Bab 6

7 0 0
                                    

Jangan meluahkan rasa sakitmu kepada orang lain, mungkin orang itu tidak akan merasakan sakitmu jika tidak mengalami rasa sakit yang sama. Tapi berceritalah kepada Allah yang sudah pasti Ia mampu menyembuhkan lukamu



Matarhari bersinar cerah menerangi perkotaan, hiruk pikuk kehidupan menambah kesan ramai dibumi. Masing-masing penduduk bumi mengisi waktu dengan melakukan aktivitasnya masing-masing. 

Seperti dua makhluk yang saat ini sedang menjamah hidangan dihadapannya guna mengisi energi. Farhana melirik jam dipergelangan tangannya

"Nai maaf Hana harus pergi, jam istirahat hampir habis. Ada pasien yang harus Hana periksa" ucap Farhana mengemaskan barang-barangnya tidak lupa juga ia meletakkan uang diatas bil pembayaran

"Gak papa Na Nai juga mau lanjut kecafe"

Saat ini mereka sedang berada disalah satu café tidak jauh dari rumah sakit tempat Farhana kerja sekedar untuk makan siang bersama.

"Hana pamit dulu Nai hati-hati bawa motornya, kalau ada apa-apa kasih tau Hana" Farhana dan Nailah saling berpelukan

"Fii amanilah Nai assalamualaikum dadah" setelah itu Farhana berlari tergopoh gopoh

"Waalaikumsalam Ma 'assalamah" jawab Nailah menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Seperti itulah mereka terkadang diantaranya seperti ibu dan anak sikap Farhana yang selalu ceria menambah kesan dihidup Nailah. Nailah tidak ada kesempatan untuk mengeluh memiliki sahabat seperti Farhana terlebih lagi mereka sama-sama berjalan diatas ajaran agama Allah.

Ingatlah sebuah nasehat dari Imam Hasan al Bashri "perbanyaklah berteman dengan orang-orang yang beriman. Karena mereka memiliki syafaat pada hari kiamat". Dan dari Imam Syafi'I juga berkata "jika engkau punya teman yang selalu membantumu dalam rangka ketaatan kepada Allah, maka peganglah erat-erat dia. Jangan pernah kau lepaskannya, karena mencari teman baik itu susah tapi melepaskannya sangat mudah sekali"

****

Haidar memandang sinis kearah empat sekawan itu sedangkan yang mendapat tatapan tajam itu hanya menayangkan wajah tidak bersalahnya. Haidar menghela nafas beratnya, sebenarnya ia merasa tidak tenang saat ini. Setelah ia diberi tahu oleh Arthur bahwa uminya sedang dirawat dirumah sakit ia segera bergegas untuk menemui uminya, ini pasti akan selalu terjadi saat ia bertugas menjalankan misi yang berbahaya. Uminya akan jatuh sakit karena terlalu menghkawatirkan dirinya. Dan lebih naasnya lagi mulut comel Kevin telah lancang memberitahu uminya bahwa ia terluka.

Ingin saja rasanya menendang kepala Kevin , ia berusaha menutupi segala lukanya agar kepanikan ibunya tidak bertambah tapi dengan mudahnya ia mengadukan kepada uminya. Untungnya saja ia berhasil memberi pengertian kepada uminya, namun akibat ulah Kevin saat ini ia berada didalam ruangan yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang

"Wolf" tanya Keano kepada Haidar yang sedari tadi hanya duduk terdiam. Arthur yang sedang bermain telpon genggamnya pun ikut menoleh kearah Haidar. Sebenarnya ia sadar bahwa pandangan Haidar sedari tadi bertumpu pada papan nama yang berada diatas meja. Namun ia tidak dapat menebak apa yang terjadi pada sahabatnya ini. 

"Badan aja gede tapi takut jarum" Haidar yang mendengar celetukan Kevin segera menoleh kearah Kevin

"Tenang ae komandan percaya sama abang Niel tuh jarum bisa patah kalo udah kena otot komandan. Bener gak man?" ucap Daniel merangkul bahu Kevin

"Wushh yoi man. Jarum sekecil itu Halah kacang" Kevin mengangguk berlaga menjetikkan jarinya mengolok Haidar dengan muka tengilnya.

Haidar yang dikatai begitu mencoba mencapai barang yang berada didekatnya untuk ia lempar kearah dua curut itu namun segera saja ia tahan melihat kondisi saat ini, ini bukan ruangan jadi harus bersikap sopan.

WOLF Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang