Delapan jam rupanya terlalu singkat bagi Hava untuk mengais keberanian dan kepercayaan diri.
Tau-tau dia sudah bergabung dengan keramaian Stasiun Gambir, tangannya mencengkram gagang koper erat-erat, Nanda bilang, Jakarta itu kejam, jangan sampai dia kehilangan barang-barang dalam sekejap.
Tangannya mengeluarkan ponsel, menghubungi nomor Heidy yang sudah diletakkan di panggilan darurat untuk memudahkan dia.
Dering pertama, tidak diangkat.
Dering kedua, masih belum diangkat.
Hava mengembuskan napas panjang.
Dering ketiga berbunyi lebih pelan sebelum berganti suara bariton rendah.
"VAA, SORRY BARU ABIS PARKIR."
"Abang dimana?"
"Kamu yang dimana biar abang ke situ."
Hava mengedarkan pandangan, menatap sekeliling untuk mencari petujuk.
"Aku dekat loket, bang."
"Oh, iya bentar, abang jalan ke sana. Pake baju apa, Va?"
"Itu, aku kaos putih, gambar semicolon warna hitam, pake jeans hitam sama cardigan lilac, bang."
Sambungan telepon mereka masih belum terputus saat Heidy masuk lebih dalam, mata bulatnya memindai satu persatu perempuan muda yang sekiranya mirip dengan ciri-ciri sang adik.
"Va, tengok samping kanan, abang lambai-lambai masih pake celana abu-abu, kaos item."
Hava menolehkan kepala, sudut bibirnya membentuk senyum saat Heidy berlari kecil menghampirinya.
"HAI!"
"Halo, Bang."
"Welcome to Jakarta. Bawaannya ini aja?"
"Iya, barangku yang dikirim udah sampai, Bang?"
"Udah tapi belum di-unpack, kata mami tunggu kamu."
Hava mengangguk kecil, langkahnya mengikuti kaki Heidy yang sudah menggeret kopernya.
"Abang parkir agak jauh, jalan dikit nggak apa-apa?"
"Iya, nggak apa-apa kok."
"Papa say sorry, ada meeting penting yang nggak bisa ditinggal, Celia juga baru abis demam, jadi mami nggak bisa."
"Iya, abang. Dijemput dan ditampung aja udah seneng kok."
Kening Heidy mengerut, agak kurang setuju dengan pemilihan kata Hava.
"Ditampung apanya? Kan itu juga rumah kamu."
***
Tissa Abigail adalah perempuan empat puluh tahun yang masih terlihat sangat cantik.
Wajahnya kecil dan mungil, dibingkai rambut sebahu yang dicat coklat pudar, senyumnya merekah lebar saat Heidy membuka pintu rumah dan berteriak memanggil.
"MAMI, HAVA UDAH SAMPE."
Di sampingnya, berdiri malu-malu, gadis kecil berusia lima tahun dengan pipi bulat kemerahan dan mata sipit yang hilang saat menarik senyum.
"Ayo kenalan sama kakak."
"Alo ..."
Hava berjongkok, menyamakan tinggi badan dengan Celia.
"Haii, namanya siapa?"
'Celi ..."
"Yang lengkap dong."
KAMU SEDANG MEMBACA
nouveau chapitre
Fanfictionpergi ke Jakarta bagi Hava adalah memulai kembali hidupnya yang sempat ingin diakhiri. Warn: GS.