Nattaya baru terlelap saat pintunya digedor dari luar. Ia baru saja bermimpi tentang Ihsan, Vita, lalu Valentino yang muncul tenggelam dalam pikiran. Teriakan Sora terdengar panik di pendengarannya. Ia bergegas bangun dengan kepala pening karena kurang tidur. Mengerjap sesaat sebelum bergegas membuka pintu. Sora masuk dan melontarkan berbagai cacian disertai dengan keluhan.
"Brengsek! Preman kurang ajar! Bisa-bisanya mereka mengerjai kita. Kamu tahu, Nat? Tempat kita dagang ditutup sama preman-preman itu pakai kayu. Ya Tuhan, bagaimaa besok kita bisa berdagang? Uang yang mereka minta sangat banyak, kita nggak sanggup memberinya."
"Dari mana kamu dapat kabar itu?" tanya Nattaya.
Sora menunjukkan ponselnya. "Mereka dengan sengaja mengirim foto-foto sekaligus pemberitahuan kalau kita tidak bisa menempati lapak untuk jualan. Sial! Rasanya ingin kubunuh mereka semua."
Sora mengenyakkan diri di kursi reyot. Mengusap wajah dengan Nattaya berdiri gamang di depannya.
"Gimana, Nat? Penghasilan kita berkurang kalau tidak dagang. Takutnya, kalau dagang di tempat lain belum tentu ramai. Aku juga tidak mau memberi para preman itu uang, sama saja dengan pemerasan. Tapi, Ya Tuhaaan. Aku bingung, Naaat!"
Nattaya duduk di samping Sora. Sama bingungnya menghadapi situasi sekarang. Penghasilan yang semula cukup untuk hidup, kini terenggut begitu saja oleh sekelompok orang yang menginginkan uang. Ia menghela napas panjang, memikirkan jalan keluar.
"Kalau memang kamu mau tetap dagang di sana, aku bisa mengambil uang tabungan."
Sora menggeleng seketika. "Tidaak! Kamu hidup berdua dengan Kenzo. Kalian juga membutuhkan uang untuk hidup."
"Tapi—"
"Tetap tidak. Aku tidak mau memberi uang pada mereka karena akan meminta terus menerus. Lebih baik kita mencari pekerjaan yang lain."
Keduanya duduk berdampingan dengan pikiran kusut. Kantuk yang sedari tadi dirasakan Nattaya, menghilang begitu saja karena kabar dari Sora. Ia teringat bantuan yang ditawarkan Valentino untuk menyewa ruko baru. Tergoda untuk menerima lalu teringat akan besarnya resiko yag dihadapi. Sepertinya mereka harus memikirkan cara lain untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Kalau tidak Sora akan kesulitan menghidupi keluarga.
"Sora, bagaimana kalau kita terima tawaran Pak Tohpati?"
Sora menoleh cepat. "Tapi, itu berisiko untukmu."
Nattaya tersenyum. "Tidak, kalau kita bisa membagi waktu. Maksudku adalah kerja saat siang saja dan pulang sore hari. Dengan begitu kecil kemungkinan bertemu dengan Valentino."
Sora menggigit bibir. "Kamu yakin?"
"Yakin, dari pada kita harus membayar uang untuk preman? Lebih baik uang kita gunakan untuk hal lain. Adik-adikmu perlu biaya sekolah."
Senyum Sora perlahan mengembang. Meriah jemari Nattaya dan menggenggamnya. "Terima kasih untuk pengertiannya, Nat. Aku memang membutuhkan uang untuk adik-adikku. Kalau memang kamu tidak keberatan bekerja penuh di rumah Pak Tohpati, saat menjemput Kenzo nanti sebaiknya kita bicara langsung dengan beliau."
Nattaya mengangguk, berpamitan untuk mandi dan berganti pakaian. Sora akan mengantarnya menjemput Kenzo. Rumah terasa sepi tanpa kehadiran anaknya. Saat mereka beriringan keluar, terdengar teriakan dari seberang jalan.
"Oi, ada yang bau tapi nggak ada wujud!"
"Biasa, si jalang baunya melebihi bangkai tikus!"
Sora menggertakkan gigi, ingin melabrak Vita dan sang mama yang meneriaki Nattaya tapi tangannya ditahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love
RomanceKisah rumit antara Valentino dan Nattaya, yang melibatkan kebohongan, penderitaan, dan juga cinta yang tidak bisa diabaikan.