Aku membaca daftar nama pelanggan yang lumayan banyak hari ini, merasa bersyukur karena masih banyak orang yang tertarik menggunakan jasa laundry ku. Dan kini, kualihkan pandanganku kepada lima karyawan yang aku punya, dua orang khusus mencuci dan tiga orang khusus menyetrika, ditambah satu orang sebagai orang kepercayaanku yang bertugas membantuku merekap dan memesan kebutuhan yang berhubungan dengan perlaundryan.
Aku memang tidak main main dengan usahaku, walaupun mungkin dalam beberapa bulan ke depan penghasilan laundry hanya cukup untuk menggaji mereka yang sudah membantuku, tapi itu tidak masalah. Karena aku punya prinsip kalau usaha laundry ku harus cepat dan tepat waktu, tidak ada istilah kewalahan hanya karena kekurangan karyawan.
"Kalian semua mau makan apa?" Tanyaku pada mereka, ketika menyadari ini sudah masuk jam makan siang. Aku memang memberikan makan siang gratis serta camilan yang bisa mereka makan kapan saja.
"Mbak maunya makan apa?"
Aku mengerutkan keningku mendengar pertanyaan Risty barusan, kenapa malah meminta pendapatku.
"Kok Mbak sih, kalian loh maunya makan apa?" Tanyaku lagi.
"Sekali kali kami ngikutin maunya Mbak, masa Mbak terus yang ngikutin maunya kami."
Aku yang mendengar itu terkekeh geli, lucu sekali mereka ini. Aku kan membeli makanan untuk mereka, walaupun sebenarnya aku juga ikut makan, makan di sini lebih enak daripada di rumah, karena ramai dan penuh canda tawa.
Dan kini, aku anggukkan kepalaku mengiyakan apa mau mereka, sekali kali tidak masalah. "Kalau nasi padang, mau nggak?" Tanyaku lagi, dan menatap wajah mereka satu persatu.
"Tumben, bukannya Mbak nggak suka sama nasi padang ya?" Pertanyaan Risty barusan, membuatku tertegun.
Iya memang benar, aku sama sekali tidak menyukai makanan favorit hampir semua orang itu, tidak tahu kenapa, aku merasa aneh dengan rasanya. Tapi tidak untuk sekarang, aku bahkan sudah berkali kali meneguk air liurku karena sudah terbayang dengan tampilannya. "Tiba - tiba pengin makan itu." Ucapku cepat.
"Wihh...kayak orang ngidam aja, Mbak." Celetuk Rima, dengan tangan yang masih sibuk menyetrika.
"Hush!! Nggak boleh ngomong gitu!" Tegur Putri, dan menepuk pelan lengan gempal Rima. Membuat Rima yang tersadar dengan ucapannya, segera menatapku dengan perasaan bersalah. "Mbak, saya minta maaf, saya nggak bermaksud ngomong gitu." Ucapnya, benar - benar merasa bersalah.
Aku menggelengkan kepalaku dengan senyuman menenangkan. "Nggak apa - apa, Rim. Santai aja." Ucapku, meskipun dalam hati aku memikirkan perkataannya. Iya, dia benar, karena memang ada yang aneh dengan diriku, aku pun menyadari itu dari satu bulan yang lalu, dan berusaha menyangkalnya sekuat tenaga.
"Ris, tolong beliin ya." Pintaku, dan dengan cepat di iyakan wanita mungil yang duduk tidak jauh dariku itu.
***
Aku kembali memperhatikan test pack yang pernah aku gunakan satu bulan yang lalu, menatap dua garis merah yang membuatku masih tidak menyangka akan seperti ini jadinya.
Dan kini, bayangan empat bulan yang lalu kembali berputar diingatanku, tentang bagaimana aku bisa berakhir di sini.
Aku ingat, bulan pertama dari empat bulan itu kami masih baik baik saja, masih berhubungan badan layaknya suami istri lainnya. Dan jangan berpikir kami melakukan karena cinta, mungkin aku iya, tapi tidak dengannya, dia melakukannya karena nafsu, nafsu dan nafsu.
Dia termasuk aktif menyentuhku dan aku pun sudah terbiasa dengan sentuhannya. Dan semuanya masih baik baik saja, sampai semuanya terjadi begitu saja di akhir bulan. Aku ingat, dia yang tidak banyak bicara padaku tiba - tiba saja mengatakan ingin membicarakan sesuatu yang serius, sesuatu yang sangat serius yang ternyata adalah sebuah perceraian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara Untuk Dilara [END]
RomanceAku baik - baik saja tanpa kamu, jadi jangan merasa bersalah seperti itu. Kamu yang membuangku, dan aku menerimanya dengan lapang dada. Sekali lagi aku katakan, aku baik - baik saja. Cover by Pinterest Start 10 Agustus 2023 End 18 September...