Chapter 4

78 6 9
                                    

Hembusan angin malam menusuk sampai ke tulang-tulang. Angin malam menerpa wajahnya membuat rambut pendeknya bergoyang-goyang. Merasakan kedinginan di sekujur tubuh tapi tidak membuatnya pergi dari sana. Pemandangan malam dengan lampu gedung-gedung tinggi dan lampu jalan membuatnya terlihat seperti langit yang dihiasi bintang. Dia mendongak keatas, melihat langit yang gelap tanpa ada cahaya sedikit pun.

Dia menghela napas menatapnya. Tujuannya datang keatap rumah sakit hanya untuk melihat langit dengan bintang-bintang tapi sepertinya kali ini keinginannya tidak terpenuhi.

Saat ini pikirannya dipenuhi dengan kabar yang cukup membuatnya terkuncang. Kakaknya yang pergi dari rumah kini sudah tidak ada didunia ini dan meninggalkan istrinya.

Techi tidak terlalu memikirkannya. Yang dia khawatirkan sekarang yaitu apakah dia harus mengabari ibunya tentang ini. Dia sudah daritadi mengotak-atik ponselnya untuk mengabari ibunya tapi malah berhenti di tengah jalan. Hanya tinggal menekan tombol hijau untuk menelponnya.

apa yang harus kulakukan?

Techi ingin berteriak melepas kegundahan dihatinya. Kenapa dia harus berada diposisi ini? Kenapa dia harus dihadapkan lagi dengan kehidupan kakaknya? Ini membuatnya muak. Sangat muak.

Techi meletakan kembali ponsel kedalam kesakunya. Dia turun kembali menuju ruang inap wanita yang dia kenal bernama Nagahama Neru. Dia menatap jam tangannya, sebentar lagi pukul 10 malam dan dia harus pulang setelah ini.

Techi membuka pintu dan melihat Neru sudah bangun dan sekarang terduduk di kasurnya sedang menatap keluar jendela. Techi mendekat lalu menatap kearah yang sama. Tidak ada yang menarik, hanya ada hembusan angin malam yang menggerakkan daun pepohonan. Lalu mengalihkan pandangannya kearah Neru.

"Kau tidak apa?" Neru menggelengkan kepalanya tanpa menoleh.

"Lebih baik kamu kembali istirahat. Aku harus kembali" Techi melangkah pergi namun tangannya ditahan oleh Neru. Dia menoleh dan menatap wajah lelah wanita ini. "Apa kamu akan kembali?" lirih Neru pelan dan Techi hanya diam sambil berpikir.

Neru masih menunggu jawaban gadis yang dia tau adik dari suaminya. Techi sudah memperkenalkan dirinya sebelumnya dan tidak menyangka keluarga suaminya muncul dihadapannya setelah sekian lama Risao memutuskan hubungan. Neru melepaskan tangannya setelah ditanggapi anggukan kepalanya.

Techi melangkah pergi dan terhenti saat Neru memanggilnya "Yurina.. Hati-hati".

Entah kenapa Techi tidak merasa geli saat Neru memanggilnya dengan nama depannya. Tidak seperti teman-temannya. Hanya keluarganya yang memanggilnya Yurina dan ditanggapi biasa olehnya.

Techi membuka pintu dan menutupnya kembali tanpa menoleh kearah Neru.

---

Techi kembali ke rumah sakit sesuai janjinya. Dia datang setelah pulang sekolah, masih menggunakan seragam. Dia membuka pintu masuk ruangan Neru dan melihatnya sudah menatap kearahnya. Techi bisa melihat Neru tersenyum manis kepadanya seakan senang melihatnya. Hal itu membuatnya penasaran.

"Kenapa kau tersenyum?" tanyanya mendekat kearah Neru.

Neru menggeleng sambil berkata "Aku senang melihatmu hari ini" Techi mengerutkan dahinya, heran dengan jawabannya. "Bukankah kau sudah tau aku akan datang?".

"Aku ingin cepat melihatmu" ucap lembut darinya dengan senyum yang masih terlukis diwajahnya. "Kenapa?" Techi menyadari ada yang aneh dari dirinya. Tidak biasanya dia banyak bertanya. Namun apalah daya, dia benar-benar penasaran alasannya.

"Karena matamu mirip dengannya. Itu membuatku merasa nyaman saat menatap matamu"

Setelah mendengar jawabannya, Techi hanya terdiam. Memang benar matanya mirip dengan Risao. Pada umumnya matamu akan mirip salah satu orang tuamu tapi Techi memiliki mata kakaknya. sangat mirip.

Fleet of TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang