Nattaya menunduk di meja kecil, menatap anaknya yang sedang menggambar. Mengagumi betapa cekatan dan cepat jari-jari anaknya bekerja untuk menggambar dan memoles warna. Di sampingnya seorang laki-laki sedang menyesap kopi instan yang diseduhnya.
"Kopinya enak Nat."
Nattaya menjawab singkat. "Hanya kopi sachet. Datang kemari ada apa, Ihsan?"
Ihsan tidak menjawab, menghela napas panjang dan menatap langit-langit rumah kontrakan yang mulai lapuk. Memikirkan seandainya langit-langit itu jatuh mengenai Kenzo pasti sangat berbahaya. Ia berencana bicara dengan pemilik kontrakan nanti.
"Hanya pingin ngobrol sama kamu."
Nattaya mendesah, menggeleng pada laki-laki muda di depannya. "Mau bicara apa? Kamu begini bikin istrimu cemburu. Vita itu nggak mau kalau lihat kamu dekat-dekat sama aku."
"Padahal aku sudah jelaskan kita hanya berteman," keluh Ihsan. "Sebagai ayah, wajar kalau aku mengunjungi anakku, mengurusnya setiap pagi sebelum sekolah dan Vita cemburu karena itu."
"Vita cemburu karena cinta sama kamu, Ihsan. Harusnya kamu bangga punya istri yang mencintai sepenuh hati dan bukan mengeluh."
Ihsan terdiam, mengalihkan pandangan pada Nattaya. Perempuan lembut yang kecantikannya bahkan tidak memudar meskipun sudah punya anak. Perempuan yang selalu membuat dadanya berdebar dari dia masih sangat muda, sampai sekarang ini. Sayangnya, mereka tidak berjodoh sama sekali. Ihsan bahkan sempat berharap dan Nattaya mematahkan harapan itu. Ia tidak habis pikir, apa yang salah dengan dirinya karena ditolak terus menerus. Sampai akhirnya suatu hari Nattaya menghubunginya dan meminta bantuan. Saat itulah ia menyadari kalau perempuan yang selama ini dipujanya ternyata menyimpan cinta untuk laki-laki lain. Meskipun begitu, ia tetap bangga dianggap ayah oleh anak sebaik dan setampan Kenzo.
Ihsan terbatuk kecil lalu berdehem. "Nat, dari dulu kamu tahu bagaimana perasaanku. Kenapa tidak—"
Perkataan Ihsan terputus saat Kenzo berteriak dan menujukkan gambarnya. "Ayah, gambar Kenzo bagus nggak?"
Ihsan mengambil buku gambar dan mengamatinya lalu tergerak. "Bagus. Kenzo anak ayah memang pintar menggambar."
Nattaya lega saat Kenzo menyela perkataan Ihsan. Ia sudah bisa menebak apa yang ingin diutarakan laki-laki itu dan menurutnya tidak ada yang perlu dilanjutkan. Ia tersenyum melihat interaksi anaknya dengan Ihsan, menyadari kalau Kenzo memang membutuhkan figure seorang ayah. Sayangnya, ia tidak bisa memberikan itu. Tidak mudah untuk mengurai benang kusut dalam hidupnya, lebih baik ditinggalkan dan dianggap kenangan saja. Meskipun ujung benang berkali-kali tersangkut kaki dan mengiris kulitnya.
"Mama, gambar Kenzo bagus." Kali ini Kenzo masuk ke dalam pelukan sang mama.
"Benar, anak mama sangat pintar," puji Nattaya.
Ihsan menatap mereka lekat-lekat, matanya menyorotkan keinginan untuk selalu berada di antara mereka.
"Kenzo pasti sangat bahagia karena sang mama sangat mencintainya," gumam Ihsan.
Nattaya tertawa. "Aku yang merasa bahagia memiliki Kenzo dalam hidupku. Anugerah yang sangat indah dari Tuhan."
Sampai sekarang Ihsan tidak pernah tahu siapa ayah biologis dari Kenzo. Nattaya menyimpan rahasia itu rapat-rapat dan tidak ingin ada orang yang tahu. Entah kenapa Nattaya menyembunyikannya, bisa jadi alasan sebenarnya sangat penting dan pribadi. Misalnya, laki-laki itu sudah beristri atau hubungan mereka tidak direstui. Ihsan hanya bisa menduga saja.
**
Tidak ada percakapan di ruang makan, hanya terdengar denting peralatan itu sangat lembut. Valentino mengunyah makanannya perlahan, sop yang hari ini dimasak koki cukup gurih dan lezat untuk dinikmati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love
RomanceKisah rumit antara Valentino dan Nattaya, yang melibatkan kebohongan, penderitaan, dan juga cinta yang tidak bisa diabaikan.