rama ; 💌📜-
❛and when the sun shines on you with its rays haughtily, the rain makes you wet and when the wind no longer gives you the answer. that's where i stand carrying a million longings for you.
🌓 aussiedrunker 2O23.
"Far better than any dream girl is one of flesh and blood. One warm and caring and right before your eyes."
- Grimsby, The Little Mermaid
Bak bentara yang hirap dalam kontemplasi. Hanya kalimat itu yang mampu mendeskripsikan senyawa yang bertandang terdayuh, redum dalam tempat terdalam di senandika ku.
Hari itu, aku masih ingat bagaimana aroma petrikor datang menyambangi setiap jalanan yang ku gandrungi. Masih di tempat yang sama, Bandung. Namun, kala itu, aku tidak sendiri. Pria dengan paras bak bestari yang, mustahil jika ia penuh dengan restisalya itu, dengan segala afeksi nya, menemani diriku di bawah lara nya gemuruh yang seakan-akan mencabar secara klandestin.
Pun seperti pancakra dalam janturan yang tak bertajuk, Bandung masih saja menyisakan satu kenangannya yang amerta. Aku tidak bisa mengingat lagi bagaimana kala itu, Bandung menjadi satu-satunya tempat favoritku dan juga pria ku. Bandung juga yang menjadi saksi bisu bagaimana aku bisa kehilangan dia. Dia, pria ku yang kini lesap dari genggamanku.
Dan hari ini, di Jakarta.. aku kembali teringat akan dirinya. I don't feel sorry for my hanging feelings, though. Lagipula sejatinya, manusia sedari kecil diajarkan untuk "mengingat" bukan untuk "melupakan".
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bandung, waktu tidak diketahui.
Sudah Juni. Beribu-ribu janturan bertajuk lara, dera dan segala gundah telah hirap bak bilur yang efermal. Seingat ku, tanggal akhir di bulan itu, sang Tuan dengan jas hitam dan arumi nya datang untuk membawaku pergi.
Bandung kala itu sunyi
Rasa-rasanya, Bandung memang dibuat seperti itu sejak dulu. Mungkin saja ada tempat yang lainnya ketika aku berada disana. Akan tetapi, perasaanku sepenuhnya ada di Bandung.
"Di kepalaku, kamu adalah matahari. Pusat rindu-rindu berotasi." Begitu kata si Tuan ber- jas hitam. Bak padma palawa nan pancarona, aku tersenyum tanpa pasti. Tidakkah ia mengerti bagaimana pair jantungku saban ia menggambarkan diriku sebagai matahari?
Malam itu, di jalan Sudirman rasanya dingin. Ku lepas sepatu heelsBocorocco D' chiara 14 berwarna merah yang sedari tadi mengganggu perjalanan ku. Kini langkah kakiku tak beralaskan apapun, rasanya begitu bebas. Lelaki yang sedari tadi menggenggam jemari ku melepas genggamannya sepihak. Ia ikut melepas alas kaki nya. Jadilah, sepanjang malam ini kami berdua, aku, dan sang Tuan berjalan di bawah daru nabastala Bandung yang penuh kerinduan itu dengan bertelanjang kaki.
Tuan yang bersamaku itu, Rama Pranendra namanya. Dan jika hati adalah kompas, otak adalah peta, maka dirinya adalah rumah. Dia adalah rumah ber atma bagiku. Seperti lembar terakhir dalam sebuah buku, padanya pulangku menuju.
Bola mata coklatnya menilik setiap kata yang ku lantunkan. Bak sebuah panorama pada sebuah lanskap waktu, yang tertangkap jelas oleh kamera ingatanku. "Kamu jadi pergi ke Amsterdam?" pertanyaan pertama yang terlontar dari mulutku membuat pupil netra nya membesar. Lantas ia memamerkan padaku lekukan dari bibir tipisnya. Aku bisa merasakan bagaimana lembut kepalan tangannya mengusap surai rambutku tanpa cempala.
"Je, look. Aku gak akan lama."
"Kalau beneran lama, gimana?."
"Pinky promise.Which lover does not keep his promises to his lover, Je? Now I've promised you, so you could keep it in your heart."
Seperti jiwa rimpuh yang tertusuk candrasa nan padmarini, rasanya ingin ku rabak segala hal yang terlihat calak saat ini. Bukannya ragu atau tidak percaya, tapi- kekasih mana yang rela ditinggal jauh ke negeri orang lain?
Senyumnya kini berubah menjadi kesedihan. Ia mendekap erat tubuhku. Jiwa ku dan jiwa nya saling bertaut. Aku bisa merasakan bagaimana detak jantungnya berdegup tiap-tiap aku menitikkan air mata.
Kepalaku mengadah memperhatikan detail wajahnya. Bagaimana bola mata coklatnya berinteraksi, hidungnya yang menghembuskan nafas bak sarayu daksina, bibirnya yang gemar berseloroh menceritakan hal-hal yang tak memiliki keabsahan sama sekali. Sungguh, aku pasti akan merindukan makhluk seperti dirinya.
Dalam dekapannya, ada kata yang terlintas dalam bisikan dari mulutnya;
"Aku gak akan biarin siapapun berusaha untuk buat aku berhenti jatuh cinta sama kamu, Je. Aku gak biarin mereka deketin aku."
Satu hal yang saat ini aku ingin Rama tau adalah,
"Bukan tentang siapa yang lebih dekat denganmu disana. Tapi, siapa yang tetap menjaga rasa walau jarak memisahkan."
Detik selanjutnya hanya bising dari jalanan di sekitar Sudirman yang aku dengar. Tidak ada percakapan lagi diantara kami. Sudah, hanya dekapan yang tersisa sehari ini. Perlahan hujan mulai membasahi kota Bandung, bau petrikor sudah tidak menjadi sebuah rahsa lagi bagiku. Dari hujan, aku belajar banyak hal bahwasannya. Setiap hati manusia adalah hujan. Tak pernah tahu jatuh kapan, apalagi dimana.Dan sudah, jika tidak sekuat hujan yang menyatukan langit dan bumi, setidaknya aku akan menjadi selembut doa yang menyatukan harapan dan takdir.
Kata-kata terakhir yang ku ucapkan pada pria ku, malam itu, di Bandung kala hujan membuat kami berdua enggan melepaskan genggaman satu sama lain.
"Ayo, hari ini kita habiskan waktu bersama sebagai pengganti kita tidak bisa bersama. Jangan menunggu kesempatan untuk bertemu di kehidupan selanjutnya, karena itu tidak benar adanya."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[📼]
01; Kita usahakan rumah itu - Sal Priadi 02;Berpisah - The Panasdalam Bank & Vanesha Prescilla