05. Sudah Membesar

1.9K 184 44
                                    

Aku memperhatikan tanggal yang berada di kalender, merasa senang karena usia kandunganku sudah menginjak lima bulan. Kupegangi perutku yang sudah membesar, tidak menyangka akan merasakan hal seperti ini untuk yang kedua kalinya.

Kutolehkan kepalaku ketika mendengar suara cekikikan dari para wanita yang sudah sangat berjasa membantu usahaku selama ini, ikut tersenyum ketika melihat mereka yang heboh menebak jenis kelamin dari calon anakku.

Iya, aku tidak menutupi tentang kehamilanku kepada mereka. Biarkan saja mereka tahu, dan aku tidak mau ambil pusing dengan tanggapan dari mereka. Sudah banyak yang aku lalui, mungkin itu yang menyebabkan hatiku kebal seperti ini.

"Kalau dari bentuk perutnya sih, cowok." Ibu Lastri, sebagai karyawan yang paling tua di sini, menebak jenis kelamin dari calon anakku. Membuatku tersenyum senang, karena tebakannya benar. Aku memang sudah memeriksa jenis kelamin calon anakku, dan perkiraan dokter adalah laki laki, semoga saja itu terwujud. Bukannya aku menolak kalau diberi anak perempuan lagi, aku sudah pasti senang, tapi kalau yang maha kuasa menitipkanku anak lelaki, maka itu sesuatu yang harus aku syukuri dengan sangat amat bahagia. Siapa yang tidak ingin diberi anak sepasang, walaupun mungkin anakku akan bernasib kurang beruntung, karena memiliki orang tua yang tidak utuh.

Tentang Mas Naresh, apakah ia sudah mengetahui tentang kehamilanku? Jawabannya belum. Terakhir kami bertemu adalah malam itu, dan sampai sekarang lelaki itu tidak pernah lagi berkunjung.

Bukan karena aku melarang, ia sempat mengirimiku pesan dan berkata ada proyek besar yang membuatnya tidak bisa mengantarkan Alova ke rumahku. Tidak masalah untukku, karena masih ada sopir yang ia percaya untuk mengantarkan putri kecilku itu, bahkan kami menghabiskan akhir pekan sebulan yang lalu dengan berjalan - jalan dan berbelanja di Mall.

Lamunanku terhenti, ketika mendengar suara berisik Rima dan Putri, entah apa yan mereka ributkan. Aku ikut menolehkan kepalaku, ketika suara Risty ikut terdengar heboh, membuatku penasaran.

Ada apa sebenarnya?

"Kenapa?" Tanyaku, beranjak untuk ikut keluar. Mengikuti langkah Risty yang kini terlihat salah tingkah.

"Itu Mbak, ada pelanggan ganteng! Bikin kita terpesona." Ucapnya, dengan senyum malu - malu.

Aku mengerutkan keningku, merasa penasaran bagaimana rupanya sampai bisa membuat tiga perawan ini terlihat senang dan salah tingkah.

Atau jangan - jangan, lelaki itu yang terlalu tebar pesona?

Dengan cepat, aku langkahkan kakiku keluar dari area belakang, menuju meja kasir sekaligus tempat menerima baju kotor, ingin melihat rupa lelaki itu, tidak lebih!!

Langkahku yang pelan, kini terhenti ketika melihat rupa lelaki yang membuat ketiga perawan itu heboh. Tapi, bukan rupanya yang membuat mataku melebar seperti ini, melainkan ingatanku yang langsung berputar ketempat parkiran tempat dulu kami bertemu. Aku hanya bisa tersenyum ramah padanya, yang baru saja menerima hasil laundryan dari toko kami, serta memberikan baju kotor yang akan ia laundry lagi. Aku mendekati Risty yang salah tingkah memberikan nota padanya. Jangan sampai karena terpesona, membuatnya tidak fokus dengan pekerjaan dan melakukan kesalahan.

"Kok ada di sini?" Tanyanya ramah, membuatku tersenyum, karena sadar ia juga mengingat diriku.

"Saya kerja di sini." Jawabku cepat, tanpa peduli wajah protes Risty.

Aku memperhatikannya yang kini mengangguk, dan sempat melihatnya tertegun ketika melihat perutku yang sudah membesar. Aku bahkan dengan sengaja mengelus perutku, semakin memperlihatkan padanya kalau aku sedang hamil. Entahlah, aku sedang ingin melakukannya.

Aku mengangguk singkat ketika ia yang kini berpamitan, dan tidak lagi memperhatikannya yang sudah berlalu karena merasa itu tidaklah sopan. Ku alihkan tatapanku ke arah Risty, yang menatapku dari tadi seolah meminta penjelasan. Aku hanya mengedikkan bahuku tidak ambil pusing. "Pernah ketemu di rumah sakit." Jelasku, dan memilih kembali ke area belakang. Dan lagi - lagi, aku harus menerima tatapan menyelidik dari Putri dan juga Rima. membuatku hanya bisa terkekeh. Wajar saja, mereka masih muda, jadi jiwa jatuh cinta mereka masih berkobar - kobar, tidak sepertiku yang tahun ini akan berusia dua puluh sembilan tahun, dan merasa hal seperti itu sudah lewat untukku.

Lara Untuk Dilara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang