Bagian 7

321 71 10
                                    

Zier duduk di ruang tengah menunggu Delia pulang. Sejak pembicaraan mereka tadi, Delia langsung pergi dan belum juga kembali sampai saat ini. Menelpon Delia adalah hal yang tidak mungkin karena ia tidak memiliki nomor ponselnya. Meminta nomor pada orangtuanya juga bukan ide yang bagus. Mereka pasti akan khawatir dengan hubungannya bersama Delia.

Zier tidak mau orang-orang tahu kalau rumah tangganya sangat hancur. Biarkan ia menanggung semuanya sendiri sebagai konsekuensinya. Menikah dengan seorang yang tidak bisa menerima keadaan.

"Darimana?" Zier bangkit dari tempat duduknya lalu menghampiri Delia.

"Mencari Dimas."

"Lalu?"

"Tidak ketemu. Informasi yang aku dapatkan salah tapi aku tidak akan menyerah, aku akan mencarinya besok lagi setelah pulang kerja."

"Aku tidak izinkan kamu untuk mencarinya."

Delia menatap Zier dengan tatapan mencemooh. "Memangnya kamu siap?"

"Aku suamimu, benar begitu, kan?"

"Suami?" Delia tertawa lalu mendorong Zier. "Suami macam apa kamu? Nafkah saja tidak mampu kamu penuhi. Kamu itu hanya anak kecil yang tidak seharusnya ada di posisimu sekarang ini."

Zier mengepalkan tangannya kuat-kuat, ia merasa sangat terhina sebagai seorang pria. Ia akui, ia memang masih kecil tapi bukan berarti ia tidak mampu untuk menafkahi Delia. Ia sudah menelpon ayahnya dan meminta pekerjaan, demi bisa memenuhi kewajibannya.

"Sadar kamu!" Delia pergi meninggalkan Zier setelah berkata-kata seperti itu tanpa ada rasa penyesalan atau rasa bersalah.

"Aku sanggup menafkahimu tapi aku pun meminta hakku nanti!!" Zier membalas dengan seruan lantang.

Delia berhenti lalu berbalik badan dengan senyum yang makin membuat Zier muak. Wanita itu sungguh merendahkan dan menginjak-injak harga dirinya.

Zier mendekat kemudian meraih pinggang Delia lalu menciumnya kasar. Ia sangat marah dan ia tidak peduli dengan pukulan yang Delia berikan di lengannya dan jambakkan di rambutnya.

Delia merasa terkejut, tak terima dan sakit di bibirnya. Ia meronta, memukul serta menjambak Zier supaya mau melepaskan dirinya. Namun, semua usaha yang ia lakukan terasa sia-sia. Pria itu ternyata sangat kuat. Akhirnya ia hanya bisa menangis.

Zier tak tahan, ia tak suka dengan tangisan seorang wanita. Terpaksa, Zier melepaskan ciumannya. "Aku bisa melakukannya lebih dari ini."

Zier mengulurkan tangannya hendak menghapus darah di bibir Delia. Namun, Delia langsung mundur lalu berlari masuk ke kamarnya.

Ada rasa bersalah menyeruak dalam dirinya. Zier tak menyangka jika ia bisa lepas kendali seperti itu.

Zier berjalan menuju kamar Delia dan mengetuk-ngetuk pintunya pelan. "Kak, maafkan aku," ucapnya. "Tolong buka pintunya."

Tak ada jawaban dari Delia yang ada hanya suara tangisan wanita itu. Membuat hati Zier merasa perih. Ia merasa terlalu kasar. Seharusnya ia tidak melakukannya tadi. Ia yakin, setelah ini Delia tidak mau berbicara padanya.

❄️❄️❄️

Delia menangis sepanjang malam sehingga pagi ini matanya sembab. Padahal hari ini adalah hari pertama masuk kerja setelah cuti menikah.

Perlakuan Zier kemarin benar-benar diluar pemikirannya. Ia tak tahu harus berbuat apa saat bertemu dia nanti.

"Aku antar."

Delia terkejut setengah mati saat membuka pintu, ternyata ada Zier yang tengah bersandar di dinding.

"Aku bisa berangkat sendiri."

Delia hendak ke dapur untuk membuat roti dan jus sebagai sarapan. Ia tidak memasak hari ini karena mood-nya yang buruk. Ia juga malas memasak untuk Zier. Biarkan saja pria itu kelaparan.

"Aku sudah membuatkan sarapan untukmu. Ayo kita makan bersama."

Delia melirik ke arah meja makan. Terdapat beberapa jenis makanan, "harus banget, kamu boros uang untuk membeli makanan itu? Lalu uang siapa yang kamu ambil?!"

"Aku mengambil uang dari tabungun milikku." Zier mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya lalu memberikannya pada Delia. "Untuk nafkah dan untuk hutangku kemarin."

"Aku tidak butuh."

"Butuh atau tidak, uang ini adalah hakmu." Zier meraih tangan Delia dan memberikan uang itu.

Delia menyentakkan tangan Zier lalu membuang uang itu ke lantai. Ia masih marah dengan perlakuan Zier padanya kemarin.

"Aku tidak sudi menerima apapun darimu!"

"Delia, cukup!!" Emosi Zier kembali naik. Ia sudah berusaha untuk bersikap baik dan normal tapi Delia selalu menyulut emosinya.

"Terus saja kasar dan membentakku. Kamu itu benar-benar pria yang buruk. Aku sangat membencimu." Delia mengusap air matanya yang tiba-tiba mengalir, "aku menyesal menikah denganmu. Ceraikan aku!!"

"Delia!" Zier kembali membentak Delia. Menurutnya, dia sudah keterlaluan. "Aku tidak akan pernah menceraikanmu."

"Sadar Zier, kamu itu bukan siapa-siapa. Kamu tidak layak buatku. Hanya Dimas yang layak jadi lebih baik siapkan surat perceraian kita sekarang juga."

Delia berbicara sambil terus menangis, ia tidak mau hidup selamanya bersama Zier, bersama pria yang kasar. Meski Zier bersaudara dengan Dimas tapi menurut Delia Zier sangat berbeda, Dimas tidak pernah membentak atau memarahinya sedangkan Zier, belum ada satu Minggu sudah berani bertindak kasar dan menciumnya.

❄️❄️❄️
Update 270823

Menikahi Calon Kakak Ipar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang