Nattaya menunggu dengan dada berdebar, setiap kali pintu berdentang terbuka secara otomatis dagu terangkat dan matanya mencari sosok yang dinanti. Seharian ini berharap kalau Laki-laki yang ditunggunya akan datang, sayangnya sampai pukul delapan malam tidak ada tanda-tanda. Biasanya jam-jam segini Valentino sudah muncul. Ia mendesah, mengambil kain untuk mengelap permukaan meja.
"Heh, ambil!"
Pemilik bar, seorang laki-laki kurus berumur kurang lebih sama dengan Mariana mengulurkan cepuk padanya.
"Olesi luka-lukamu, salep ini ampuh."
Nattaya menerima dan mengucapkan terima kasih.
"Aku heran kamu betah tinggal di sana. Pergi saja, tidur di lantai atas. Lama-lama pecah kepalamu kalau tinggal dengan mereka."
"Aku nggak mau bikin masalah, Pak. Tidur di sini mereka pasti cari kemari."
"Bagus kalau begitu, biar aku yang mengusirnya."
"Pak, saya nggak mau bikin keributan di tempat saya mencari makan."
Pemilik bar menghela napas panjang dan bergegas ke kantor lagi. Tidak berdaya dengan keadaan anak buahnya. Merasa kasihan dengan Nattaya yang sering luka-luka, tapi ia sendiri tidak dapat berbuat apa-apa. Tinggal dengan orang yang sangat kejam bukan keinginan Nattaya tapi nasib yang membuatnya seperti itu.
Nattaya berjongkok di lantai dan sedang mengoles obat saat pintu berdentang terbuka. Kali ini ia tidak mendengar kalau ada pengunjung, sampai sebuah suara menyapa.
"Nattaya, kamu di mana?"
Nattaya bangkit dengan segera, tersenyum manis. "Tuan Valentino, selamat datang. Ingin minum apa?"
Nattaya bergegas ke westafel untuk mencuci tangan, dan mengelap bersih dengan tisu. Berdiri di depan Valentino yang mengernyit.
"Luka baru?" Valentino menunjuk pelipisnya yang diperban. Nattaya tertawa lirih.
"Tuan, lapar nggak? Malam ini ada nasi campur special. Barang kali berminat. Bisa minum pakai mocktail."
Valentino mengangguk. "Boleh, pilihkan mana yang menurutmu enak."
Senyum merekah di bibir Nattaya. Bergerak cepat ke dapur untuk menyampaikan pesanan lalu meracik minuman. Tidak memperhatikan Valentino yang menatapnya. Malam ini rata-rata pengunjung yang datang bukan hanya memesan minuman tapi juga banyak yang ingin makan malam dan membuat koki tersenyum senang.
Valentino makan dengan lahap, menatap Nattaya yang bergerak lincah melayani pembeli. Saat sedang jega, perempuan itu menghampiri dan bertanya terus terang.
"Tuan, kapan ingin ditemani? Saya libur besok."
Valentino mengerjap. "Kamu ingin menemaniku?"
"Ya, Tuan, Kalau Anda mau."
"Kemana pun itu?"
"Tentu saja."
"Melakukan semua yang aku minta?"
Nattaya terdiam, menatap dengan bola matanya yang bulat. Mengamati sosok Valentino yang baru beberapa hari belakangan dikenalnya. Teringat rumahnya, Mariana, dan juga rencana jahat mereka. Menyingkirkan rasa malu, ia mengangguk perlahan.
"Kalau imbalannya cukup, saya mau Tuan. Melakukan apa yang Anda minta."
Untuk sesaat Valentino terkejut. Menandaskan makanan dan juga minumannya.
"Bisa langsung malam ini? Kita menginap di hotelku dulu sebelum berangkat esok pagi."
"Bisa, Tuan. Berikan saja alamat hotel, selesai kerja saya ke sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love
RomanceKisah rumit antara Valentino dan Nattaya, yang melibatkan kebohongan, penderitaan, dan juga cinta yang tidak bisa diabaikan.