"ABANG CLOVIS!" Biru berjalan cepat lalu memeluk tubuh tinggi itu erat. Clovis mencium kening anak kecil dipelukannya. Ia sangat rindu pada Biru."Lo dari mana aja sih Clovis, gue rindu banget ege!" ucap Biru tanpa dosa.
Clovis menyentil pelan mulut Biru membuat anak itu manyun seketika. Seperti yang ia duga, anak didepannya ini tak akan pernah bisa jauh dari umpatan-umpatan indahnya.
"Kenapa adik kecil ini tak tinggi-tinggi juga?" Clovis tersenyum geli, mengejek Biru.
"Heh sembarangan! Biru ini udah nambah tinggi tau!" Biru mencolek lengan kekar itu karena tak terima.
"Maklum saja kak, halusinasi anak kecil disana semakin parah akhir-akhir ini," ucap Liam menyindir secara langsung didepan Biru.
Biru memutar bola matanya lalu bersiul kencang seakan tak mendengar sindiran Liam. Walau dalam hati ia tengah mengumpati Liam dengan segala sumpah serapahnya.
"Abang kok lama banget sih kerjanya?" Biru memeluk lengan Clovis setelah mereka duduk di ruang keluarga.
"Maaf Biru, masalah disana butuh pantauan ketat," jawab Clovis sembari mengusap pipi putih Biru.
Biru menganggukkan kepalanya beberapa kali seakan mengerti. "Kalo gitu keluar yuk?"
"Kemana?"
"Kemana aja, Abang gak pernah loh ajak Biru jalan-jalan," sungut Biru menatap Clovis dramatis.
"Maafkan Abang."
"Biru mau maafin Abang, tapi harus jalan-jalan dulu." Biru menaik-turunkan alisnya memberi penawaran.
"Abang tidak ingin mengambil resiko. Keadaan mu masih harus dipantau, tidak boleh melakukan kegiatan berlebihan juga kan?" Clovis tersenyum kecil memberi Biru pengertian.
Biru menunduk sedih. "Sekali aja Abang, Biru gak pernah lagi pergi ke danau liat ikan Biru si bangsat," cicitnya.
"Ternyata nama ikan mu masih belum berubah." Clovis nenatap Biru pasrah.
"Ngapain diganti? Orang bangsat udah bagus kok," kata anak itu.
Liam mendekat lantas menggigit pipi adiknya karena kelewat geram. "Anak nakal."
"Sakit tau!" Biru memegang pipinya yang memerah dengan mata berkaca-kaca.
"Badboy tidak boleh menangis."
Perkataan Liam membuat Biru menghapus cepat ujung matanya yang sudah berair. Benar juga kata abangnya, ia kan badboy yang gagah nanti akan mencoreng nama baiknya jika ia menangis hanya karena pipinya digigit.
"Biru gak nangis kok," ucapnya meyakinkan. Liam tertawa kecil lantas mencium bekas gigitannya tadi lembut.
"Maaf ya kecil." Liam menepuk puncak kepala Biru penuh sayang.
"Biru bukan anak kecil," omel Biru.
"Anak kecil," ejek Liam lalu segera berlalu dari sana meninggalkan Biru yang sekarang ditahan oleh Clovis karena hendak melempar Liam kaos kaki Boboiboy miliknya.
"Dasar nakal!" gerutu Biru, mengerucutkan bibirnya.
Clovis tersenyum geli. "Tidak jadi ke taman?" tanya nya mengalihkan rasa kesal Biru.
Anak itu menatap Clovis penuh binar. "Beneran? Abang mau?"
Clovis menganggukkan kepalanya. "Ijin ke Papa terlebih dahulu."
"Okey siap!" seru Biru semangat.
Biru berjalan cepat menuju ruang kerja Papanya. Ia mengetuk pintu besar itu lalu masuk ke dalam tanpa menunggu sahutan Papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru || Bhalendra's Diamond
De TodoPERHATIAN! Brothership | Familyship, bukan Romance dan bukan bxb! 🦋 Singkat saja, cerita ini dibuat untuk melepas rasa rindu pada remaja bernama lengkap Biru Aldaren Bhalendra. Tidak ada yang spesial...