Di hari Sabtu pelanggan banyak berdatangan ke kedai soto milik Nattaya. Dari pagi mereka melayani banyak pembeli. Pukul sembilan sudah nyaris habis. Nattaya sedang mencuci peralatan makan dan Sora mengelap meja saat mereka kedatangan serombongan orang. Entah apa yang diinginkan orang-orang itu tapi mereka bersikap sangat arogan dengan menggebrak meja saat bicara.
"Siapa yang menyuruh kalian berjualan di sini, hah!"
Nattaya yang terkejut nyaris menjatuhkan mangkuknya. Ia meletakkan semua cucian dan bergegas menghampiri Sora.
"Kami dapat ijin resmi dari pengelola pasar," jawab Sora.
"Halah, pengelola tai kucing! Memangnya kalian tidak tahu kalau pengelolanya kami?"
Seorang laki-laki bertubuh kurus kecil dan bertato, meludah ke tanah. Bicara dengan suara keras dan mengancam. Mengingatkan Nattaya akan suami si bibi. Tanpa sadar ia gemetar meremas jemari Sora.
"Kalian mau apa sebenarnya?" Sora berkata menantang. "Kami tidak ada salah, kenapa kalian mendadak datang!"
Dua laki-laki lain membolak-balikkan makanan di gerobak. Nattaya bergegas menghampiri mereka.
"Tolong, jangan menyentuh makanan dengan tangan kalian yang kotor!"
Teriakannya membuat orang-orang itu tertawa.
"Tangan kita kotor. Tapi, nggak masalah kalau yang memaki perempuan cantik."
"Kalau tidak mau tangan kotor kami menyentuh makananmu, bagaimana kalau menyentuh tubuhmu?"
Nattaya mengepalkan tangan, menyingkirkan rasa takut dan berusaha tegar untuk menghadapi mereka. "Kalian pergi sekarang atau aku panggil polisi."
"Panggil aja polisi, kami tidak takut!"
Orang-orang itu pergi setelah melontarkan ancaman terakhir. Meminta uang dalam jumlah tidak sedikit untuk diberikan pada mereka Minggu depan. Setelah orang-orang itu pergi, Nattaya terduduk lemas di kursi. Mereka berdagang di pasar ini sudah cukup nyaman, dan hasil yang didapat juga lumayan. Kedatangan orang-orang itu sangat menganggu. Terlebih saat mendengar percakapan Sora dengan pedagang lain yang mengatakan kalau para preman itu memang suka memalak uang. Ia sedang melamun, memikirkan tentang warungnya saat Valentino mendadak muncul dan duduk di depannya.
"Kenapa melamun? Apakah sotomu sudah habis?"
Nattaya menggeleng. "Belum, Pak."
"Ada masalah?" tanya Valentino. Meraih kerupuk dan merobek bungkusnya.
Nattaya tersenyum. "Tidak ada masalah, Pak. Mau makan soto seperti biasa?"
Valentino mengangguk, mengawasi Nattaya yang berjalan ke arah gerobak. Ia yakin kalau ada sesuatu yang dipikirkan perempuan itu. Rauh wajah Nattaya berbanding terbalik dengan mulutnya yang mengatakan tidak ada masalah. Sora mendatangi mejanya untuk menyapa. Ia hanya bertanya sedikit dan semua yang ingin diketahuinya meluncur keluar dari bibir Sora.
"Bisa-bisanya mereka meminta upeti. Mana jumlahnya banyak sekali. Bagaimana kami bisa berjualan?"
Selesai bercerita, Sora meninggalkan Valentino bersama Nattaya. Menyuap makanan sesendok demi sesendok,. Valentino mencecar Nattaya dengan berbagai pertanyaan.
"Kalian harusnya pindah ke ruko."
"Tidak ada uang, Pak. Ruko mahal."
"Bagaimana kalau aku meminjami kalian uang?"
"Pak, pinjaman harus dibayar dan saya tidak sanggup membayarnya. Hasil jualan juga cukup untuk makan sehari-hari."
"Bisa jadi kalau tempat kalian berganti, usaha akan lebih maju."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love
RomanceKisah rumit antara Valentino dan Nattaya, yang melibatkan kebohongan, penderitaan, dan juga cinta yang tidak bisa diabaikan.