Berhenti

444 15 1
                                    

Nafasku tercekat, pandanganku yang semula mengantuk total, menjadi terbelalak bagai melihat setan. Aku berteriak di kamarku, sendiri, sambil berharap orangtuaku tak menanyakan kenapa. Berusaha kututup mulutku, menahan agar tidak berteriak lagi, dan mengecek BBM dengan cepat.

"he serius?" Oke, nadanya seakan aku malas-malasan--tapi nyatanya aku berteriak tanpa henti dibalik dekapan tanganku, dan Gala langsung membalasnya.

"Yaaa dongg hehe," SIAL. SIAL. SIAL.

"Um, balikan? Tau gak, kalo lo balikan itu, kayak baca buku--" elakku, namun chatku sudah ter-enter duluan, otomatis terkirim, dan terpotong.

"Ohh itu. Baca buku yang sama dua kali?"

Aku terkaku. "Ya itu! Endingnya sama!" sebenarnya aku tak bercanda soal ini--ingin sekali mencegah mereka balikan.

"Hahaha, itu 'kan kata orang. Kalo Wedka gak kayak gitu,"

Aku menarik nafas dalam-dalam lalu sejenak menenangkan pikiran sambil menghembusnya keras. Aku lelah. Begitu mudahkah mereka untuk putus, untuk balikan, untuk apa pun, dan itu.. itu.. oh, mudah!? Disini aku terlalu banyak berharap--mereka memang tidak bisa dipisahkan. Air mata rasanya ingin membeludag dari mata, tapi kenapa? Ya sudah, mereka akan langgeng. Mereka akan usai dalam LDR lalu bersama lalu bahagia lalu lalu lalu aku sudah jauh dari mereka, tidak peduli lagi.

"Jadi..?"

"Oke, gue udah balikan ama Wedka. Ini langsung chat terus,"

"Ya ya terserah."

"Oke deh. Dah. Mau vidcall ama dia dulu. Diem."

Ya, aku harus diam. Aku bukan siapamu. Beginilah rasanya gak dianggap? Beginilah rasanya dulu pernah jadi teman bicara, disuruh pergi, saat pergi dicarikan untuk menemani, lalu pas sudah bersama dengan "teman" yang dulu, kau menyuruhku pergi lagi? Ya begini rasanya. Terkutuk kau Gala. Jahatku. Tangisku. Aku sudah tidak peduli lagi. Kurasa kuharus berhenti sekarang. Ber-hen-ti. Berhenti mengejarmu, berhenti berharap, berhenti tertawa bersamamu, berhenti memandangmu, walau mungkin sulit, walau mungkin tidak secepat yang diharapkan, dan kau bersamanya, selalu bersamanya, jangan cari aku lagi, langgenglah.

"Bagus, langgeng ya." Dan dia membalasku dengan simbol R hijau.

**

Facebook kembali dengan cheesy words, senyum Gala juga ikut kembali. Moona turut senang, tapi disebelahku, Chiro, hanya bisa menatap dalam wajahku sambil menepuk pundak. Aku berkata bahwa aku tidak apa, semuanya kini telah usai, dan telah kuberhentikan, aku tak peduli lagi dengannya, biarkan dia dengan dia, aku dengan hal lain nanti. Yang bakal kukejar.

"Sabar, Kisen," bisik Chiro tanpa henti. Aku hanya mengembangkan senyum, tanpa beban.

"Apaan sih sabar-sabar! Aku gak apa-apa!" aku sibuk mengatur mimik wajah agar terlihat meyakinkan.

"Um, at least, lo udah berguna buat dia,"

"Yaya i know."

"I know right ur feelings too," Chiro menepuk pundakku lagi. "Ya semoga mereka langgeng."

"Ya, thanks, Chiro," senyumku, paksaku, ke sekian kalinya.

Hari berlalu dan perasaanku entah kenapa semakin buruk--aku tak mengerti lagi. Seakan memang Gala cukup berarti padahal memikirkannya saja sudah muak. Aku terdiam dalam lamunanku, melihat-lihat quotes dan lagu pilihan yang galau-galau, lalu menjadikannya sebagai display picture. Ya, kutahu, terkesan alay atau apa--tapi aku benar-benar ingin saat itu.

Galaksi tak lama kemudian me-greet-ku. Mungkin karena biasanya jam segitu Wedka belum pulang sekolah. Ia mencariku hanya saat ia sepi.

"Wih, kenapa?" Galaksi mengomentari display pictureku. "Galau banget sih mba?"

GalaksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang