11

1.1K 84 9
                                    

Rara memutuskan tidak langsung pulang. Wanita muda itu menepi di pinggir danau buatan yang ada di taman xxxx.
Dia butuh udara segar, dia butuh menghabiskan waktu sendiri untuk beberapa saat, agar pikirannya yang kacau kembali jernih.
Sekitar 30 menit, Rara menghabiskan waktu hanya melihat air di dalam danau, dan sesekali menatap awan yang membuat matanya agak perih, Rara memutuskan untuk pergi dari taman itu.
Wanita muda itu tidak langsung pulang, dia banyak mampir di beberapa tempat kuliner. Toko sepatu.
Di warung nasi padang, kedai ice cream, di toko cake pelita,  bahkan Rara mampir di toko sepatu, dan di sini... Rara tidak sengaja bertemu dengan Neymar.
Rara, takut salah lihat. Neymar yang besar dan  kebanyakan hidup  di luar negeri. Mau masuk ke dalam  toko sepatu yang kebanyakan konsumennya adalah kelas bawah?
Rara tidak percaya dengan pengelihatannya. Tapi, di saat Neymar mendekat padanya dengan dua  paper bag di tangannya. Rara jadi percaya.
"Hay, Mama Akira. Aku duluan, ya..."Sapa sekaligus pamit Neymar pada Rara. Dengan nada dan raut canggung. Kejadian beberapa tahun yang lalu, dia yang hampir menodai Rara. Masih menghantui laki-laki itu, yang diam-diam, karena hal itu juga, membuat Neymar memutuskan untuk lanjut S2 di tempat S1-nya. Padahal, niatnya sedari dulu, dia melanjutkan study-nya dalam negeri saja. Agar dia bisa ikut membantu papa-nya di kantor.

Rara, hanya bisa mengangguk dengan kaku. Pikiran wanita itu langsung tertuju, pada pakaian Neymar... yang Rara lihat, orang yang pakai baju di taman tadi, baju yang sama dengan Neymar. Apakah Neymar?
Tapi, tidak. Rasanya tidak mungkin Neymar mengikuti diriya.
Pasti, orang yang pakai baju seperti Neymar adalah orang yang suka memakai baju KW saat di taman tadi. Ya, Kw. Walau orang tuanya nggak kaya-kaya amat seperti orang tua Arez. Rara cukup tahu,  kalau semua barang yang melekat di tubuh Arez dan Kakaknya adalah barang-barang mahal. Yang harga satu kaosnya aja ada yang 5- 10 juta.
Sendal yang di pakainya juga berharga jutaan bahkan ada yang puluhan juta. Apalagi asesoris seperti jam yang melekat di tubuh kakak adik itu.
Rara yang baru tiba di rumah orang tua Arez, di antar sama taksi sampai pekarangan rumah. Tercekat dengan dada yang mulai berdebar tak normal di dalam sana. Di depan sana, mobil Neymar sudah terparkir dengan rapi.
Artinya Neymar yang  tak sengaja bertemu dengannya di toko sepatu tadi, sudah pulang.
Rara merasa tidak siap bertemu dengan laki-laki itu saat ini. Sungguh, Rara bingung pada dirinya saat ini.
"Mbak, kita sudah sampai,"Tito yang merupakan supir, membuka suara. Jengah, pada penumpangnya yang tak kunjung turun dari mobilnya.
Rara seketika gelapan, menyerahkan  uang yang sudah dia siapkan pada supir di depannya.
1 lembar warna merah.
"Ambil saja kembaliannya. Makasih."ujar Rara cepat, lalu turun  dari mobil tanpa menjawab ucapan terimah kasih Tito.
Rara berjalan menuju teras----langkah lebar Rara, terhenti di saat Rara---- baru sadar dan melihat, ada... ada Arez yang berdiri dengan tenang bahkan kelewat tenang di bawah bingkai pintu yang terbuka lebar di depan sana.

Rara menelan ludahnya kasar.
Pasti, Mila sudah mengadukan pada Arez tentang pertemuan mereka dan tentang dia yang sedikit kurang ajar pada Mila tadi.
Rara menghela nafas lelah.
Ayo, hadapi dengan kepala dingin, dan tegar, Rara. Batin Rara tegar.
Benar tebakannnya.
Arez menunggu kedatangannya di depan sana, di saat laki-laki itu mengeluarkan kata dengan nada tegas, angkuh, dan terdengar tidak ingin di bantah sedikitpun oleh Rara.
"Ikut aku, Rara...."
Apa mau laki-laki itu?

**

Tubuh Rara tegang,  seperti kayu bakar yang sudah di jemur dalam waktu yang sangat lama, di saat Arez tiba-tiba memeluknya.
Ingin meronta, tangannya sedikitpun tidak bisa di gerakkan. Ingin teriak----- suaranya pasti akan membuat semua orang panik.
Walau mereka berada di rooftop saat ini.
Menelan ludahnya kasar, Rara... sekali lagi, mencoba melepaskan pelukannya dengan Arez.
"Ku mohon, biarkan seperti ini dulu. Aku rindu kamu, Rara. Sangat rindu, sayang."bisik suara itu parau sekali. Membuat Rara berkali-kali lipat semakin tegang. Menghentikan usaha uuntuk melepaskan diri. Dan Rara semakin tegang di saat dengan gerakan dan elusan selembut bulu, Arez berikan pada bahu dan punggungnya. Kedua kaki Rara seketika gemetar, elusan Arez hingga detik ini, membuat jantung rara juga menggila bahkan oh sial. Dengan murahannya, Rara bahkan merasa geli di bawah sana.
Rara mengigit bibir bawahnya kuat. Dan rara mendesah lega, di saat Arez sudah melepaskan pelukan mereka saat ini.
Dia orangnya sangat sensitive.
Tapi, sekali lagi, Rara di buat terkejut, tak paham, di saat arez sudah berlutut di depannya saat ini.
"Apa yang kamu lakukan?"tanya  Rara dengan suara seperti tikus  terjepit.
Arez? Laki-laki itu tersenyum getir bahkan sangat getir, membuat hati Rara sesak melihatnya. Arez tak pantas tersenyum seperti itu. Dia adalah pelaku kejahatan. Dia yang sebagai korbannya lah yang harus tersenyum seperti itu.
Arez tak langsung menjawab. Laki-laki itu, meraih tangan Rara. Memegang dan meremasnya lembut. Rara membiarkannya saja. Capek. Untuk terus melawan dan berbicara pake  otot dan penuh emosi. Untuk sekali saja, dia akan bicara dari hati ke hati, berhadapan dari hati ke hati dengan Arez.
Dia sudah ikhlas lahir batin. Jadi, hal apa lagi yang membuat dia harus berapi-rapi dan menggebu-gebu?
"Yang pasti, aku tidak mungkin melamarmu,"ucap Arez pelan. Membuat senyum getir seketika terbit di kedua bibir rara. Kepalanya mengangguk tegas.
"Ya, yang pasti juga, misal kamu melamarku, pasti jawaban  tidak yang akan aku berikan,"ucap Rara dengan nada dan raut seriusnya. Jawaban yang keluar dari hati kecilnya. Yang sudah berhasil stop mengharap Arez dalam keadaan apapun.
"Karena aku sudah mengiyakan lamaran laki-laki lain, 2 hari yang lalu,"lanjut Rara cepat.
"Yang pasti, aku ... tidak akan langsung menikah saat ini.  Tante Ajeng benar.  Akira bahkan masih meminum asiku. Di saat Akira sudah selesai asi. Aku akan menikah. Kamu tenang aja. Tidak akan ada pelecehan  dari ayah tiri, di saat Akira di besarkan dan tinggal dengan nenek dan kakeknya. Ya, Akira akan di asuh oleh orang tuaku,  dan kamu tenang saja, walau kamu dan keluargamu nggak ada hak secara hukum pada anakku Akira karena kita tidak menikah, apabila orang tuamu ingin bersama Akira semalam atau dua malam. Silahkan bawa Akira. Kami membaskannya dan akan membuka lebar pintu keluargamu untuk hal itu ."ucap Rara dengan tatapan menerawang. Lewat panggilan suara. dia sudah  berbicara dan berdiskusi hal ini dengan orang tuanya.
Pegangan Arez pada tangan  Rara seketika terlepas. Arez terlihat menelan ludah kasar. Hatinya senang dengan keputusan Rara. Tapi, Rara yang tetap akan nikah tapi tahun depan atau setelah anak mereka tidak minum asi lagi. Arez tak  senang bahkan masuk tahap muak pada keputusan Rara yang in.
Tapi, dia sadar. Dia tidak boleh egois. Kesadaran, di saat dia berdiri di bawah bingkai pintu utama, menghampirinya tanpa Arez duga. Kata cacian yang sudah dia siapkan untuk Rara berhasil dia telan balik.
Dia ternyata jahat selama ini pada Rara.
Sungguh, dia baru sadar. Kalau dia jahat
Dan sebelum terlambat, detik ini,  Areez ingin memperbaiki segalanya.
Menarik nafas panjang, lalu di hembuskan dengan perlahan. Arez bangun dari berlututnya. Berjalan  menjauhi Rara mendekat pada pinggiran rooftop, menatap dengan tatapan menerawang  kearah depan sana. Pohon, kendaraan yang lalu lalang, dan burung-burung yang tumben banyak berterbangan saat ini di depan sana.
Tangannya, laki-laki itu masukan ke dalam saku celana. Dengan Rara, yang tanpa bisa wanita itu cegah.
Dia mendekati Arez. Berdiri dengan tenang di samping laki-laki yang dia  gilai belasan tahun lamanya. Ternyata ini ya  maksudnya. Maut jodoh dan rejeki itu urusan Tuhan. Tuhan yang atur. Sekeras apapun dia mengejar. Kalau Tuhan berkata, dia bukan jodohmu, ya seperti dirinya saat ini. Arez bukan jodohnya. Dan dia sedang berusaha ikhlas dengan takdirnya yang tidak mengenakkan ini.
"2 tahun bersama, Mila. Mengenal Mila dengan dekat. Bahkan terbilang sangat intim, percayalah, hanya kamu yang baru hatiku yang amat keras ini, merasa nyaman...."ucapnya dengan nada yang sangat rendah, parau.

Another BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang