa ekspresi.

Hana mengajak duduk di meja makan yang telah tersedia banyak makanan dan minuman.

Ustadz Haikal duduk duluan, Biyan duduk di depannya. Barulah Hana mengambil tempat di samping Biyan.

"Afwan, ana memang telah mendapat khobar jika khitbah tidak diterima melalui sebuah surat. Namun putra kami ingin mencoba meyakinkan. Semoga ikhtiar ini diterima dan dianggap dari wujud kuatnya tekad sehingga diharapkan munculnya rasa percaya bahwa niat baik putra kami beralasan." Ustadz Haikal berkata dengan formal.

Sesaat suasana hening.

Biyan buru-buru merespon, "Iya, Ustadz, jazaakumullah khairan. Jadi gimana Bunda?" tanya Biyan kepada bundanya.

Hana mengambilkan beberapa kue ke atas piring kecil lalu menyodorkan. "Tafaddhol ya Ustadz."

"Jazaakillah khairan." Ustadz haikal tertegun melihat kue kesukaannya di atas piring.

Hana juga menuangkan teh hangat ke dalam cangkir lalu menyodorkan. "Sebuah kehormatan bagiku bisa melayani tamu yang datang dengan niat baik."

Ustadz Haikal tidak menjawab memilih menyisip teh untuk menghilangkan rasa mual di perutnya.

"Ya Ustadz, kajian di rumah ini sudah berlangsung selama satu setengah tahun." Hana lanjut bicara. "Ada 4 ustadz dan 2 ustadzah yang bergabung untuk kajian ummahat, alhamdulillah jemaah terus bertambah semoga bukan sekadar karena disediakan makan ya, aku husnuzon dengan tholibah yang datang."

Ustadz Haikal tampak bingung kenapa Hana malah bicara hal lain?

"Kami punya dana besar untuk membuat TK dan SD tahfidz namun masih kekurangan SDM. Ditambah yang bergabung di kegiatan ini kebanyakan masih muda, pengalaman belum banyak. Aku tidak mau gegabah bergerak jika team belum kompak dan belum ada pengawas yang mumpuni." lanjut Hana formal.

Ustadz Haikal hanya manggut-manggut saja.

"Aku ingin Ustadz ikut membantu. Bersediakah?" tanya Hana membuat Ustadz Haikal terkejut.

JAUH JODOHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang