tujuh

920 73 6
                                    

****

2 tahun yang lalu, di pagi hari, rumah Adnan itu suasananya sangat tenang, adem ayam. Masuk kategori sepi.

Tapi, setahun kemudian, di saat cucu pertama dalam keluarga itu lahir, semua mendadak berubah. Berubah menjadi ramai dan berisik. Ramai dan berisik yang sangat di sukai oleh semua keluarga---, tidak semua. Ada dua orang yang tidak suka yaitu Maya dan suaminya.

Hanya dua orang itu, yang tidak terlalu semangat, menyambut cicit pertama mereka

Sangat berbeda dengan Ajeng dan Adnan. Yang setiap pukul 6 pagi, pasangan suami istri itu wajib mendatangi kamar Rara yang sudah pindah di lantai 1.

Ya, hal yang membuat Rara semakin tidak ada harga diri. Dia belum di nikahi, tapi hampir 2 tahun dia tinggal di rumah Adnan.

Akira. Menjadi rebutan semua orang, bahkan termasuk papanya yang mungkin saja, tidak suka akan kehadirannya dulu.

Saat ini, di saat puteri ke tiganya lahir, dia akan merengek dengan menjijikkan pada anaknya, karena anknya tidak mau dekat dan di gendong olehnya.

Adnan juga sama, laki-laki itu akan merengek pada cucunya Akira, di saat Akira tidak mau di gendong dan dekat-dekat denganya, membuat Rara yang melihatnya hampir di setiap hari, harus menahan rasa mual.

Rasa marah, benci dan semakin muak di saat dia masih belum di beri kepastian, semakin bertubi dalam hati Rara untuk Adnan dan Arez.

Untuk Adnan yang sudah menggagalkan semua rencana indahnya. Dan kepala Rara, yang sedang menyusui anaknya yang baru selesai mandi, kepalanya terasa sangat sakit. Setiap hari, anaknya semakin besar.

Apa yang harus dia katakan nanti pada anaknya.  Arez adalah papanya. Tapi, papanya itu belum menikahinya. Dan Akira juga belum tercacat di lembaga hukum dan negara kalau dia adalah anak Papa Areznya.

Semua orang juga, pasti akan bertanya-tanya. Kapan Arez punya anak. Dan sebagainya. Dan pasti, hal ini akan sampai pada telinga anaknya.

Ceklek

Ada orang yang membuka pintu kamarnya.  Rara segera menatap kearah pintu.

Kening wanita muda itu berkerut melihat Arez di bawah bingkai pintu.

Laki-laki itu belum pergi  kerja?

"Apa anakku sudah tidur?"Tanya laki-laki itu tidak tahu malu.

Anakku. Hati Rara tersenyum ejek di dalam sana. Anak yang hampir kau bunuh lagi eh? Jerit batin Rara jijik.

Arez yang sadar akan raut ejek Rara di depan sana, mengepalkan kedua tangannya erat. Dasar centil. Manusia itu ladangnya khilaf dan dia khilaf dong beberapa tahun yang lalu.

"Nggak usah mencibir aku dalam hatimu, Rara. Apapun niat jahatku dulu, Akira tetaplah puteriku, tanpa aku. Kamu nggak akan bisa gendong dia saat ini,"ucap  Arez. Senyum laki-laki itu mengembang melihat kaki anaknya yang sedang susu, menendang-nendang kecil. Ish, rasanya Arez ingin gigit jari-jari kecil dan merah milik anaknya.

"Jangan berani untuk membangunkannya. Nanti tidurnya rusak. Ini sudah jam kerja, pergi  lah kerja."ucap Rara sinis. Wanita itu reflek, menutup wajah anaknya dengan tapak tangannya. Dadanya bergemuruh, melihat wajah kesal dan dingin Arez di depan sana.

Arez yang sedang menyunggingkan  senyum penuh artinya saat ini.

Laki-laki itu melangkah mendekati Rara, membuat Rara seketika merasa awas. Wanita itu ingin bangun dari dudukkannya dan resikonya, anaknya yang sudah tidur pagi, akan bangun lagi. Mau tak mau, diam dengan ekspresi tenang walau dalam hati takut, gugup; menjadi pilihan terpaksa Rara.

Another BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang