Dihan

361 18 7
                                    

Esoknya, Gala tak masuk.

"Kenapa hari ini gak masuk, bodoh!?" Ketikku di chat BBMnya. Hari ini Pointtwo tidak perlu ke lapangan lagi, bebas sekali, dan terserah mau melakukan apa saja. Akhirnya aku memutuskan untuk main hape.

Dengan cepat, Gala membalas. "Males."

Males, males! Seenaknya saja! Banyak fans lo yang nyariin, tau!

"Yeh, gimana, sih!"

"Percuma, toh, kita gak bakal tanding lagi. Mending buat istirahat," "Disekolah juga palingan gue diem doang sambil main hape,"

"Terserah, ah." Aku jadi malas. Seenaknya saja ia tak masuk, sementara aku bela-belain bangun pagi, mandi air dingin yang rasanya nyomot dari antartika, demi kesekolah. Menyebalkan.

"Ada KBM, gak?" KBM, Kegiatan Belajar Mengajar. "Atau ada sesuatu gitu?"

"Gak." Lalu aku memasukkan hape ke dalam tas. Hari ini malas sekali bicara dengannya.

Tapi apakah Gala tidak masuk sekolah karena kemarin, ya? Uh, aku langsung menggeleng-geleng kepala.

"Cie, chat sama siapa, tuh?" Dibalik punggungku, Chiro mengintip dan mengejutkanku. Aku terkesiap.

"Bu, bukan, Chi.. temen sekolah lama, hehe," bohongku.

"Hmm.." Chiro pergi dengan senyum penuh arti. Aku sengaja melupakannya. Namun karena memang sudah menjadi umum, aku tak bisa melepas hape dari genggamanku.

Kulihat, Gala just read. Memangnya ini koran!?

"Gal.." panggilku. Dua detik kemudian, Gala membalas.

"Apa?"

"Entahlah, Gal." Aku benar-benar bingung akan perasaanku sendiri. Hari ini menjadi hariku yang kikuk. Aku bingung, aku sangat ingin menyapa dirinya dan mengobrol biasa, tetapi ada hal yang lebih dari itu. Aku bahkan masih cemas soal kemarin, dan berharap ia bisa hadir disini.

"_-" emot bored kesukaan Gala terlukis begitu saja.

"Tapi besok lu masuk, 'kan?" Tanyaku buru-buru.

"Iya." "Kenapa, sih? Kangen? Wkwk!" Canda Gala.

"Gak lucu ya, Gal. Pikirin, tuh, si W! Nungguin kabar lu, tuh!" Ada sedikit rasa tersayat dari dalam, tetapi terhapus langsung oleh canda Gala yang menurutku tidak pada kenyataannya sama sekali.

"Kita gak perlu kasih kabar juga udah bisa tahu. Hubungan batin, bro," Gala ngesok.

Aku hanya mengangguk--dengan bodohnya--ia 'kan tak mengetahui aku mengangguk disini. Tetapi, saat itu aku lupa membalas chat apa, yang jelas saat itu aku dalam keadaan terburu-buru, karena Zhasalsi memanggilku untuk ke kantin. Elap sedikit keringat, aku beranjak.

Di kejauhan, Chiro masih menatap. Tatapannya sangat terasa sampai memenuhi otakku. Dan ada sesuatu yang menyesakkan dadaku. Ada apa gerangan?

**
"Kayaknya ke lapangan enak, deh. Nontonin yang lagi minsoc," celetukku sambil meminum fruittea yang sedari tadi kugenggam.

"Yuk!" Zhasalsi semangat.

Di lapangan, banyak yang masih beradu mengunggulkan kelasnya. Aku menyukai hal itu, selain jam kosong, juga para laki-laki cogan keluar dari sarangnya. Sekolahku ini adalah sekolah unggulan kota, dan kebanyakan cogan disini adalah laki-laki yang menghabiskan waktu seluruhnya di kelas, dan tak memikirkan soal perempuan. Mereka memakan bekal dari ibunya setiap hari, namun, mereka juga bukan anak manja. Kebanyakan laki-laki seperti itu ada di angkatan diatasku, terutama, di kelas yang sedang bertanding ini--Pointsix13

Tatapanku tertuju pada Pointsix13.

Tetapi,
Ada satu laki-laki yang mengundang penglihatanku.
Ia memakai jaket berlambang huruf A, berwarna cyan, sementara yang lainnya memakai jersey kelas. Potongan rambut yang rada berantakan dan mengundang BK memotongnya, keren sekali dengan wajahnya.

Ya! Aku pernah melihatnya--ia yang menjadi kakak pembina MOS. Aku pernah salah menulis namanya. Aku pernah buat surat cinta untuknya, walau dengan alamat yang salah. Aku menganggap namanya Biman selama dua minggu, namun aku menyesal kenapa aku salah menyebutnya. Ya, dia. Yang pernah kuidolakan dulu. Yang namanya, tak pernah kuketahui pasti.

Ia balik melihatku. Rasanya jiwa melayang. Seperti sedang mampus. Aku masih melihatnya dari kejauhan, dan ia mengerutkan alis. Tatapannya menawan, buatku salah tingkah. Tak menghargai momen, Zhasalsi menepuk bahuku. Aku terkejut.

"Kenapa, sih? Apa yang kau lihat?"

Tidak ada, Zhasalsi.

"Enggak, Zhas." Aku tak mungkin bertanya tentang dirinya, aku masih dalam dunia mengagumi. Aku tak ingin ini semua tersebar, padahal belum pasti. Lebih baik aku mencari tahu semua tentangnya sendiri.

Dengan mengecilkan mata, aku melihat ia membuka jaket cyan-nya. Ternyata ia salah kostum, pantas saja memakai jaket. Dari seragam dua warna yang ia pakai, namanya memancarkan cahaya.

Dihan.

GalaksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang