Right

1.7K 43 1
                                    

Sudahlah.
"Enak juga, ya, duduk disini untuk sementara," ujar temanku. Aku tidak memberikan apa pun padanya, entah senyuman atau kata-kata. Aku lebih memilih menghabiskan semua yang telah kubeli sembari duduk di parkiran sepeda, tetapi tidak bisa menghapus pikiranku terhadap sifat Ratri yang belakangan ini baru kusadari. Setelah memberikan gelengan terhadap pertanyaan Ratri, aku jadi merasa takut. Ya, takut.

Aku takut jika Ratri hanya menjadi perempuan satu-satunya disana. Dan lebih kutakutkan lagi ia makin besar kepala. Menyebalkan.

Duh, belum pernah aku merasa sekalut ini. Sepertinya aku menderita iri tingkat tinggi, atau apalah semacam itu. Tetapi, apakah benar aku iri dengannya? Teman laki-lakiku juga banyak, dan semua populer. Bahkan lebih populer dari geng itu. Huft, aku lelah memikirkannya, jadi kuputuskan untuk kembali ke kelas.

Aku kembali melihat Ratri untuk hari ini. Ratri tetap memberikan wajah yang sama, wajah yang mengatakan--

"Aku adalah perempuan yang beruntung mempunyai sahabat laki-laki, yang peduli dan tak pernah membeberkan masalah kita, bahkan tak pernah terlintas untuk membicarakan kita dari belakang!"

Ratri betul. Sangat betul.
Tetapi, untuk mencari seorang sahabat laki-laki cukup susah disekolahku.
Jadi akan kutunggu masa itu tiba.
Masa dimana aku, perempuan yang tak kalah beruntungnya, mendapatkan sahabat laki-laki baru.
Siapa yang tahu jika disekolah yang baru nanti, semuanya terlihat lebih sempurna dan beragam, tidak hanya laki-laki yang membuat geng dengan tujuan membicarakan dunia sepak bola, perempuan, dan terutama, pikiran jorok yang tak pernah dijaga.

GalaksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang