LIMA BELAS

303 36 5
                                    

"Tamu untuk anda sajangnim."

"Aku dengar kau pulang dari bulan madumu, jadi aku mengajak Seungcheol kemari." Mingi melangkah masuk, seperti biasanya tanpa permisi langsung duduk di sofa besar di ruangan itu. Seorang pria berbadan atletis, berpakaian serba hitam mengikuti masuk, pandangannya mengawasi seluruh ruangan dengan tajam, sampai kemudian bertatapan dengan Hongjoong.

Choi Seungcheol. Hongjoong membatin. Ini adalah pertemuan kedua mereka setelah pertemuan singkat di sebuah pesta waktu itu. Hongjoong memilih datang sendirian ke pesta Seungcheol waktu itu dan membuat Mingi sibuk mencemoohnya. Mingi sempat mengenalkannya dengan Seungcheol, tetapi mereka tidak bisa berbicara lebih, karena Hongjoong buru-buru pergi untuk urusan lain.

"Seungcheol juga baru pulang dari bulan madunya." Mingi bergumam ketika Hongjoong dan Seungcheol hanya berpandangan dengan kaku, saling mengawasi.

"Bulan madu? Bukankah kau sudah menikah lama, Seungcheol-ssi?" Hongjoong melangkah mendekati sofa dan duduk di sana, mempersilahkan Seungcheol untuk duduk.

"Bulan madu kedua." Seungcheol menyahut dengan suaranya yang dalam. Entah kenapa kata 'bulan madu' itu membuat ekspresi dingin dan kejam di wajahnya melembut. Mungkin benar kata Mingi, pria ini benar-benar mencintai pasangannya. Kalau begitu, pria ini tidak sejahat yang dikatakan orang. Seorang pria yang bisa mencintai seseorang sepenuh hati, adalah pria yang baik, jauh di dalam hatinya. Hongjoong merasa prasangka buruknya terhadap Seungcheol memudar.

"Bagaimana bulan madumu?" Mingi bergumam lagi, menatap Hongjoong sambil tersenyum, "Semua berjalan sesuai rencana?"

"Sesuai rencana." Senyum Hongjoong melebar, lupa kalau di depannya ada Seungcheol, sosok yang tidak dikenalnya seakrab Mingi, "Dia mengatakan mencintaiku."

Mingi terkekeh, "Dasar bajingan yang beruntung." Diliriknya Seungcheol, "Hongjoong lebih beruntung dari kita, dia bisa dengan cepat mendapatkan cintanya. Sementara kita harus jungkir balik mencoba segala cara."

Seungcheol ikut tersenyum mendengar kata-kata Mingi itu. Dan suasana kaku di antara mereka menjadi cair. Mereka lalu membicarakan masalah pekerjaan dan proyek kerjasama mereka, dan pembicaraan mengalir lancar seolah mereka sudah sering berkumpul dan bercakap-cakap dengan akrab sebelumnya.

"Aku harus pulang." Seungcheol melirik jam tangannya, "Aku sudah berjanji mengantarkan Jeonghan ke dokter."

"Jeonghan sakit?" Mingi yang sedari tadi sibuk membaca berkas catatan pengajuan proyek yang mereka bahas mengangkat kepalanya,

Mingi menggelengkan kepalanya, senyumnya melebar, tak tertahankan. "Bukan. Dia mual dan muntah di pagi hari. Sepertinya kami membawa oleh-oleh hasil bulan madu kedua kami."

"Wah. Kau mengejarku rupanya." Mata Mingi melembut ketika mengingat kedua malaikat kecilnya dan Yunho yang sangat dicintainya, "Sampaikan salamku untuk Jeonghan. Aku akan mempelajari berkas ini dulu, nanti aku diskusikan hasilnya denganmu."

"Oke." Seungcheol beranjak berdiri, dan Hongjoong mengikutinya. Pria itu tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada Hongjoong yang segera disambut Hongjoong, mereka bersalaman,

"Semoga kerjasama kita baik ke depannya."

Setelah itu Seungcheol berpamitan dan pergi meninggalkan ruangan.

"Dia baik kan. Tidak sekejam yang dikatakan orang. Apakah kau masih tidak menyukainya?" Mingi bergumam, matanya tidak lepas dari berkas-berkas di tangannya.

Hongjoong menatap ke arah kepergian Seungcheol dan mengangkat bahu. "Well, aku tidak salah kalau dulu aku tidak menyukainya. Rumor yang beredar begitu kental kalau dia sangat kejam dan pemarah. Semua orang takut kepadanya. Tapi dia berubah setelah menikah ya?"

Unforgiven Hero | JoonghwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang